9. Mau Nikah Kapan ?

34 3 0
                                    

Bab 9. Mau Nikah Kapan ? (Fakhri POV)

Setelah tadi menyempatkan untuk membeli kue brownies dan madu murni untuk calom mertua, akhirnya akupun memarkirkan mobil didepan rumah luas bergaya joglo dengan taman penuh bunga disampingnya. Sangat tipikal rumah gadis manis seperti Najwa.

“Ayo Mas, rumahku”. Ajak Najwa setelah Ia melepas sabuk pengaman dan hendak membuka pintu sebelum aku mengatakan kalimat yang sejak tadi berusaha kutahan.

“Sebentar Najwa,”. Cegahku yang membuatnya urung membuka pintu dan beralih menatapku.

“Seandainya, Bapak dan Ibu tidak menyukaiku, kamu harus mau memperjuangkan kita ya”. Ucapku menatapnya serius, dan dia malah tertawa mendengarnya.

“Ya Allah Mas, tadi siapa yang bilang ngga boleh mikirin hal yang mustahil ?”. Tanyanya menatapku lembut dan aku langsung tersenyum melihat responnya.

“Ibu dan Bapak pasti menyukai kamu, sama seperti aku, tenang aja Mas”. Lanjutnya sebelum membuka pintu dan mengajakku keluar dari mobil. Bismilah semoga dilancarkan.

###

Pertemuan dengan calon mertua yang mulanya aku kira akan sangat menegangkan, hilang begitu saja saat Bapak Najwa menyambutku dengan hangat. Beliau sudah lumayan berumur dengan rambut yang sudah mulai memutih, tetapi cara beliau berbicara dan gaya santainya sangat mencairkan suasana. Dan kemudian aku mengetahui mengapa beliau bisa berkomunikasi dengan baik seperti ini adalah karena beliau mantan guru olahraga SMA yang terbiasa bergaul dengan para murid yang biasanya sedang mode terbandel di usianya. Sedangkan kesan pertama saat aku melihat Ibu Najwa adalah aku langsung mengetahui bagaimana gambaran Najwa 30 tahun yang akan datang. Beliau sangat lembut seperti Najwa, penuh kehangatan dan aura keibuan muncul kuat dalam dirinya. Dan setelah berkenalan singkat dengan Ibu, akhirnya aku hanya ditinggalkan berdua dengan Bapak sedangkan Ibu mengajak Najwa untuk membantu memasak didapur.

“Bapak sudah banyak mendengar cerita tentang kamu dari Nana. Dokter yang bekerja di rumah sakit milik keluarga. Kamu terlalu hebat untuk keluarga kami yang biasa ini Nak. Nana hanya guru PNS, Bapak hanya pensiunan, dan Ibu hanya bisnis catering kecil-kecilan. Apa itu tidak masalah ? Kami hanya tidak mau kamu terbebani dengan kondisi kami yang sangat jauh berbeda dibanding keluargamu Nak”. Ucap Bapak mulai serius setelah dari tadi kami hanya mengobrol ringan. Dan aku langsung tidak menyukai topik ini. Kenapa status sosial selalu diperbincangkan seperti ini ?

“Tadi Nana juga mengatakan hal yang sama Pak... Dan saya sangat sedih apabila permasalahan sepele seperti ini menghalangi niat baik kami”. Jawabku dengan tulus, dan kulihat Bapak mengangguk kemudian tersenyum menatapku.

“Kamu mau tahu apa jawaban Nana saat kemarin Bapak suruh dia menjauh darimu karena perbedaan tersebut ?”. Tanya Bapak masih dengan senyum penuh arti yang berhasil membuatku penasaran bukan main. Apa jawaban Najwa ? Apakah Ia langsung menyerah tanpa keinginan untuk memperjuangkan aku ?

“Dia tetap bersedia menuruti perintah Bapak untuk menjauhimu”. Ucap Bapak yang langsung membuatku lemas dengan rasa sakit yang muncul begitu saja.

“Dan setelahnya dia menangis sambil memeluk Ibunya. Lalu Bapak dengar dia bilang : kenapa Mas Fakhri harus dokter yang punya rumah sakit sendiri Bu? Kenapa Mas Fakhri bukan guru olahraga saja seperti Bapak? Dan kenapa Nana sedih sekali mau menjauhi Mas Fakhri?”. Lanjut Bapak yang sukses membuatku menatap beliau tanpa berkedip, dengan degupan jantung yang tiba-tiba begitu cepat.

