Bab 23. Senja (Najwa's POV)
Taman kota tidak terlihat ramai sore ini. Selain karena hari ini bukan hari libur, waktu juga sudah menjelang magrib dimana baiknya orang-orang seharusnya sudah berada dirumah. Tapi pengecualian untuk hari ini, setelah puas menyewa sepeda empat kali putaran, akhirnya Aku dan Mas Fakhri memutuskan untuk beristirahat di sebuah tenda lesehan sebagai tempat para pembeli batagor. Ya, kami juga sekalian membeli dua porsi batagor yang memang sudah legendaris sekali di taman kota ini.
"Capek ya?". Tanya Mas Fakhri saat aku mengambil beberapa tissue lalu mengusap keningku yang sedikit berkeringat.
"Kode harus biasakan olahraga seperti kamu ini tuh. Padahal cuma empat putaran. Kamu biasa gitu, aku ngos ngosan gini duh". Jawabku menggerutu yang membuatnya terkekeh pelan.
"Pelan-pelan dibiasakan. Nanti lama-lama bisa". Ucapnya tersenyum lembut yang hanya aku balas dengan anggukan karena pesanan kami datang. Setelah mengucapkan terimakasih kepada Mas-mas pelayan, kamipun makan dalam diam. Seperti ada yang mengusik pikiran kami berdua. Ya memang ada sih.
"Jadi..."
"Mas..." Ucap kami bersamaan dan saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya kami tertawa dengan apa yang terjadi.
"Kamu dulu". Ucapnya yang membuatku mengangguk untuk melanjutkan kalimatku tadi.
"Apa kamu betulan tidak masalah kalau menikahiku Mas? Tidak ada yang tau, mungkin kelak aku kesulitan bersosialisasi dengan sahabat-sahabat kamu, rekan kerja, teman kuliah, rekan bisnis, dan semua orang besar yang berhubungan denganmu. Kita berdua tau, lingkup pergaulan kita juga sangat berbeda jauh. Aku khawatir kalau nanti malah menyulitkan kamu Mas. Karena aku yang tidak mampu beradaptasi dengan semua itu". Jelasku menatapnya lembut, dan dia mengangguk memahami ucapanku.
"Aku tanya, sekiranya kamu benar-benar tidak mau belajar bersama aku Na? Ucapanmu beberapa hari ini terdengar sangat putus asa bahkan sebelum kita berdua mengusahakan apa yang kamu khawatirkan". Tanyanya yang membuatku tertohok dengan ucapannya. Apa aku terkesan tidak mau memperjuangkan hubungan ini? Ya, sepertinya aku memang terlalu takut bahkan hanya sekedar untuk memperjuangkan sesuatu dengan peluang keberhasilan yang sangat sedikit menurutku.
"Kekhawatiranmu menjadi sesuatu yang bahkan tidak bisa aku atasi Na. Kamu memikirkan segala konsekuensi yang memang tidak bisa aku hindari. Dan aku bahkan tidak tau harus bagaimana dengan sikapmu ini. Aku juga ikut putus asa karena kamu yang bahkan tidak bersedia berjuang bersamaku". Ucapnya menatapku sendu, dan aku menjadi sangat merasa bersalah. Aku jadi paham, bahwa sikapku ini memang sangat membingungkan. Karena aku juga sangat bingung dengan semua ini.
"Aku bahkan tidak berani berjuang karena aku takut semuanya sia-sia Mas. Aku takut kalau di masa depan kita berdua sama-sama lelah. Aku akan menjadi sangat egois dengan lelaki yang menjadi imamku kelak. Seberapa hebatnya pun kamu, seberapa banyaknya materi yang kamu punya. Aku pasti akan memaksamu hanya mencintaiku Mas. Dan sebelum aku melakukan itu, maka aku melepaskanmu. Karena aku tidak merasa pantas untuk egois seperti itu dengan lelaki luar biasa sepertimu Mas". Ucapku setelah menghela nafas untuk memantapkan hati menyampaikan kekhawatiranku yang sebenarnya dibalik tentang kesulitan beradaptasi dengan lingkup pergaulannya.
"Astaghfirullah Nana, se negatif itu pemikiranmu terhadap aku? Kamu khawatir aku akan selingkuh atau poligami saat menikah denganmu karena semua yang aku punya sekarang? Ya Allah Na...". Ucapnya memasang ekspresi tidak percaya saat mendengar penjelasanku, dan aku hanya mengangguk lemah.
"Bagaimanapun, kurangku sangat banyak dibanding kamu Mas. Seperti yang sudah aku bilang, sangat mudah untuk kamu menemukan wanita lain yang lebih dari aku". Ucapku menatapnya meyakinkan, dan dia kembali menghela nafas.
"Jadi kamu benar-benar ingin melihatku menemukan wanita lain?". Tanyanya menatapku lembut tapi menuntut, dan aku hanya menundukkan kepala tanpa menjawab pertanyaannya. Karena hatiku dengan jelas mengatakan tidak ingin dia menjadi milik wanita lain.
"Jadi kesimpulan dari sikapmu ini karena kamu tidak menginginkanku? Karena kamu tidak mencintaiku kan Na? Kalau memang itu alasan sesungguhnya, maka aku tidak akan memaksamu". Ucapnya yang langsung membuatku mendongak dan menggeleng cepat. Dengan mata berkaca-kaca, aku menjawab bahwa kesimpulannya salah.
