Peri bernama Luca itu tiba-tiba saja mengayunkan pedang sihir apinya ke arahku. Aku memejamkan mata, pasrah menghadapi takdirku karena tindakan bodoh yang sudah kulakukan sebelumnya.
Suara pedang saling beradu dan aku merasa ada lengan seseorang yang menarik tubuhku menjauh dari tempatku berpijak.
Aku memberanikan diri untuk membuka mata dan mendapati pemandangan yang sungguh tidak bisa kupercaya. Lagi-lagi, Ace menyelamatkan hidupku. Aku merasa malu, sudah berulang kali aku berbuat kesalahan fatal yang berakibat besar, tapi ia terus saja memaafkanku dan melindungiku.
Kenapa?
Kenapa ada manusia sepertinya?
"Ace?"
"Diam dulu Nata, aku bisa mendengar penjelasanmu nanti."
Aku kembali bungkam dan bersembunyi di belakangnya yang sudah bersiap untuk melawan kedua peri asal Dark Land itu.
"Wah, aku tidak menduga kau akan menyelamatkan seorang gadis. Bukankah kau takut dengan lawan jenis eh? Takut dengan mereka atau takut tidak bisa melindungi ya?" cibirnya yang membuat Ace berteriak keras.
"Semua yang terjadi di masa lalu tidak ada hubungannya dengan Nata!"
Bentakan itu sukses membuat si pirang tertawa terbahak-bahak, sedangkan Luca bersiaga di sampingnya.
"Lalu kenapa? Kau jatuh cinta? Seleramu bagus juga, dia manis dan--"
"Tutup mulutmu Ray. Apa ibu mengajarkan hal kurang ajar seperti ini?"
Ray kembali tertawa dan melanjutkan, "Kenapa kau selalu membelanya? Kalau tidak ada hubungannya, ia seharusnya sudah dilenyapkan dari sini karena mendengar informasi terlarang."
"Apa sebegitu pentingnya dia? Kau lebih memilih dia dari pada saudaramu sendiri? Adikmu ini?"
"Aku tidak menilih siapa pun. Aku hanya membela apa yang kuanggap benar," balas Ace tak mau kalah.
"Jadi kau menganggapku salah? Baiklah, Luca, habisi dia!"
Peri bernama Luca dengan pedang yang berpendar kemerahan itu melesat maju, menyerang Ace yang berdiri di depanku.
Aku hampir saja memekik keras saat melihat perlawanan sengit dari Ace dan Luca sesaat setelah perintah itu diberikan oleh Ray. Kedua pedang sihir itu saling beradu sedangkan tangan lainnya yang menganggur menciptakan sebuah sihir pelindung.
Beberapa kali pula Ace mencoba untuk memukul mundur lawannya dengan melempar beberapa sihir dasar penyerangan. Ia benar-benar pengguna kesempatan yang baik.
"Nata, pergilah ke tempat yang aman," serunya di sela-sela pertarungannya.
Aku menggeleng pelan. Peri bernama Ace itu selalu saja membuatku kagum sekaligus heran. Yang benar saja, apa aku akan berlari untuk kabur di saat semua hal ini terjadi karena ulahku?
"Hanya orang bodoh yang kabur dari situasi seperti ini. Aku akan membantumu," balasku sambil mulai mempersiapkan mantra penyerang.
"Kau memang bodoh! Pergi sebelum aku berubah pikiran. Kemampuanmu masih belum bisa menandingi dua peri yang menjadi lawanmu saat ini!"
Aku terperangah, antara kaget dan kesal. Aku melihat Ray sudah turun tangan dan turut membantu Luca untuk menghabisi Ace. Kakiku mulai bergetar, mulai mengkhawatirkan kondisinya.
Apa Ace bisa menahan serangan yang diberi dua lawan sekaligus?
Tapi memang benar apa katanya. Aku memang bodoh. Dari pada berdiam diri sambil melongo menonton perlawanannya, seharusnya aku sudah melarikan diri dan mencari bantuan. Bodohnya aku, karena sudah termakan oleh keegoisanku sendiri.
Aku membalikkan tubuhku dan segera terbang sekencang mungkin.
"Bertahanlah Ace!" teriakku, yang mungkin tidak didengarnya karena aku sudah terbang menjauh dari arena perlawanan.
Aku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meminta bantuan. Ditemani rasa panik yang menambah ketololanku hari ini, aku berusaha keras mengingat jalan kembali ke perumahan, untuk meminta bantuan Emerald, Regis, atau siapa saja yang bisa bertarung dan menolong Ace.