“Lalu Ibu hanya menjawab, tanyalah kepada Allah Nak, Allah Maha tahu semua yang terbaik untuk hamba-Nya. Dan ternyata setelah itu Nana tidak menjauhimu karena sekarang kamu dihadapan Bapak”. Ucap Bapak terkekeh pelan, dan senyumku semakin lebar mendengar cerita Beliau.

“Dan kamu tahu apa artinya ?”. Tanya Bapak tidak kunjung melanjutkan ucapannya, dan itu berarti Beliau menunggu jawabanku.

“Saya harus bertanggungjawab karena Nana telah melanggar perintah Bapak demi keinginannya yang tetap sesuai dengan petunjuk Allah”. Jawabku mantap, dan beliau mengangguk mendengarnya.

“Bapak akan menyerahkan lahir batin Nana untukmu setelah kalian menikah nanti. Sekarang, Bapak hanya memintamu menjaga Nana agar tetap menjadi putri Bapak sampai hari itu tiba”. Ucap Bapak dengan suara yang agak berat, dan aku mengangguk mendengar perintah beliau.

“Fakhri pasti menjaga Nana Pak, terimakasih atas kepercayaan Bapak untuk kami, kami mohon do’a restu dari Bapak”. Ucapku dan kemudian beliau mengangguk lalu menepuk pundakku sebelum pamit untuk memanggil Nana di dapur.

###

Tak berselang lama, Nana muncul dengan baju yang sudah berganti menjadi gamis abu-abu dan kerudung instan berwarna hitam. Dia tetap terlihat indah walau hanya terpoles riasan natural dan lipstik baby pink yang begitu pas di bibirnya . Setelah menyuruhku menunaikan sholat ashar, akhirnya kamipun memutuskan untuk mengobrol di teras rumah Najwa, dengan Ibu dan Bapak yang menonton televisi di ruang keluarga.

“Kamu ngga mau tanya aku membicarakan hal apa saja dengan Bapak ?”. Tanyaku saat Najwa hanya sesekali tersenyum tanpa membuka obrolan apapun.

“Bapak sudah kasih tahu tadi”. Jawabnya kembali tersenyum kearahku, dan aku malah ingin menggodanya.

“Termasuk yang Bapak cerita ke aku kalau kamu nangisin aku dipangkuan Ibu?”. Tanyaku yang sukses membuat Najwa menoleh cepat kearahku, tanpa senyum, tanpa kedip, dan dengan kedua pipi merona yang langsung membuat tawaku pecah seketika.

“Jadi, mau nikah kapan Na ?”. Tanyaku saat tawaku sudah mereda dan Najwa yang barusan memalingkan muka langsung menatapku terkejut. Namun sedetik kemudian, senyum jahil muncul di bibirnya.

“Lima tahun lagi ya Mas”. Jawabnya dengan senyum sumringah yang malah membuatku langsung blingsatan tidak terima dengan ucapannya. Mana bisa aku menahan sampai 5 tahun kedepan, bisa-bisa aku nekat melanggar perintah Bapak untuk menjaga Najwa. Astaghfirullah.

“Astaghfirullah Najwa, kamu lebih senang menabung dosa daripada beribadah bersama ?”. Balasku dengan ekspresi sok terkejut yang dibalas Nana dengan gelengan cepat. Hahaha, kena kamu Na.

“Aku ngikut kamu lah Mas siapnya kapan”. Jawabnya dengan nada judes yang sangat tidak cocok dengannya.

“Sekarang juga siap, mau ?”. Balasku dengan kekehan geli yang sejak tadi terlontar.

“Jangan lupa ya Mas kita belum dapat restu dari orang tua kamu”. Ucapnya memicing kearahku dan aku balas menatapnya lembut.

“Ada banyak hal yang akan kamu tahu tentangku besok. Siap-siap ya, kamu pasti bakal banyak terkejut, tapi bagaimanapun aku, kamu harus tetap menikah denganku ya Na”. Ucapku dengan serius dan aku tidak menyangka bahwa Nana kemudian mengangguk mantap tanpa bertanya lebih lanjut.

Sejujurnya, aku takut memikirkan besok Nana akan bertemu Ayah dan Ibu, bukan pertemuannya yang aku khawatirkan, tapi tentang Ibu yang akan aku mintai tolong untuk menjelaskan asal-usulku yang sebenarnya. Semoga Nana tetap dapat menerimaku sepenuh hati setelah mengetahui semuanya ya.

TBC
Thanks sudah mampir
Ditunggu bab selanjutnya ya
Cinta dari, Deean

Kuasa-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang