3. Harapan Baru

156 7 0
                                    

Bab 3 - Harapan Baru (Fakhri's POV)

Pukul 8 kurang 5 menit, aku sudah berada di ruanganku, memakai jas dokterku lalu mulai memeriksa catatan medis pasien yang dijadwalkan akan kuperiksa hari ini. Dua jam kemudian, sudah 3 pasien yang selesai ku periksa. Masih ada 6 pasien terjadwal dan mereka semua telah mengkonfirmasi datang setelah jam makan siang. Akhirnya aku pun menuju masjid untuk menunaikan sunah dhuha ku setelah kuberi tahu perawat asistenku apabila nanti hendak mencari. Seperti dhuha-dhuha ku akhir-akhir ini, do'a utamaku adalah agar aku segera dipertemukan oleh jodohku.

Kuhabiskan waktu 15 menit untuk menyelesaikkan dhuha ku setiap hari nya. Saat aku baru saja keluar dari masjid dan hendak memakai sandal jepit hitamku, aku melihat seorang kakek berjalan terseok-seok bersama seorang anak perempuan berusia 5 tahunan yang aku tebak merupakan cucunya. Beliau berjalan tanpa alas kaki dan cucunya menggunakan sandal yang kebesaran. Aku tertegun melihat kaki kakek tersebut sudah banyak terluka, mungkin karena terlalu jauh berjalan tanpa alas kaki. Tanpa pikir panjang, aku menghampiri kakek tersebut dan melepas sandal ku untuk ku berikan padanya. Beliau tersenyum padaku, namun tidak langsung memakai sandalku dan berkata :

"Terimakasih Pak Dokter, tolong selamatkan cucu saya Dok". Ucap beliau terengah engah memapah cucunya yang sudah hampir kehilangan kesadaran. Tanpa pikir panjang akupun segera menggendong anak perempuan tersebut.

" Kakek yang tenang ya, kami akan berusaha mengobati cucu Kakek". Ucapku buru-buru melangkah ke ruang IGD tanpa alas kaki. Dan aku baru tahu kalau jaraknya menjadi lumayan jauh saat ditempuh dengan berjalan kaki. Baru 10 detik melangkah, aku sudah merasakan panas pada kakiku karena hari ini suhu Jakarta memang mencapai 39 derajat celcius. Namun tiba-tiba...

"Pak Dokter pakailah sandal saya, mungkin kekecilan tapi daripada tidak sama sekali, biar lari ke IGD nya lebih cepat". Ucap seorang perempuan berkerudung syar'i setelah meletakkan sepasang sandal jepit berwarna pink didekat kakiku. Ia tersenyum begitu manis dan tulus ke arahku, wajahnya begitu bersinar dengan polesan make up natural yang sangat pas menurutku. Ya Allah, jadikan dia bidadariku. Astaghfirullah Fakhri, fokus dulu ke pasienmu ini.

"Terimakasih Mbak". Balasku yang langsung bergegas menuju IGD, dan dapat ku dengar kalau gadis itu kemudian membantu Kakek untuk mengikutiku menuju IGD.

Tak berselang lama, aku keluar dari IGD setelah selesai memeriksa cucu Kakek yang ternyata bernama Raina. Dan gadis itu masih disana, duduk di kursi tunggu bersama Kakek yang saat ini sedang memakan roti dan gadis itu yang membawa sebotol air mineral sambil sesekali menyerahkannya kepada Kakek. Dengan senyum yang tertahan, akupun menghampiri mereka.

"Permisi Kakek, nanti setelah makan, ke ruangan saya ya, ada yang harus saya bicarakan terkait kondisi cucu Kakek". Ucapku yang membuat Kakek mengangguk dan bergegas menghabiskan rotinya, sedang gadis itu tersenyum manis ke arahku. Ya Allah cobaan macam apa ini.

"Baik Dok terimakasih, nanti saya antarkan Kakek ke ruangan dokter". Balas gadis itu yang hanya ku balas dengan anggukan lalu bergegas menuju ruanganku agar aku tidak terlalu banyak menatapnya.

Baru beberapa detik aku menyandarkan punggung dikursi dan hendak main game di ponselku, tiba-tiba Kakek dan gadis itu sudah mengetuk pintu ruanganku dan Suster Yuli segera membukakannya.

"Jadi begini Kek, tadi saya sudah memeriksa Raina dan ternyata cucu Kakek menderita maag kronis. Sebelumnya saya mohon maaf, apakah dirumah Raina tidak makan secara teratur ?". Tanyaku hati-hati, dan dapat kulihat gadis itu terkejut dengan apa yang barusaja kukatakan.