"Bukan gitu Mas". Jawabku lirih dan kembali menundukkan kepalaku karena satu tetes air mata yang tiba-tiba jatuh dan aku tidak ingin Mas Fakhri melihatnya.
"Kalau gitu, bilang ke aku. Yakinkan aku kalau kamu mencintaiku Na". Ucapnya yang membuatku kembali mendongak dengan cepat, sebelum ia terlihat terkejut melihat sisa air mata yang sebelumnya aku lupakan.
"Kamu mencintaiku". Lanjutnya sebelum menyodorkan tissue ke arahku dengan senyum dan tatapan hangat yang sejak tadi tidak aku lihat. Dan aku tidak menyangkal ucapannya karena itu memang benar.
"Karena kamu mencintaiku, jadi aku akan meminta sesuatu darimu". Ucapnya yang membuatku menatapnya tanpa berkata apa-apa, hanya menunggunya melanjutkan kalimatnya.
"Na, aku minta ke kamu, mau ya berjuang buatku? Aku minta kamu berjuang untuk mau beradaptasi dengan lingkunganku. Aku minta kamu berjuang untuk selalu mengarahkan aku ke jalan yang benar. Aku minta kamu berjuang untuk menghilangkan segala pikiran negatif kamu. Dan aku minta kamu berjuang untuk tetap mencintaiku dengan segala kelebihan dan kekurangan yang aku punya. Aku minta kamu berjuang untuk dapat menerimaku yang seperti ini. Mau?". Ucapnya yang membuatku kembali berkaca-kaca.
"Kamu mau sabar bantu aku Mas?". Satu pertanyaan akhirnya lolos dari bibirku. Dan dapat ku lihat Mas Fakhri mengangguk mantap dengan senyum yang selalu aku suka.
"Dan kamu tidak masalah dengan segala kekuranganku?". Tanyaku yang kembali membuatnya mengangguk.
"Dan apa kamu siap kalau aku memintamu hanya mencintaiku? Sekarang, besok, tahun depan, dan seterusnya walaupun kamu punya seisi dunia dan bisa mendapatkan ratusan wanita yang lebih dari aku?". Cecarku yang menbuatnya tertawa sebelum mengulurkan tangannya untuk menggenggam tanganku.
"Aku siap, karena aku juga akan melakukan hal yang sama atas kamu. Apa kamu siap kalau mulai saat ini dan selamanya, aku memintamu agar terus mencintaiku? Walaupun orang tertampan, terkaya, ter sholih, dan ter segala-galanya ngejar-ngejar kamu?". Tanyanya yang membuatku mengangguk dengan senyum geli sebelum aku menjawab dengan kalimat yang membuat Mas Fakhri tertawa puas.
"Siap. Karena itu kamu kan yang ngejar-ngejar aku? Jadi kalaupun aku goyah, aku goyahnya dengan satu orang yang sama". Ucapku tersenyum sebelum melepaskan tanganku dari genggamannya untuk memasukkan ponsel ke dalam tas.
"Jangan diulangi. Tiba-tiba lari buat bayar sendiri gitu". Ucapnya sesaat setelah aku membayar batagor kami dan melemparkan pandangan menyuruhnya tidak protes karena ini pertama kalinya aku membayar makanan kami. Bukan apa-apa, hanya lima belas ribu untuk dua porsi batagor disini, tidak sebanding dengan yang sudah Mas Fakhri habiskan untukku.
"Kan sudah aku bilang Mas. Tenang.., besok kalau sudah sah, semuanya pasti aku minta dari kamu". Ucapku yang membuatnya langsung berbinar. Lho kenapa?
"Oke. Minggu depan jadi lamaran resmi ya". Ucapnya sambil merogoh saku celananya dan menyerahkan kotak kecil hitam ke tanganku, membuatku terkejut dan menatapnya menunggu penjelasan. Tapi ia hanya tersenyum dan menyuruhku memasukkannya ke dalam tas.
"Buka di rumah dan aku tidak menerima penolakan". Ucapnya sambil mengarahkan tanganku agar membuka resleting tas dan memasukkannya.
Dengan menahan senyum bahagia sekaligus canggung yang mengiringi langkah kami, senja ditaman kota hari ini menjadi saksi bahwa aku menerima Mas Fakhri yang mampu meyakinkanku untuk mau berjuang demi masa depan kami, atau demi cinta kami. Dan suara deru mobil Mas Fakhri yang kemudian menemani detak jantungku karena lamaran tiba-tiba darinya. Bismilah ya Mas, semoga Allah meridhoi niat baik kita. Aminn
TBC
Aminkan yuk teman teman
Akhirnya diterima sama mbak nana
Thanks sudah mampir ya
Jangan lupa votee
Ditunggu bab selanjutnyaa
Cinta dari, Deean
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa-Mu
Fiksi Umum#1 Dhuha (4 Juni 2020) #3 Fakhri (4 Juni 2020) #6 Sunnah (13 Juni 2020) Klise. Hanya kisah seorang dokter sholeh yang sedang dalam proses mencari pendamping. Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang wanita sholeha seperti sosok yang selalu terucap...