"Chanyeol!" Yoora berteriak memanggil nama sang adik terdengar sangat bahagia hingga ia melupakan tangannya yang masih terikat dengan borgol.
"Kalian memborgol kakakku?!" Chanyeol melayangkan pertanyaan, pandangannya menatap tajam dan kesal tertuju pada Jongin dan Sehun yang ada disamping Yoora. Dirinya melangkah menghampiri Yoora yang tengah menunggu Jongin membuka tautan pada borgol itu.
"Well, ia berusaha kabur." Jongin menjelaskan singkat.
"Ya, tapi dia kakakku!"
"Yoora berusaha menendangku. Kami diberikan perintah untuk membawa dia pergi sebelum bom meledak." Kini Sehun yang menambahkan penjelasan.
"Still, dia kakakku!" Chanyeol melayangkan protest untuk ketiga kalinya. Apa yang dikatakan oleh Putera bungsu Keluarga Park tidak bisa dibantah oleh dua anak buah Phoenix disana.
"Tidak apa.. mereka hanya ingin memastikan aku tidak kabur—" ucapan Yoora diharapkan membuat suasana antara ketiga lelaki disana tak lagi menegang. "Aku melawan mereka untuk tak membawaku masuk kedalam helicopter tadi—dan itu cukup seru." Bisiknya terdengar di akhir kalimat dan senyumannya terlihat kearah adiknya untuk memberikan keyakinan bahwa dirinya tidak lagi merasa takut atau mungkin sedih.
"Aku merindukanmu."
Pada akhirnya sebuah pelukan adalah pengungkapan yang tepat untuk meluapkan kata – kata yang tidak bisa dijelaskan secara langsung.
"Aku merindukanmu... ayah mengatakan bahwa kau sudah meninggal..dan ibu mengatakan kau bahkan dianggap hilang dan meninggal dalam misi—
"Aku baik – baik saja. Aku ada disini sekarang." Chanyeol memperat dekapan tangannya pada Yoora, mengusap dengan lembut, ia bahkan memberikan kecupan pada kepala kakaknya yang semakin terisak bergumam mengungkapkan keluh kesahnya.
"...mereka menganggapmu tidak ada Chanyeol—Ibu menghancurkan rumah kita... dan ayah tidak tahu bagaimana sekarang.. aku takut... hiks.. aku takut.."
"Hey.. ada aku disini. Aku tidak akan meninggalkanmu.. aku disini. Kau tidak sendirian.. ada aku.."
Mengingat apa yang baru saja terjadi dalam beberapa jam terakhir dan tepat terjadi didepan mata Yoora akan menjadi kenangan yang tidak akan ia lupakan dengan mudah. Bagaimana raut wajah sang Ibu yang khawatir dan berusaha menyelamatkan dirinya, bagaimana ledakkan yang terjadi memusnahkan rumah masa kecil dan tempat kenangan keluarganya. Semuanya akan meninggalkan kenangan menyakitkan untuk dirinya.
"Bawa aku pergi.. kita akan pergi. Kita akan meninggalkan Phoenix dan juga Red—biarkan mereka mengambil semuanya! Aku hanya butuh dirimu dan kita akan tenang hidup berdua jauh dari Korea—kita bisa tinggal di Inggris, Amerika atau Yunani—Chanyeol bawa aku pergi—
"Yoora.."
"Bawa aku pergi... ku mohon.." dan puncak kesedihan jelas terlihat. Yoora merosot ke lantai masih memeluk Chanyeol, air matanya masih mengalir dan isakan tangisnya diyakini tidak akan mereda hingga ada jawaban dari adiknya untuk menuruti apa yang inginkan.
"Kita tidak bisa meninggalkan ayah.." Chanyeol berucap. "Kita akan melindungi semuanya.. kita berdua harus melakukannya.." ia memberikan keyakinan pada Yoora yang masih terisak dan mengatakan keinginannya untuk segera pergi.
Seketika Yoora menjauhkan badannya dari dalam dekapan Chanyeol, pemikirannya teringat akan kabar dari Ayahnya yang belum ia dapatkan. Apakah ayahnya selamat? Atau kah ia sudah terbunuh oleh penyerangan yang dilakukan pada hari ini oleh musuhnya.
"Apapun yang terjadi.. kita tidak akan lari." Chanyeol memegang kedua bahunya, menatap dalam pada dua manik matanya memberikan penekanan bahwa mereka berdua akan selalu bersama apappun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOUR
RandomMafia dan Anti-Mafia. Revenge is everything, but how about Love. FOUR?