21. Rindu

21 1 0
                                    

Bab 21. Rindu (Fakhri's POV)

Kemarin kami sampai di Jakarta sekitar pukul 15.00. Setelah mengantar Nana, Ibu, dan Bapak sampai di rumah, aku memutuskan untuk langsung pulang karena perjalanan jauh memang agak melelahkan. Keesokan harinya, aku maupun Nana kembali pada rutinitas pekerjaan kami. Dan betapa sedihnya aku karena akhir pekan ini kami tidak bisa kencan seperti biasa. Hal ini karena Nana yang sibuk mempersiapkan ujian tengah semester dan aku yang harus mengikuti seminar di Yogyakarta selama 2 hari di akhir pekan ini. Sehingga kami hanya berkomunikasi melalui telepon ataupun whatsapp.

Hari ini adalah hari Sabtu, jam tanganku menunjukkan pukul 20.45 saat aku masih menunggu lift terbuka untuk menuju unit hotel penginapanku setelah seharian menjalani rangkaian acara sebelum seminar inti besok pagi . Setengah jam kemudian, aku baru saja selesai mandi dan sholat isya saat ponselku berdering lama. Nama Najwa muncul disana, dan aku tidak bisa untuk tidak tersenyum saat menerima panggilannya.

"Hallo assalamualaikum sayang". Sapaku riang yang malah dibalas Nana dengan dengusan geli.

"Waalaikumsalam, Hi Mas, capek hari ini?". Tanyanya dengan suara yang terdengar sangat menyenangkan. Duh wanita lembut ini sungguh ya.

"Iya tadi capek, sekarang rindu". Balasku yang membuat Nana tertawa di ujung sana.

"Aku juga". Ucapnya dengan suara yang terdengar lebih lirih tapi tetap ada nada riang didalamnya.

"Juga apa?". Pancingku menggodanya.

"Aku juga capek hari ini.... dan rindu kamu juga". Jawabnya yang membuat senyumku otomatis terukir.

"Senin aku jemput ke sekolah ya". Ucapku sambil mengambil posisi nyaman bersandar di kepala ranjang hotel bintang lima ini.

"Boleh, jadi minggu depan kita ketemu dua kali?". Tanyanya kemudiam disusul dengan suara gemerisik pelan.

"Iya, Sabtu malamnya ajak Ibu dan Bapak makan malam dirumahku bisa?". Tanyaku yang kemudian menghentikan suara gemerisik di ujung sana.

"Makan malam keluarga, nanti ada Ibu, Ayah, Safa, Akbar, dan yang lainnya". Lanjutku saat Najwa tidak kunjung menjawab.

"Oke, nanti Nana sampaikan Ibu Bapak ya Mas". Jawabnya kemudian.

"Kamu lagi baca buku?". Tanyaku karena suara yang menjadi back sound sejak tadi.

"Lembur koreksi tugas siswa Mas". Jawabnya yang membuatku tersenyum tipis. Pasti lelah sekali ya harus koreksi ratusan pekerjaan siswa.

"Masih banyak? Lanjutkan besok tidak bisa? Sudah malam lho ini". Ucapku saat melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 9 lebih.

"Nanggung Mas, cuma sisa satu kelas. Kamu sudah ngantuk ya?". Tanyanya yang langsung aku jawab dengan cepat.

"Belum, aku temani sampai kamu selesai". Ucapku yang membuatnya langsung menolak dan tertawa geli.

"Aduh, sekalian nanti main drama kita saling menolak buat memutus sambungan telepon lebih dulu ya Mas". Balasnya yang membuatku teringat salah satu adegan sinetron saat dua pemeran utama sedang kasmaran.

"Kan seperti itu katanya romantis". Ucapku yang membuatnya kembali tertawa.

"Iya romantis, tapi bukan genre kita sekali begitu". Balasnya yang langsung aku setujui.

"Oh iya Na". Panggilku yang dibalasnya dengan gumaman.

"Setelah makan malam keluarga. Minggu depannya kita lamaran resmi, mau?". Tanyaku yang kembali menimbulkan keheningan di ujung sana.

"Kamu sudah se yakin itu sama aku Mas?". Tanyanya yang kemudian membuatku menegakkan badan.

"Aku sangat yakin. Kamu sendiri? Apa masih ada yang kamu ragukan dari aku?". Tanyaku yang langsung di sangkal olehnya.

"Bukan begitu Mas, hanya saja barusan Andi telepon aku, dia berterimakasih karena kamu kasih dia pekerjaan di pabrik konveksi kaos ekspor milikmu". Ucapnya yang membuatku agak bingung.

"Aku tidak memberi Andi pekerjaan begitu saja Na. Andi tetap mengikuti prosedur recruitment dengan adil. Dan kebetulan dia yang terpilih karena kemampuannya, tidak sama sekali aku menggunakan kekuasaanku demi kamu ataupun Budhe Asri". Jelasku dengan perasaan khawatir karena Nana kembali meragukanku.

