Bagian 1 - Keluarga sambungku (Fakhri POV)
Dulu namaku hanya Fakhri, aku tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil bersama Ibu dan Bapakku. Keluargaku tidak harmonis, Bapakku suka bermain judi dan minum minuman keras, Ibuku selalu marah setiap kali pulang kerja sebagai buruh cuci karena selalu mendapati suaminya dalam kondisi mabuk parah. Dan aku? Hanya diam di dalam kamar, berusaha belajar atau hanya sekedar membaca tanpa ada yang terekam baik didalam otakku. Aku yang saat itu masih 10 tahun harus di hadapkan dengan pertengkaran Ibu dan Bapakku setiap harinya. Kadang piring, gelas, panci, bahkan ember melayang menimpuk Bapakku yang sepertinya tidak pernah merasakan sakit karena efek dari mabuknya. Ibu marah, berteriak memaki Bapak dengan emosi yang sangat mengerikan. Bagaimana tidak? Ibu yang setiap hari bekerja selalu kehilangan uang nya karena di rampas paksa oleh Bapak. Aku juga pernah melihat saat Ibu berusaha menyembunyikan uang nya, beliau malah dipukul oleh Bapak. Dan saat itu, untuk pertama kalinya aku hadir dalam pertengkaran mereka, keluar dari kamar dan langsung mendorong Bapak sekuat tenaga agar beliau bisa ku keluarkan dari rumah kecil ini. Buru-buru aku mengunci pintu dan menutup semua jendela, sebelum aku menghampiri Ibu dan memeluknya yang saat itu terus menangis. Saat itu aku juga menangis, tapi aku lebih kepada marah dengan sikap keterlaluan Bapak. Semoga Allah mangampuni segala dosa beliau, itulah yang aku ucap di dalam hati dibalik segala kemarahan yang ada.
Hari selanjutnya, Bapak sudah tidak pernah lagi kembali ke rumah. Aku tidak peduli beliau pergi kemana, yang terpenting sekarang Ibu tidak lagi mendapat perlakuan semena-mena dari suaminya sendiri. Hidup kami normal, kami bisa makan dan membayar biaya sekolahku dengan uang hasil kerja Ibu.
Sampai suatu hari saat aku sedang membantu Ibu membuat kue ulang tahun pesanan tetangga, ada orang menggedor pintu rumah kontrakan kami dengan begitu keras. Aku menatap Ibu kebingunan dan dapat ku lihat kalau saat itu Ibu panik luar biasa. Mukanya langsung pucat, tangannya bergetar, dan keringat muncul di dahinya. Beliau menggenggam tanganku erat sambil melihat ke arah pintu tanpa berniat membukanya. Tak lama pintu terbuka, rusak karena di tendang oleh dua orang tinggi besar yang langsung menghampiri kami di pinggir meja dapur. Ibu semakin mengeratkan genggamannya padaku bahkan sudah memelukku, dan kurasakan bahuku dingin, basah karena sesuatu. Ibu menangis dan membisikkan sesuatu padaku sambil memberi tanda 'tunggu' untuk kedua preman tersebut.
"Anakku..Fakhri, Bapakmu punya hutang yang sangat banyak pada mereka. Ibu tidak mungkin sanggup membayarnya walau Ibu terus bekerja seumur hidup Ibu. Sebenarnya Bapakmu itu menjual kamu untuk para rentenir itu, kamulah yang di jadikan jaminan Nak..". Ucap Ibu dengan suara yang amat lirih. Aku membeku, 'jadi mereka datang menjemputku?'.batinku berkicau.
"Kemarin saat kamu masih di sekolah, mereka sudah datang menjemputmu dan menjelaskan semuanya. Ibu tidak bisa apa-apa Nak. Maka Ibu lah yang sekarang harus ikut mereka. Masa depanmu masih begitu cerah Anakku, biarkan Ibu yang menanggung perbuatan Bapakmu". Lanjut Ibu dengan suara yang semakin lirih, menyadari semua yang akan terjadi,akupun menangis kencang dan langsung melepaskan pelukannya, berlari menuju dua preman itu untuk memukulnya sebisaku.
"Yang berhutang pada kalian itu Bapakku maka kalian carilah Bapakku". Ucapku sambil terus menangis dan memukuli mereka.