"Saya hanya tinggal berdua dengan Raina, kedua orang tua Raina pergi karena kami hidup susah. Sehari-hari saya bekerja di ladang milik Pak Lurah, tapi karena usia saya yang sudah tua, tenaga saya sudah tidak sekuat dulu. Tidak ada lagi yang mau memperkerjakan saya. Kami hanya bisa makan kalau ada tetangga yang berbelas kasihan memberikan kami makan. Itupun bisa 2 hari sekali". Jelas Kakek yang membuat saya terkejut, sedangkan kulihat gadis itu menitikkan air mata sambil mengelus bahu Kakek yang saat ini menangis.

"Rumah kami sudah tidak layak huni dan Raina terpaksa harus putus sekolah, Saya benar-benar Kakek yang tidak berguna". Lanjut Kakek masih terus menangis.

Hampir satu jam kami mendengarkan kisah menyedihkan dari kehidupan Kakek dan Raina. Beliau bahkan mengatakan akan segera membawa Raina pulang karena tidak memiliki biaya untuk membayar Rumah Sakit yang tentu saja tidak saya perbolehkan. Kakek bercerita bahwa beliau dan Raina harus berjalan sejauh 15 km untuk mencapai Rumah Sakit ini. Dan setelah Kakek mengatakan itu aku baru ingat kalau tadi kaki beliau juga penuh luka.

"Kakek luka kakinya biar saya obati dulu". Ucapku berdiri dan hendak mengambil kotak p3k di almari, tetapi gerakanku berhenti karena ucapan beliau.

"Tadi sudah diobati sama Mbak Nana Pak, ". Dan aku otomatis melihat ke arah kaki beliau yang memang sudah diperban dengan sangat rapi, dan otomatis juga aku melihat kearah gadis itu yang malah mengangkat alis kearahku sambil tersenyum geli. Akupun tertawa dan kembali duduk dikursiku saat Suster Yuli memanggil Kakek untuk segera ke ruang rawat Raina karena dia sudah siuman dan mencari Kakeknya.

"Jadi namanya Nana ?". Tanyaku tersenyum ke arah gadis itu saat Kakek sudah keluar ruangan bersama Suster Yuli.

"Najwa..". Jawabnya sambil mengulurkan tangan kearahku. Serius ini dia mengajakku berjabat tangan?. Pikirku ragu dan membuatku tidak segera membalas uluran tangannya.

"Oh, Pak Dokter tipe yang tidak bersalaman dengan lawan jenis ya. Maaf". Ucapnya tersenyum maklum sambil menarik kembali tangannya yang malah membuatku kalang kabut.

"Tidak, saya hanya ragu karena biasanya gadis sepertimulah yang tidak mau berjabat tangan dengan lawan jenis". Jelaku cepat dengan ekspresi tidak enak yang malah membuat Nana tertawa.

"Gadis seperti apa yang dokter maksud ?". Tanyanya menatapku dengan tatapan menyelidik tapi masih dengan sorot mata geli yang membuatku terpaku.

"Gadis cantik dengan jilbab syar'i yang begitu menarik. Saya Fakhri, senang bertemu denganmu Najwa". Balasku mengulurkan tangan terlebih dahulu yang kemudian disambut Najwa dengan kekehan geli yang terlihat begitu manis.

"Najwa, senang bertemu dengan dokter juga". Belum sempat aku membalas ucapannya, Suster Yuli masuk ruanganku dan mengatakan kalau ada pasien baru yang ingin bertemu denganku. Mengerti keadaanya, Nana pun lantas pamit dan mengatakan hendak menjenguk Raina diruang rawatnya sebelum kembali ke kantor tempatnya bekerja. Dan entah apa yang terlintas dipikiranku saat aku tiba-tiba menahan lengannya dan meminta ia untuk menunggu sebentar. Dia sempat menatapku bingung tapi ia tak membantah dan kembali duduk saat aku sedang mengambil dompet di kamar yang terletak di ruang kerjaku. 5 menit kemudian aku keluar dan menyerahkan kartu namaku kepadanya.

"Saya akan sangat senang kalau kamu mau menghubungi saya". Ucapku dan dibalasnya dengan anggukan sambil memasukkan kartu namaku kedalam tasnya.

"Terimakasih dok, see you ya !". Dan diapun keluar dari ruanganku sedangkan aku kembali menjalankan pekerjaanku untuk memeriksa pasien.

Dengan perasaan asing yang menghinggapi hatiku, akupun menjalankan hari-hariku selanjutnya dengan harapan dan keinginan baru. Menyebut nama Najwa dalam setiap do'aku.

Segini dulu ya bab 3 nya. See you di bab 4

Thanks sudah mampir, vote yaaa

Cinta dari, Deean

Kuasa-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang