Bab 18. Keluarga Najwa (Fakhri's POV)
Udara sejuk khas Bandung menyapa kami saat memasuki rumah Kak Ajri yang dipenuhi pohon buah di halamannya. Ada beberapa mobil dan motor yang memenuhi halaman rumah sehingga mobilku tadi menumpang parkir di lahan kosong samping rumah Kak Ajri.
"Wah Tante Nanaaa. Lilis rindu sekaliii". Sapa seorang gadis berusia sekitar 10 tahun yang langsung berlari memeluk Nana.
"Tante juga, kok kamu cepat sekali jadi remaja gini Lis, kemarin perasaan Tante masih ngejar kamu yang lari-larian keliling pohon". Balas Nana yang dibalas Lilis dengan cengiran sebelum ia melotot saat melihatku.
"Yaampun tante sama siapa ini?". Pekik Lilis langsung menghampiriku dan mengulurkan tangannya untuk salim denganku.
"Hus Lilis, kenalkan ini teman Tante Nana, namanya Om Fakhri. Mas ini ponakanku, cucu pertama dari Kakaknya Bapak". Ucap Nana memperkenalkanku dan Lilis, dan akupun mengangguk paham.
"Teman tapi menikah tan?". Goda Lilis sambil mencolek lengan Nana yang dibalas dengan geplakan pelan dari Nana untuk Lilis.
"Omaaa...lihat Ma, Tante Nana sudah bawa calon. Jadi Oma harus stop menjodohkan Tante Na sama Pak camat". Ucap Lilis saat kami memasuki rumah Kak Ajri. Dan diruang keluarga langsung nampak banyak sekali orang. Wow, kok jadi agak grogi ya. Btw apa tadi? Menjodohkan Nana dengan Pak Camat?
"Sini Ri...duduk sini". Ucap Ibu Nana sambil menuntunku ke salah satu kursi yang tadi diduduki beliau.
"Ibu saja yang duduk". Tolakku karena memang sudah tidak tersedia kursi diruangan ini.
"Ibu mau ke belakang. Nana kenalkan Pakde, Budhe, Om, dan Tante kamu". Titah Ibu yang langsung dibalas Nana dengan senyuman dan anggukan setelah tadi kami menyalami semua orang di sini.
"Semuanyaa, ini Mas Fakhri, teman....dekat Nana". Ucap Nana sambil memegang lenganku lembut. Kemudian aku mengangguk untuk menyapa keluarga besar Nana ini. Tentu saja dengan senyum cerah karena diperkenalkan sebagai teman dekat.
"Mas, ini Budhe Asri dan Pakdhe Kinan Kakak keduanya Bapak, ini......". Jelas Nana memperkenalkan semua anggota keluarganya yang aku sama sekali tidak ingat setelahnya. Yang aku tangkap hanya bahwa Ibu Nana adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara. Dan hari ini yang berkumpul disini ada 3 orang, lengkap dengan pasangannya dan beberapa anak, serta cucu masing-masing. Sangat luar biasa. Sampai aku rasanya agak pusing karena susah payah mengingat beberapa nama dan wajah baru.
"Jadi Nak Fakhri kerja dimana?". Tanya Budhe Asri setelah kami lumayan lama mengobrol santai. Tipikal Budhe yang agak menyebalkan kalau mendengar cerita Nana tadi selama perjalanan menuju Bandung.
"Di Rumah Sakit, Budhe". Jawabku singkat. Takut salah ucap karena ini kan sedang dalam mode siaga.
"Ooh, dokter ya? Jadi kamu sudah memutuskan untuk memilih dokter daripada camat Na? Sama-sama luar biasa kok profesinya. Pak camat Arman juga tidak kalah ganteng". Ucap Budhe Asri sambil melirik sinis Nana. Lho ada apa sih antara Nana, Budhe Asri, dan Pak Camat ? Kenapa sepertinya Budhe Asri sangat gencar ingin menjodohkan Nana dengan Pak Camat? Sepertinya aku perlu penjelasan dari Nana setelah ini.
"Nana memilih Mas Fakhri Budhe, bukan profesi apa yang dipunya. Nana memilih calon suami berdasarkan akhlak. Dan apapun profesinya, asal itu Mas Fakhri, maka dia akan menjadi pilihan Nana". Jawab Nana dengan nada yang lumayan sinis juga. Lho Nana bisa juga begitu ternyata, tapi bagaimanapun itu, perutku tiba-tiba mulas saking bahagianya di gombali Nana seperti itu, sampai rasanya aku sangat kesusahan untuk menahan senyum.
"Tapi tadi Budhe sudah mengundang Pak Camat Arman untuk menemuimu disini. Dia sudah suka kamu sejak dulu lho Na". Ucap Budhe Asri masih belum menyerah. Dan apa tadi? Pak camat mau kesini?.
