Eh.. Anu.. Em. Enggak apa-apa,” jawab Avea dengan gugup.
Setelah itu Vero melajukan kendaraan pribadinya menuju suatu restorant yang cukup ramai. Vero memesankan makanan untuk mereka berdua, sedangkan Avea duduk dikursi yang ditunjuk Vero.
“Eh, gue kok curiga ya, jangan-jangan trauma lo itu boongan doang, gue sering liat lo di deket cewek tapi lo biasa-biasa aja tuh,” Avea memecah keheningan diantara mereka.
“Lo pernah lihat gue sama cewek siapa aja heh!?” protes Avea.
“Banyak!” jawab Avea dengan nada yang tidak mau mengalah.
“Sebutin satu-satu dan dimana lo tau itu!” tantang Vero.
“Oke, yang pertama gue lihat lo sama Diana di dalam ruang OSIS berdua loh,” goda Avea.
“Jadi lo itu...”
“STOP! Jangan potong omongan gue! Lalu yag kedua, gue lihat lo sama Diana di depan mading sekolah. Ketiga gue lihat lo sama Jali sama Alvi lagi nimbrung bareng Luvia,”
“Trus yang keempat, gue lihat lo sama Diana di....”
“Heh, asal lo tau. Diana tuh wakil gue, selama gue jadi ketua OSIS. Trus kalo Luvia, itu mah nemplok cowok mana-mana,” tukas Vero.
“Yakin Diana cuma wakil lo?” Avea menggoda dengan senyum smirknya.
“Lo tuh minta gue tampol apa gimana sih?”
“Tampol aja kalo berani,” tantang Avea. Vero mendengus, menatap Avea dengan kesal, seandainya saja gadis ini tidak tau kelemahannya pasti sudah ia ancam. Tidak lama kemudian pesanan makanan mereka datang.
“Ve, gue minta lo turutin permintaan kedua gue,” ucap Vero disela kegiatan makan mereka. Avea menjawab dengan gumaman dan anggukan.
“Gue minta lo kudu bantu gue sembuh dari trauma gue,” pinta Vero, seketika itu Avea tersedak dan terbatuk-batuk. Avea memutuskan untuk menghentikan kegiatan makannya.
“Gimana caranya?”
“Maka dari itu gue minta lo buat bantu cari tau,” jelas Vero.
“Gue browsing aje ye?” tanya Avea.
“Serah lo, pokok lo kudu bantu gue,” serah Vero.
“Oke nih, gue abis cari-cari ketemu nih,” Avea menunjukkan ponselnya kepada Vero.
“Lo aja yang bacain,” suruh Vero. Avea mendengus, tetapi ia tetap membacakan. Demi donat.
“Dengerin kuping! Yang pertama, “Anda harus membiasakan diri dengan keberadaan wanita, paham nggak?” Avea membacakan dengan nada kesal.
“Paham,”
“Kedua, berusaha jalin hubungan dengan wanita yang membuat Anda nyaman, ngerti nggak?”
“Ngerti,”
“Tiga, melakukan kontak fisik dengan perempuan yang membuat Anda nyaman atau perempuan yang anda cinta, paham?”
“Jelasin maksudnya gimana!” suruh Vero.
“Sebagian besar orang yang mengalami trauma ini pasti jarang melakukan kontak fisik dengan wanita. Cobalah memberanikan diri untuk lebih mendekat kepada kaum hawa. Jika wanita itu pacar Anda, lebih baik Anda mencoba untuk memegang tangannya, memeluknya, membelainya, bahkan...” Avea menjeda ucapannya, ia membulatkan matanya sembari menutup mulutnya.
“Bahkan apa?” tanya Vero yang mulai penasaran.
“Bah.. Bahkan.. Ci.. Cium.. Ciuman, dipipi, kening, mata, tangan, ataupun bi.. bir..” Avea melanjutkan membacanya dengan terbata-bata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVEA - [COMPLETED]
Teen Fiction[SELESAI] Savero Wicaksana Putra, ketos yang walaupun sudah tidak menyandang jabatan sebagai ketos, tetap saja terkenal. Ia mampu membuat kaum hawa meleleh dengan tatapan mata saja. Sayangnya, masa lalu membawa dampak buruk terhadap dirinya. Hingga...