"Selamat pagi Emerald!" sapaku berusaha terdengar ramah, walaupun aku sendiri sudah takut kalau ia tetap berdiri dan fokus menumbuhkan bunga tanpa membalas sapaanku.
Peri itu menoleh dan menatapku. Aku segera melambaikan tanganku ke arahnya dan tersenyum semanis mungkin.
"Maaf untuk perkataanku yang kemarin. Aku tidak bermaksud menuduh kok, hanya saja hal itu reflek keluar dari mulutku kemarin. Maaf karena aku tidak mencoba untuk mengerti pera--"
"Kau ini ngomong apa sih?"
Seolah memasang ekspresi terbodoh yang pernah kulihat, aku berhasil dibuat melongo karenanya. Wajah datar penuh tanda tanya itu malah membuatku semakin kebingungan.
Aku menggaruk tengkuk yang tidak gatal dan mencoba menjelaskannya dengan lebih terperinci, sekali lagi.
"Yang kemarin, saat kau meninggalkanku. Kau meninggalkanku karena marah aku menuduhmu menyukai ...," aku memberi jeda sebentar lalu berdehem, "Ace kan?"
Emerald tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya setelah aku mengakhiri perkataanku.
Emerald... kenapa?
"Kau serius meminta maaf hanya karena itu? Oh tidak, kau serius menganggapku meninggalkanmu hanya karena itu?"
Aku mengangguk pelan meski kurang yakin. Apa yang salah?
"Kau lucu sekali. Baiklah, maaf karena belum sempat menjelaskannya padamu kemarin. Ya, aku memang sedikit tersinggung karena kau menganggapku menyukai Ace. Tapi kemarin aku meninggalkanmu karena aku mendapat sinyal dari Ratu, kalau ada hal penting yang perlu dibahas oleh peri penduduk asli, maksudku, mereka yang bukan berasal dari dunia manusia," jelasnya panjang diiringi dengan tawa kecil.
Aku memalingkan wajahku ke arah lain karena malu. Ternyata seperti itu kejadiannya. Oh demi apapun, pantas saja Emerald tertawa keras seperti tadi.
"Natasha, apa kau mau melihat bidang pembangunan?"
Aku menatapnya dan menggeleng pelan."Tidak perlu. Hari ini aku ingin mempelajari sihir. Kau bisa mengajarkanku, kan?"
Emerald mengangguk semangat.
"Baiklah, aku akan mengajarmu mengendalikan sihir. Kemarin sudah kutunjukkan, kan? Cara membuat mahkota bunga terjatuh?"
"Ya, tapi yang kau ajarkan berbeda dengan yang tertulis di buku sihir. Kau sama sekali tidak mengajarkanku tentang teknik pengaliran mana dan mantra sihir."
"Oh... kau mau langsung ke tahap itu ya? Kemarin aku mengajarkanmu seperti itu karena sihir yang dikeluarkan dalam skala kecil seperti apa yang kucontohkan padamu tidak perlu menggunakan mana dari dalam tubuh. Di area bidang perkebunan ini, sudah ada mana udara yang bisa kau serap dan pergunakan untuk membantumu dalam bekerja. Dan juga untuk mantra, mantra tidak akan digunakan kalau kau hanya menggunakannya untuk bekerja, kecuali untuk melawan monster atau makhluk lainnya."
Aku mengangguk-anggukan kepalaku sambil ber-oh ria. Rupanya seperti itu. Sihir yang kupelajari menggunakan mantra adalah sihir yang digunakan sebagai perlindungan diri sekaligus perlawanan. Bukan sihir untuk bekerja.
Aku memutuskan untuk mencoba sihir tanpa mantra, terlebih dahulu. Aku sempat mengingat kejadian tidak mengenakkan kemarin, saat mahkota bunga mawar yang seharusnya berterbangan malah tetap berdiri tegak dan terkesan mengejekku karena tidak berhasil melakukannya.
Emerald mulai menumbuhkan beberapa bunga mawar di hadapanku lalu mengingatkanku untuk kembali membayangkan bahwa angin yang berembus di sekitarku bisa menerbangkan seluruh mahkota bunga mawar di depanku ini.
Aku menghela napas dan memejamkan mataku. Kubayangkan angin tersebut datang di bawah kendali tanganku. Kuarahkan tanganku pada bunga-bunga mawar yang sedang bermekaran hingga semua mahkota bunganya tercabut dan terbang dibawa angin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [END]
FantasyTerbangun di sebuah dunia yang indah, siapa yang akan menolaknya? Natasha, gadis berumur lima belas tahun yang tinggal bersama seorang wanita yang mengadopsinya. Bukan disayang, ia justru merasa diperlakukan seperti pelayan pribadinya. Tak heran ji...