Bab 7. Kencan Pertama (Fakhri POV)
Hari Jumat adalah hari kerja tersantai dalam satu minggu jadwal padatku, karena aku memang hanya mengecek pasien yang sudah dirawat sehingga sebelum pukul 11 aku pasti sudah berada dirumah Ibu.
Seperti hari jumat pada umumnya, dimana kami, para lelaki menunaikan ibadah sholat jumat bersama di masjid. Berbondong-bondong berjalan kaki menuju masjid, dengan sajadah tersampir pada pundak, baju koko yang bersih dan wangi, sarung yang terpasang rapi, peci yang di tenteng karena rambut masih basah melengkapi penampilan kami. Hari ini, aku menunaikan sholat jumat di masjid kompleks perumahan Ibu bersama Pak Min, tukang kebun sekaligus supir untuk Ibu, Safa, dan Akbar. Pak Min ini suaminya Mbok Karmila, jadi beliau sudah cukup berumur karena cucu nya pun sudah 7. Tapi semangat kerja nya sangat patut di acungi jempol. Jika kalian bertanya dimana Ayah dan Akbar, maka jawabannya adalah Ayah menunaikan sholat jumat di masjid area kantor travel umrahnya, sedangkan Akbar di masjid sekolahnya karena setelah jumatan pun masih ada beberapa jam pelajaran. Kasian ya siswa jaman sekarang. Hehe.
Sesampainya di rumah, menu makan siang sudah tersaji di meja makan. Sayur sop+bakso, tempe goreng krispi, dan ayam kecap menjadi santapanku siang ini. Setelah melepas peci dan meletakkan sajadahku di ruang sholat, akupun memanggil Pak Min dan Mbok Karmila untuk makan bersama. Dan saat itu, kami bertiga makan bersama dengan Mbok Karmila yang terus flashback tentang rasanya baru kemarin beliau membantuku menuangkan nasi ke piring saat hendak makan, karena Fakhri yang baru datang di rumah ini masih kecil dan belum sampai untuk mengambil nasi sendiri. Beliau bahkan menitikkan air mata, yang kubalas dengan rangkulan hangat di pundaknya. Saat aku sedang membantu Mbok Karmila membereskan meja makan, terdengar dering ponselku dari ruang tv yang langsung membuat beliau menyuruhku berhenti membantu dan segera angkat telepon. Akupun menuruti, dan setelah ku raih ponselku yang tergeletak di sofa, tertera nama Najwa di sana, Najwa meneleponku.
"Hallo assalamualaikum calon istriku". Sapaku dengan senyum sumringah yang begitu kentara, membuat Mbok Karmila yang menoleh ke arahku mencibir pelan dan aku terkekeh karenanya.
"Waalaikumsalam.., mas sudah selesai jumatan?". Balas Nana seperti biasa, tidak memprotes panggilan dariku.
"Sudah, kamu sudah makan siang?". Tanyaku sambil menarik kembali kursi makan yang tadi sudah aku rapikan.
"Ini masih nunggu makanan di kantin, ohiya Mas, besok jadi mau ditemani ke panti asuhan?". Tanyanya yang langsung ku jawab dengan cepat. Jangan sampai Nana membatalkan bertemu ya Allah. Sudah kangen lah aku.
"Iya jadi, kenapa? Ada acara mendadak ya?". Tanyaku dengan nada kecewa yang membuatnya terkekeh pelan.
"Engga kok, cuma mau pastikan. Soalnya barusan ada yang tanya jadwalku besok Mas". Jawabnya yang malah membuatku penasaran. Siapa yang mau ajak Nana pergi besok?
"Siapa? Mau ajak kemana?". Tanyaku dengan nada posesif yang semoga tidak disadarinya. Malu-maluin kamu Ri, cemburuan macam bocah ABG labil duh.
"Ya ampun Mas, Sinta temanku kok yang tadinya mau minta temani belanja keperluan lamaran. Tenang aja, bukan sainganmu Mas". Jawabnya sambil terkekeh geli, dan aku merasa sangat lega mendengarnya.
"Jadi gimana, kamu pilih aku atau Sinta?". Tanyaku dengan nada yang sudah terdengar normal, dengan senyum yang terukir begitu saja.
"Kalau mau pilih Sinta boleh?". Tanya Nana dengan nada jahil. Dan aku tertawa mendengarnya.
"Kamu kan bukan Rama, jadi harus pilih aku". Jawabku asal dan aku mendengar dia tertawa pelan.
"Aturan dari mana begitu, btw kamu lagi dimana Mas?". Ya ampun aku meleleh cuma ditanya seperti itu. Akhirnya ada yang peduli dengan keberadaanku kecuali Ibu dan ayah.
Dan obrolan kami berlanjut hingga lima menit selanjutnya. Membahas hal random yang selalu berhasil membuatku tersenyum. Kemudian Nana harus mematikan sambungan karena makanan yang Ia pesan sudah diantarkan."Mas Fakhri sudah punya calon istri? Kok belum dikenalkan ke Ibu dan Bapak? ". Tanya Mbok Karmila yang sekarang sedang mengelap piring.
