Aku meneriaki dirinya agar berhati-hati dan saling berjanji untuk tidak terbunuh di dunia ini. Dengan segenap kekuatanku yang tersisa, aku terbang menjauh dan masuk ke dalam pepohonan yang rindang, bersembunyi di balik dedaunan yang lebat.
Misiku belum selesai, tapi aku sudah babak belur seperti ini. Sambil terus mengumpat, aku merogoh kantong seragamku dan menemukan sebuah ramuan obat untuk mengobati luka gores dan luka bakar yang bersemayam di tubuhku saat ini.
Setelah selesai dan merasa lebih baik, aku kembali memutar otakku agar dapat mencapai istana tanpa diketahui musuh. Aliran sihir yang ada dalam tubuhku sepertinya sudah tidak dapat digunakan lagi. Karena itulah, otakku yang menjadi tumpuan segala rencanaku kali ini.
Dengan segenap keberanian, aku memilih jalur darat untuk mencapai pintu istana. Demi apapun, aku bersumpah bahwa aku akan menemukan Ratu dan menyelamatkan Ace.Aku mengendap-endap dan sebisa mungkin terus bergerak di bawah bayangan pohon rindang. Bersembunyi di semak-semak, menahan napas saat ada peri lain yang lewat dan berkeliaran di atas sana. Berulang kali aku mengucap doa agar mereka tak melihat ke bawah. Dan kuharap dewi Fortuna memang bermaksud membantuku, tidak seperti sebelumnya.
Cukup memakan waktu lama dan menguras tenaga. Sekitar tiga puluh menit lamanya aku menghabiskan waktu untuk berjalan dari tempatku bersembunyi hingga mencapai bagian bawah istana. Bau hujan mulai tercium, ada rasa lega yang kudapat, dan mulai melupakan penderitaan yang baru saja kualami.
Aku sudah memutuskan untuk tidak menggunakan jalur udara dalam keadaan apa pun. Kalau aku melakukan hal itu, resiko untuk ketahuan dan terlihat di antara ratusan musuh lebih besar. Aku menghela napas, lalu mulai mempersiapkan diri untuk memanjat sulur-sulur tanaman yang merambati bagian bawah istana.
"Ini akan menjadi sebuah awal yang melelahkan," gumamku lagi.
Memanjat, bukanlah perkara yang mudah untukku. Berulang kali aku hampir terjatuh dan terpaksa mengepakkan sayap sepelan mungkin agar dapat menyeimbangkan diri. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Setiap kali aku kehilangan pijakan, aku mencoba untuk menetralkan napasku yang mulai tidak beraturan. Jelas saja, hal ini sangat menakutkan bagi seorang gadis yang tidak pernah memanjat sepertiku.
Beruntung, tidak ada peri yang melihat pergerakanku saat merangkak ke atas hingga aku mencapai puncaknya. Aku kembali mengingat masa pertama kali aku berada di dunia ini. Emerald yang melepas peganganku hingga kakiku menapak di atas batang pohon beraroma hujan ini.
Aku memicingkan mata dan bersembunyi di balik sulur tumbuhan yang cukup besar untuk menyembunyikanku. Tidak ada penjaga istana seperti biasanya. Hal ini sudah membuatku yakin, pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana. Apalagi jumlah peri pengguna sihir istana terbilang banyak, kalau sampai tidak ada yang menjaga, itu artinya mereka memang sedang sibuk melawan musuh, setidaknya ini hipotesis yang dapat kuberikan berdasarkan penglihatanku saat ini.
Dengan perlahan, aku berjalan dan menyusup masuk ke dalam istana. Lorong demi lorong kulalui sambil berharap dapat menemukan sesuatu yang kuharapkan sebelumnya.
"Kau tidak seharusnya melakukan ini!"
Aku terperanjat dan memutuskan untuk berhenti sejenak. Tidak salah lagi, itu suara Ratu Tiana.
"Apa maksudmu dengan tidak seharusnya melakukan ini? Kau harus tahu, hal ini kulakukan untuk membuktikan bahwa diriku kuat dan bisa lebih darimu. Tidak ada yang lain," balas suara yang kuyakini adalah saudari kembar Ratu Tiana.
"Ada banyak hal yang belum kuketahui tentangmu, Malca. Aku tidak pernah bermaksud untuk merendahkanmu seperti apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadapmu. Bahkan setelah bertindak seperti ini, aku tidak bisa melawanmu seperti apa yang kau mau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [END]
FantasyTerbangun di sebuah dunia yang indah, siapa yang akan menolaknya? Natasha, gadis berumur lima belas tahun yang tinggal bersama seorang wanita yang mengadopsinya. Bukan disayang, ia justru merasa diperlakukan seperti pelayan pribadinya. Tak heran ji...