"Dia juga suka Layla, suka Nadia, suka Tika, suka Lusi, dan suka semua gadis di seluruh kecamatan". Balas Nana yang sekarang nada bicaranya sudah mulai santai. Sembari mengangsurkan minum untukku, ia mengisyaratkan tatapan minta maaf kepadaku yang aku balas dengan anggukan dan senyum lembut menandakan 'tidak apa-apa'.
"Dan nanti Budhe saja yang menemui pak camat kalau beliau ke sini, kan Budhe yang mengundang". Ucap Nana yang membuat anggota keluarga lain tertawa bersamaan.
"Jadi kalian sudah ada rencana menikah?". Tanya Pakdhe Toni-Kakak pertama Ibu Nana- yang menurut cerita Nana tadi, beliau adalah orang paling santai dan menyenangkan.
"InsyaAllah secepatnya Pakdhe. Doakan ya, semoga dapat terlaksana tahun ini". Jawabku sambil melemparkan senyum jahil kearah Nana yang agak terkejut dengan ucapanku.
"Sudah dikenalkan dengan orang tua masing-masing?". Tanya Budhe Toni dengan suara yang sangat lembut. Benar kata Nana, Toni couple adalah pasangan yang sangat menyenangkan.
"Alhamdulilah sudah Budhe, rencananya sepulang Ibu dan Bapak dari Bandung, kami akan makan malam keluarga bersama, satu langkah sebelum lamaran resmi". Jawabku mantap dan malah membuat Nana tersedak karena barusan sedang meminum teh saat aku mengatakannya.
"Wah, semoga dilancarkan ya. Kami semua hanya bisa membatu do'a". Balas Budhe Toni, kemudian kami semua lanjut membicarakan banyak hal hingga Nana teringat tujuan kami kesini.
"Budhe, Pakdhe, Nana dan Mas Fakhri mau jenguk Layla dulu ya". Pamit Nana dan langsung disetujui semua orang disini. Kemudian ia langsung mengajakku untuk cuci tangan di halaman belakang sebelum menemui keponakannya.
"Maaf ya Mas, Budhe Asri menyebalkan sekali kan ?". Ucap Nana saat kami sedang mengeringkan tangan dengan tissue yang tadi diambil Nana dari meja makan.
"Jadi, ada apa antara kamu, Budhe Asri, dan Pak Camat kebanggaan itu?". Tanyaku dengan sorot menghakimi yang ku tujukan untuk Nana.
"Singkatnya, Budhe Asri itu fansnya Pak Arman, dan aku hatersnya dia". Jawab Nana yang langsung membuatku tertawa.
"Tapi aku penasaran, pengen dengar kisah lengkapnya". Ucapku saat kami kembali memasuki rumah dan menuju ke salah satu kamar. Sepertinya kamar Layla dan bayinya.
"Aduh kapan-kapan deh Mas. Topik itu tidak ada pentingnya sama sekali". Jawab Nana malas, dan aku tidak tahan untuk mengusap puncak kepalanya gemas.
Tok tok tok
"Mbak Lala, sedang tidak menyusui kan?". Tanya Nana setelah mengetuk pintu kamar Layla.
"Kamu sendiri? Masuk aja Na". Sahut Layla dari dalam.
"Sama Mas Fakhri aku Mbak". Balas Nana sambil memainkan gantungan didepan pintu kamar.
"Oh tunggu sebentar ya". Ucap Layla kemudian.
"Tunggu ya, masih menyusui sepertinya". Jelas Nana kepadaku, dan aku hanya mengangguk, kemudian teringat bahwa hadiah dari kami masih didalam mobil. Jadi, aku dan Nana memutuskan untuk mengambilnya terlebih dahulu.
Sekembalinya kami mengambil hadiah, Nana kembali memastikan bahwa Layla sudah selesai menyusui, sehingga kami langsung masuk dan menemukan bayi mungil yang terlelap dalam box bayi disamping ranjang."Wah selera Nana luar biasa sekali. Salam kenal Mas Fakhri, saya Layla istrinya Mas Ajri, panggil saya Mbak Lala saja karena saya calon Kakak ipar kamu". Sapa Layla menangkupkan kedua tangannya di dada, dan aku membalas dengan hal yang sama.
"Selamat atas kelahiran bayinya Mbak. Cantik sekali seperti Tantenya". Gurauku yang langsung membuat Layla dan Nana berekspresi geli secara bersamaan.
"Pantas saja berhasil dapatin kamu ya Na. Model begini rayuannya". Ucap Layla dengan tawa gelinya, yang dibalas Nana dengan geplakan pelan di paha. Satu fakta baru terungkap bahwa Nana ternyata berpotensi melakukan kekerasan dengan orang terdekat. Wkwk
TBC
Thanks udah mampir ya
Jangan lupa vote nyaa
Ditunggu bab selanjutnya
Cinta dari, deean
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa-Mu
Ficción General#1 Dhuha (4 Juni 2020) #3 Fakhri (4 Juni 2020) #6 Sunnah (13 Juni 2020) Klise. Hanya kisah seorang dokter sholeh yang sedang dalam proses mencari pendamping. Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang wanita sholeha seperti sosok yang selalu terucap...