"Sudah Mbok, doakan ya. Secepatnya pasti Fakhri ajak kesini. Belum ada waktu. Kami masih sama-sama sibuk". Jawabku sambil berjalan ke arah kulkas, mengambil botol air dingin dan menuangkannya di gelas.
"Mbok sudah ngga sabar, pengen ceritain keburukannya Mas". Ucap Mbok Karmila yang langsung membuatku tertawa.
Malamnya, aku pulang dari rumah Ibu sekitar pukul 22.00 dan sempat bercerita singkat tentang Nana yang langsung direspon antusias oleh Ibu dan adik-adik. Bahkan Safa sampai berseru dengan begitu keras kalau dulu dia sempat ingin menjodohkanku dan Nana tetapi gagal karena adanya rumor kedekatan Nana dan guru olahraga. Dan aku jadi penasaran dengan kisah mereka yang sampai trending di sekolah.
Keesokan harinya, aku menjemput Nana sekitar pukul 09.00 didepan minimarket komplek perumahannya. Aku sempat menolak untuk menjemput disana karena kesannya kurang etis dan aku ingin bertemu dengan kedua orang tua Nana. Tapi Nana mengatakan bahwa kedua orang tuanya sedang berada di Bandung menjenguk Kakak iparnya yang sedang hamil besar, dan dia berkata tidak enak dengan tetangga kalau menerima tamu lelaki disaat tidak ada siapa-siapa dirumahnya. My goodgirl Najwa.
Sebelum berangkat menuju panti asuhan, aku membeli beberapa bingkisan untuk anak-anak panti, kemudian mengambil makanan di catering yang sudah aku pesan kemarin. Setelah itu, aku melajukan mobil ke panti asuhan yang jaraknya sekitar 40 menit dari sini. Di sela perjalanan kami, aku sempat melihat beberapa kali Najwa menahan senyum saat mencuri pandang kearahku. Dan dengan rasa penasaran yang sudah diambang batas, akhirnya akupun bertanya padanya.
"Kenapa dari tadi senyum begitu?". Tanyaku sambil sesekali melirik Nana yang kemudian melihat kearahku, masih dengan senyum malu-malu yang berhasil membuatku agak dag dig dug.
"Suka sama Mas". Jawabnya dengan pipi memerah dan menatapku hangat. Dan sekarang jantungku benar-benar berdebar. Bagaimana bisa seorang gadis mengatakan satu kalimat yang terdengar begitu indah?
"Mas-mas yang tadi di parkiran catering?". Balasku menggodanya, sebenarnya jawaban asalku ini hanya untuk meredakan debaran dadaku. Tapi justru jawaban Najwa setelahnya malah membuatku semakin tidak karuan.
"Suka sama mas-mas yang kemarin bilang mau kenal aku lebih jauh". Jawabnya sambil menatapku geli. Dan aku terkekeh mendengarnya.
"Siapa namanya?". Tanyaku kembali menggodanya.
"Kalau aku bilang lupa, Mas ngga apa-apa?". Jawabnya balik menggodaku. Rasain kan kamu Ri.
"Jangan pernah berani lupain aku ya". Balasku memicing ke arahnya, dan aku tidak menyangka dengan respon yang kemudian aku dapat darinya. Dia mengangguk, tersenyum, dan aku semakin ingin segera menghalalkan gadis polos apa adanya ini setelah Ia menjawab
"Mana mau aku lupain lelaki soleh seperti kamu Mas. Besok harus bimbing aku supaya jadi istri soleha idamanmu ya Mas". Ucapnya yang sukses membuatku jauh lebih menyukai gadis ini. Najwa yang selalu mengatakan hal yang menyenangkan, hal yang selalu berhasil membuatku merasa hebat dan bersyukur.
Sumpah demi apapun ya, aku ingin mencium keningnya dan mengatakan 'aku mencintaimu Najwa' tapi aku sadar semua itu hanya boleh dilakukan kalau aku sudah berjanji dihadapan Ayahnya dengan izin Allah SWT.
TBC
Haii gaisss apa kabarrr
Lama tak berjumpaaa
Adakah yang rindu Mas Fakri dan Mbak Nana?
Maaf baru bisa up, kemarin sibuk sama kuliah semester awall huhu
Sekarang punya ide nulis, soalnya kuliah online karena adanya covid-19
Percaya atau engga, aku selalu semangat nulis kalau lagi dirumah.
Dikosan banyak waktu luang tapi ngga pernah bisa dapet feel gara-gara full wifi jadi yutupan muluu
Vote ya, insyaAllah bakalan sering up
Thanks sudah mampirrr
Cinta dari, Deean
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa-Mu
Genel Kurgu#1 Dhuha (4 Juni 2020) #3 Fakhri (4 Juni 2020) #6 Sunnah (13 Juni 2020) Klise. Hanya kisah seorang dokter sholeh yang sedang dalam proses mencari pendamping. Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang wanita sholeha seperti sosok yang selalu terucap...