"Hei bocah kecil, bapakmu sudah mati, kami tidak mau mencarinya ke neraka". Ucap salah satu preman dengan tatto di sepanjang lengannya. Sejenak aku tertegun, tapi aku tak peduli. Ku dorong dia sekuat tenaga agar bisa ku keluarkan dari rumahku. Dia menurut, bahkan tidak ada perlawanan sedikit pun. Baru setelah itu, aku menyadari bahwa Ibuku sudah dibawa keluar oleh preman yang satunya. Akupun berlari menuju Ibuku yaang sudah hampir didorong masuk ke dalam mobil jeep.
"Ibuuu..jangan ikut mereka. Yang hutang itu Bapak, Ibu tidak perlu berkorban seperti ini". Teriakku memeluk Ibu erat sambil menangis tersedu-sedu.
"Setelah ini kamu temui Kang Pram di bar tempatnya bekerja. Ibu harus pergi nak, dan kamu harus ingat, dimanapun Ibu berada, Ibu selalu berdo'a yang terbaik untukmu. Jadilah putra Ibu yang sholeh, kejar cita-citamu , dan jadilah orang sukses. Ibu sangat menyayangimu Nak..semoga Allah mempertemukan kita walau nanti di syurga-Nya". Ucap Ibu sambil memeluk dan menciumi keningku. Setelah itu, Ibu benar-benar dibawa preman itu. Entah kemana, tapi aku berdo'a semoga Ibu berada di tempat yang aman dibawah lindungan Allah. Sambil masih terus menangis akupun berlari menuju tempat Kang Pram bekerja disebuah bar di ujung jalan. Namun sesampainya di sana, aku melihat banyak polisi yang menggelandang semua orang dari dalam bar untuk dibawa ke kantor polisi. Saat aku bertanya kepada orang yang juga sedang menyaksikan peringkusan itu, beliau menjawab :
"Ada razia narkoba". Dan saat itu aku lemas seketika. Kang Pram adalah pengguna narkoba dan itu berarti sudah tidak ada lagi yang bisa aku minta pertolongan.
Saat itu,Fakhri 10 tahun hanya bisa duduk di trotoar pinggir bar sambil menyembunyikan wajahnya pada lipatan lengan yang dipangku diatas lutut. Aku menangis sampai air mataku terasa kering. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ibuku di bawa kabur preman, bapakku meninggal, dan pak lik ku di ringkus kepolisian.
'Yaallah cobaan apa yang sedang Engkau berikan kepada bocah ingusan ini?'. Tanyaku dalam hati.
Aku tidak tahu saat itu pukul berapa, hanya saja sudah tidak ada satupun orang yang berada disana kecuali aku. Sampai pada saat ada mobil hitam dengan lampu menyorot kearahku dan berhenti beberapa langkah dari posisi dudukku. Aku mendongak, lalu samar kulihat seorang pria dan wanita berpakaian rapi menghampiriku. Sang wanita bertanya dengan nada keibuannya.
"Nak,kenapa malam-malam kamu disini sendiri? Menangis seperti ini. Dimana orang tua mu?". Tanya nya begitu lembut ditelingaku. Dengan terbata-bata akupun menceritakan semua kejadian yang menimpaku. Setelah mendengar ceritaku, aku merasakan wanita itu memelukku dengan isak tangis yang juga dapat kudengar dengan jelas, sedang sang pria mengelus rambutku. Aku diam saja, sampai sang pria berkata :
"Ikutlah dengan kami Nak, siapa namamu?". Suaranya sangat tegas namun terkesan lembut.
"Fakhri,nama saya Fakhri". Ucapku lirih.
"Mulai sekarang, namamu adalah Fakhri Ar-Rasyid. Jadilah putra kami,Nak..". Ucap sang pria yang di angguki sang wanita dengan antusias.
Malam itu aku ikut bersama mereka. Menaiki mobil mewah dan tinggal di sebuah rumah yang juga sangat mewah, sebagai anak mereka, anak sambung mereka.
Dan malam itu juga, aku tidak berhenti berterimakasih kepada Allah atas segala pertolongan-Nya.
Cinta dari,Deean😉
Nemu di google nih kecilnya bang fakhri..wkwk
Mulmed, gambar from google
Edit+puisi by DeeanVote nya guys..makasih udah mampir :-*
Cinta dari,Deean😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa-Mu
Ficción General#1 Dhuha (4 Juni 2020) #3 Fakhri (4 Juni 2020) #6 Sunnah (13 Juni 2020) Klise. Hanya kisah seorang dokter sholeh yang sedang dalam proses mencari pendamping. Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang wanita sholeha seperti sosok yang selalu terucap...