Beruntungnya Vero sangat siap dengan kemungkinan buruk yang terjadi.
"BUSUK LO!" umpat Vero lalu ia dengan gerakan cepat maju, menendang tangan Seva yang memegang pisau, lalu menyeret Seva keluar dari situ. Gladis sigap menolong Avea.
"Evan!"
"Bawa Avea ke kasurnya!"
Evan segera menggendong Avea, ia juga memanggil dokter yang bertugas mengurus Avea.
Disisi lain, Vero menghempaskan tubuh Seva dengan kasar ke sofa ruangan itu.
"Maksud lo apa hah?!"
"Kenapa lo jahat sama gue? Inget! Gue adalah sahabat lo! Kesayangan bunda lo!" Seva mulai meneteskan air matanya.
"Itu dulu! Sekarang lo adalah gadis gila! Gue benci lo!"
"Gue sayang lo! Gue cinta lo! Apa lo gak ada rasa sedikitpun untuk gue?" Gladis sedikit kasihan melihat Seva.
"Sadar! Gue udah benci sama lo!" Vero semakin emosi.
"Oke gue akan hancurin hidup orang yang lo sayangi!" Seva beranjak, Vero menahannya.
"Lo gak akan bisa! Karena lo akan menerima sesuatu yang pantas!" Vero kembali menghempaskan tubuh Seva dengan kasar.
Tidak lama dari itu, terlihat 3 orang polisi datang kemudian mereka menangkap Seva atas tuduhan tindakan kekerasan.
"Lihat aja lo semua!" ucap Seva sebelum meninggalkan ruangan itu.
Keheningan terjadi sampai akhirnya Dokter Geraldi datang untuk memeriksa dan mengobati Avea.
"Dia hanya shock berat, sebentar lagi juga akan sadar. Luka dipipinya juga tidak terlalu dalam, sehingga tidak perlu dijahit." Evan mengangguk dan berterimakasih.
Terjadi keheningan lagi, hingga suara parau itu memecah keheningan.
"E.. evan" Avea mencari Evan.
Semua yang ada diruangan itu baik yang sedang melamun, mengantuk, dan kelelahan. Langsung mendekati brankas Avea.
Vero sampai terlebih dahulu dibrankas Avea. Gadis yang terbaring lemah itu hanya memandang Vero sekilas, setelah Evan berada disampingnya, ia meraih tangan Evan dan menggenggamnya kuat-kuat.
"Jangan pernah tinggalin aku sendiri!" Avea membawa tangan Evan menuju pipinya, entah kenapa ia merasa rindu berat dengan Evan.
Adnan, Nadia, Yola, Raka, serta Gladis tersenyum melihat hal itu. Mereka sempat khawatir kalau Avea kembali lagi kepada Vero.
"Akhirnya lo sadar dari pingsan." suara itu adalah milik Vero.
Avea tidak lupa ingatan, ia juga tidak berubah. Hingga saat ini ia masih ingat betapa jahatnya pria dihadapannya itu.
"Gue juga sadar, kalau Tuhan sudah menyediakan yang lebih baik buat gue." ujar Avea sembari tersenyum ke arah Evan.
"Lebih baik, lo pergi deh! Bukannya kita ngusir tapi gue harap jangan memperkeruh suasana aja." kata Gladis dengan pandangan yang tak lepas dari Vero yang sedari tadi menatap Avea.
Vero menggeleng lemah. Ia masih tidak menyangka, Avea akan mengatakan hal itu. Dulu adalah kata sayang penuh kasih, sekarang? Seakan mengusir secara halus.
"Jika gadis ini yang minta, gue bakalan pergi." mata Vero terus menatap Avea.
"Baiklah, lo boleh pergi!" dengan santainya Avea mengusir Vero. Tanpa sepatah katapun Vero meninggalkan ruangan itu.
Setelah Vero keluar, keadaan sudah mulai mencair. Mereka bertujuh ditambah lagi Sandyo sudah bisa mengobrol ceria seperti sedia kala.
Hari itu juga Avea merengek ingin pulang. Evan mengurus data-data Avea, sedangkan yang lain membantu mengemasi barang Avea. Setelah selesai, mereka langsung masuk ke mobil untuk mengantarkan Avea pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVEA - [COMPLETED]
Teen Fiction[SELESAI] Savero Wicaksana Putra, ketos yang walaupun sudah tidak menyandang jabatan sebagai ketos, tetap saja terkenal. Ia mampu membuat kaum hawa meleleh dengan tatapan mata saja. Sayangnya, masa lalu membawa dampak buruk terhadap dirinya. Hingga...