Setelah tubuhku menubruk beberapa rumah dan bangunan yang tak terkena cahaya lampu penerangan, aku berhasil menemukan jalan utama dan meminta tolong pada peri yang kebetulan lewat saat patroli malam.
"Siapa pun, tolong bantu aku. Ada pertarungan yang berat sebelah terjadi di hutan sana!" seruku dengan napas terengah-engah sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang kuyakini sebagai tempat pertarungan Ace.
Kedua peri itu mengangguk sigap, meski aku tahu mereka sama paniknya denganku. Hanya saja aku terlalu memperlihatkan rasa panikku kelewat berlebihan, sedangkan mereka tidak menunjukkan hal itu di depanku.
"Lebih baik anda kembali dan berlindung di dalam rumah. Kami akan menuju lokasi penyerangan dan membantu. Terima kasih atas laporannya," ujar salah satu peri itu.
"Tidak! Aku akan menunjukkan di mana tempatnya dan ikut membantu. Aku bisa bertarung, kalau kalian meremehkanku sekarang," balasku berapi-api.
Aku meningkatkan kecepatan terbangku dan mengabaikan kedua peri itu yang masih bersikeras menyuruhku kembali. Aku tidak akan kembali dan bersembunyi demi keselamatanku, aku akan ikut menyelamatkan sang penyelamatku, setidaknya itu tujuanku saat ini.
Ace berulang kali menyelamatkanku dan bersabar atas sikapku--yang kini baru kusadari bahwa sikapku terhadapnya sungguh berlebihan-- yang sepertinya merugikan untuknya. Aku menggelengkan kepalaku seperti biasanya, aku tidak boleh menyia-nyiakan kebaikannya.
Dalam kurun waktu sekitar lima menit, kami bertiga berhasil menemukan lokasi penyerangan. Entah ini nasib buruk atau sebuah karma untukku, kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Darah tercecer di tanah tersebut dan tidak ada tanda-tanda keberadaan ketiga peri yang saling melawan tadi. Aku mulai terbang mengikuti darah yang berceceran itu, jauh masuk ke dalam hutan. Jejak darah yang menjadi harapan terbesarku tiba-tiba berhenti di sebuah perbatasan hutan yang dipisahkan dengan adanya aliran sungai. Aku mengerang dan hampir saja berteriak keras layaknya orang gila.
Bagaimana mungkin Ace kalah dari mereka? Aku mulai membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin saja terjadi pada Ace.
"Bahaya!" teriakku kencang hingga membuat kedua peri di sampingku menatapku bingung.
Aku menggeram kesal dan menatap mereka dua dengan perasaan yang campur aduk.
"Kalian ini sadar atau tidak? Apa bahayanya jika salah satu peri dibawa ke Dark Land?!"
"Mohon untuk tenang terlebih dahulu. Untuk masalah seperti ini, sudah sering terjadi setiap kali penyerangan terjadi. Bahkan, sudah banyak korban di setiap penyerangan. Ini hal yang wajar, jadi tenanglah," jawab salah satu peri itu yang membuatku semakin marah besar.
"Tenang seperti apa yang kau maksud itu?! Kau pikir aku akan melepaskan semua musuh yang datang dan mengambil seseorang dari hidupku? Tidak akan! Seharusnya kalian berpikir lebih maju, melawan dan juga buat rencana penyelamatan. Apa hal seperti itu tidak pernah terlintas di pikiran kalian?!" teriakku sambil mengusap kasar air mataku.
Tidak mungkin peri yang hidup di sini bisa sekeji ini. Tidak mungkin mereka akan merelakan peri pengguna sihir terbaik. Tidak mungkin mereka tidak akan menyelamatkan Ace. Tidak mungkin! kalau semua memang tidak mungkin, maka aku yang akan membuatnya menjadi mungkin! Aku bisa dan lihat saja apa yang akan kulakukan, aku akan membuat semuanya menyelamatkannya.
"Terserah apa kata kalian. Hal yang aku inginkan dari kalian untuk membantuku hanya satu."
"Kalau hal itu bisa membuat anda tenang, maka kami akan melakukannya untuk anda."
"Masa bodoh tenang atau tidak! Antar aku ke ruangan Ratu Tiana. Tidak ada penolakan."
************************************
Published : 12 Oktober 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [END]
FantasyTerbangun di sebuah dunia yang indah, siapa yang akan menolaknya? Natasha, gadis berumur lima belas tahun yang tinggal bersama seorang wanita yang mengadopsinya. Bukan disayang, ia justru merasa diperlakukan seperti pelayan pribadinya. Tak heran ji...