"Bukan itu Mas, aku percaya kamu juga tidak seperti itu. Andi juga cerita kalau dia tetap mengikuti rangkaian seleksi. Tapi aku merasa, kita semakin berbeda Mas. Dan sepertinya aku belum mengetahui betapa hebatnya kamu yang sebenarnya. Kamu yang berprofesi sebagai dokter saja sudah membuatku bingung Mas". Lirihnya yang membuatku menghela nafas. Jadi masalah ini lagi yang kamu khawatirkan Na? Ya Allah.

"Sayang, aku kan sudah bilang, kamu tidak perlu membahas masalah ini. Aku memilih kamu, dan aku tidak mempermasalahkan apapun". Ujarku lembut, yang belum juga membuatnya mengerti.

"Aku terlalu takut dengan kehebatan kamu Mas". Lirihnya terdengar sangat sedih ditelingaku.

"Kamu dokter, lulusan luar negeri, bekerja di rumah sakit keluarga, memiliki pabrik konveksi ekspor, dan apalagi yang belum aku tahu? Aku merasa kamu terlalu luar biasa Mas". Lanjutnya yang membuatku merasa tidak karuan. Kenapa terdengar seperti aku akan diputuskan oleh Nana.

"Najwa, jangan seperti ini". Pintaku yang membuatnya menghela nafas diujung sana.

"Mas, aku memberimu kebebasan waktu untuk memikirkan semuanya. Perbedaan kita, kehebatan kamu yang sangat tidak sebanding dengan aku...". Ucapnya yang langsung aku potong dengan gusar.

"Aku tetap memilihmu". Potongku cepat, yang membuatnya kembali menghela nafas disana.

"Kamu hanya belum menemukan gadis lain yang lebih baik dari aku Mas". Balasnya yang membuatku ingin berteriak. Ini Najwa kenapa jadi menyebalkan begini ya Allah. Kemana Najwa yang kemarin menerimaku dengan sangat manis? Kenapa keraguannya membuatku ingin marah begini. Astaghfirullahaladzim.

"Kamu pasti lelah Na, tidur sana. Selesaikan pekerjaanmu besok. Dan aku mohon, jangan seperti ini". Pintaku dengan perasaan kalut luar biasa.

"Mas aku sungguh membebaskanmu, dari dulu aku juga menyadari perbedaan kita yang mungkin memberatkanmu di masa depan". Ucapnya yang ternyata masih ingin membahas masalah ini. Ya Allah Najwa, dan apa katanya? Jadi ini aku betulan diputuskan?

"Tidak ada yang berat selama kamu selalu disampingku Na. Kehebatanku bukan apa-apa karena kamu bahkan masih meragukan aku". Lirihku dengan suara yang lebih tenang.

"Aku meragukan diriku sendiri karena kehebatanmu Mas. Bukan kamu yang aku ragukan, tapi aku, dan semua tentangku yang terlalu biasa ini dibanding kamu". Balasnya dengan suara lirih yang sejak tadi membuatku semakin gusar. Aku benar-benar tidak mau kehilanganmu Na.

"Kamu luar biasa di mataku Na. Sudah cukup ya. Jangan bahas tentang ini lagi karena aku tidak akan pernah merasa dibebaskan olehmu, dan aku juga tidak akan membebaskanmu. Besok senin aku jemput, dan aku hanya mau bertemu Nana yang menerimaku dengan manis. Bukan Nana yang insecure menyebalkan seperti ini. Paham sayang?". Jelasku yang kembali membuatnya menghela nafas. Berapa kali dia menghela nafas begitu?

"Maaf Mas, aku hanya....". Ucapnya yang kembali aku potong dengan cepat.

"Iya di maafkan. Jangan diulangi lagi ya. Selamat istirahat sayang, jangan lupa kalau aku sangat merindukan Miss Nana yang malam ini sangat menyebalkan". Potongku yang membuatnya kembali tersenyum.

"Aku juga rindu kamu. Selamat istirahat Mas, maaf sudah membuatmu kesal ya". Balasnya kembali meminta maaf. Dan aku tersenyum karenannya.

"Iya, aku harap kamu bisa berhenti memikirkan hal yang membuatmu begitu ya Na". Pesanku sebelum kami memutus telepon setelah Nana mengiyakan permintaanku.

Dan ternyata, malam ini adalah perselisihan pertama kami. Suatu masalah yang sukses membuatku gusar tidak karuan. Membuatku takut kehilangannya, dan membuatku kesal karena dibebaskan seenaknya.
Tapi aku bersyukur karena Nana adalah tipe yang selalu menyelesaikan masalah, dan malam ini rasa saling merindukan mampu menghentikan perselisihan kecil diantara kami.

TBC
Kasian Mas Fakhrinya lagi perjalanan ke luar kota malah berantem ya
Mbak Nana takut karna Mas Fakhri terlalu hebat gais
Ayo beri semangat untuk mereka, agar tidak saling membebaskan.. wkwk
Kasih semangat author dengan vote juga yaa
Thanks sudah mampir
Ditunggu bab selanjutnya..
Cinta dari, Deean

Kuasa-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang