chapter 12

1.3K 144 9
                                        

"Sudah kubilang, kan? Kau harus menurut," tuntutnya.

Aku mendengus lalu berusaha menyangkalnya. "Tapi, aku tidak tahan di dalam rumah sepanjang hari. Memangnya aku ini hewan peliharaan, sampai-sampai tidak boleh keluar dari rumahnya?"

Ace menatapku datar. "Bukan seperti itu."

"Lalu bagaimana maksudmu? Agar aku cepat sembuh begitu? Apa dengan merasa bosan dan sedih, aku bisa sembuh? Bukankah kondisi mental juga memengaruhi kesehatan seseorang?" jawabku berapi-api.

Ace mengusap wajahnya kasar. Aku semakin bingung, kenapa ia malah terlihat tertekan?
Seharusnya, apa yang kukatakan ini benar, kan?

"Pokoknya waktu perawatanmu akan kutambah seminggu lagi dan  pengobatan ini mulai ke titik awal karena kau melanggar peraturan. Kalau kau mau pergi, kau harus pergi bersamaku."

Keputusannya terdengar final. Tapi aku tetap tidak setuju, haruskah aku jalan bersamanya?

Mungkin saja aku makin sakit karena terkena efek sihirnya. Bukan sakit karena aliran mana yang tidak terkendali, bisa-bisa aku terkena serangan jantung kalau harus ada di dekatnya.

Sampai sekarang pun aku belum tahu, sihir ala apa yang ia gunakan sampai jantungku melompat seperti ini. Apa peri lain juga mengalami hal yang sama?

Kalau iya, kenapa mereka banyak yang ingin dekat dengan Ace?
Bukankah seharusnya mereka  menghindarinya?

"Tidak bisa pergi dengan yang lainnya?"

"Untuk mengurangi resiko kenaikan korban, aku lebih menyarankan kau bersamaku daripada peri lain."

Dan aku tidak tahu kenapa, wajahku memanas secara tiba-tiba. Apa ia menggunakan sihir lagi, karena pertanyaanku membuatnya sakit hati? Kalau begitu, aku harus lebih berhati-hati kalau mau berbicara dengannya.

"Hei bocah. Apa kau sakit?"

"Tidak. Kenapa bocah? Apa perlu kubawakan cermin agar kau menyadari kalau kau juga masih bocah?"

"Menyembunyikan sesuatu? Apa sedang demam?"

"Kau kenapa?" tanyaku makin bingung.

"Itu," tunjukknya sambil menggantungkan kalimatnya.

"Apa?" balasku gemas.

"Pipimu merah, biasanya orang yang terserang demam mengalami hal serupa," jawabnya pada akhirnya.

Reflek, aku memegang kedua pipiku.
Demam?

Wah kalau memang demam, berarti di dunia ini, apa aku tidak bisa merasakan sakit? Aku tidak merasa demam sama sekali. Hanya merasa sakit di beberapa bagian tubuhku juga sayapku yang saat ini sedang diobati oleh Ace.

"Sedang tidak merasakan apa-apa," jawabku pada akhirnya.

"Kelakuanmu mirip bocah kampung yang sering marah-marah tidak jelas," ujarnya yang membuatku melongo dan beralih menatapnya dengan kesal.

"Kenapa malah bahas itu sekarang?!"

"Tadi kau bertanya, kasihan juga pertanyaan bocah tidak kujawab."

"Kau mengesalkan sekali sih!" seruku tidak terima sambil memukulnya.

"Hei! Aku ini perawatmu dan kau malah memukuliku seperti ini? Satu fakta lagi yang membuatmu semakin mirip bocah kampung."

Aku kesal dan tidak menjawab. Bisa-bisa, emosiku meledak di sini. Lagi pula ia sedang mengobati sayapku. Semenjak aku sampai di rumahnya ini, entah kenapa, aku tidak bisa menggunakannya. Aku benci, saat harus mengakui bahwa diriku ini membutuhkannya. Mengesalkan sekali. Serasa dunia ini sedang memojokkanku hingga aku tidak bisa bertindak apa-apa selain menurut dan mengikuti alur yang tertulis.

Snow Globe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang