8. Kekhawatiran

155 10 0
                                    

Bab 8. Kekhawatiran (Fakhri POV)

Sekitar pukul setengah sebelas, aku mengemudikan mobil memasuki gerbang panti asuhan Ar-Rasyid yang sudah terbuka lebar karena setiap hari Sabtu memang jadwalku datang kemari. Seperti biasa, saat anak-anak panti melihat kemunculanku, mereka langsung bergegas mengampiri mobilku yang bahkan belum terparkir dengan baik. Hal itu sudah menjadi pemandangan yang selalu aku lihat setiap akhir pekan seperti ini. Namun ada satu hal yang berbeda sekarang, pemandangan yang begitu indah dan tidak berhenti membuatku tersenyum dengan hati yang menghangat penuh kebahagiaan. Dia, bidadariku yang berusaja turun dari mobilku, kini sedang tersenyum hangat dengan pipi merona karena terik matahari yang menyambut kedatangan kami disini. Najwa yang saat ini sedang disalami oleh banyak anak yatim-piatu, terlihat kewalahan menyambut mereka yang saling berebut mengulurkan tangannya, dan senyum sempurna itu tidak lepas sedikitpun dari bibirnya yang hari ini terlihat berpoles lipstik berwarna merah muda. Astaghfirullah, sudah jangan kemana-mana pikirannya Fakhri ! Hahaha

"Wah jadi sekarang sudah tidak ada yang menyambut Om karena kehadiran tante cantik ini?". Ucapku sesaat setelah keluar dari mobil dan menghampiri Najwa yang masih dikerumuni anak-anak.

"Om Fakhriiiiii". Teriak Lisa, gadis kecil berusia 7 tahun yang sangat manja padaku. Ia langsung berlari memelukku setelah melepaskan diri dari kerumunan teman-teman lain yang masih tertarik dengan Najwa.

"Tantenya cantik Om, Lisa suka". Ucap Lisa setelah salim denganku dan menarikku menuju tempat Najwa yang sekarang sedang di todong banyak pertanyaan oleh anak-anak.

"Ridho, biasa ya". Ucapku menyerahkan kunci mobil kepada anak lelaki berusia 17 tahun yang barusaja menyalamiku. Dia adalah anak yatim piatu tertua disini, dia tidak mau diadopsi karena selalau ingin membantu Ibu Khadijah merawat panti.

"Siap Mas, Mas sama Mbak nya masuk saja dulu. Ibu di dalam". Ucap Ridho kemudian bergegas menuju mobilku bersama 3 kawannya yang lain untuk mengambil semua isi bagasi untuk dibawa ke dalam panti.

"Anak-anak Om sama Tante mau menemui Ibu dulu ya, kalian main dulu sampai nanti dipanggil sama Kak Ridho buat berdo'a bersama". Ucapku yang langsung diangguki oleh semua anak-anak disini.

"Siapp Om, Dadah Tante cantik, nanti kenalan lagi yaaa". Ucap Lisa langsung mengajak teman-temannya kembali bermain.

"Yuk Na, ketemu Ibu dulu". Ajakku yang malah membuat dia agak ragu untuk mengikutiku.

"Bukan Ibuku, Ibu panti kok Na. Besok ya ketemu camernya. Belum siap kan?". Lanjutku saat mengetahui keraguannya, sambil terkekeh geli akupun membimbingnya memasuki satu ruangan yang merupakan kantor Ibu Khadijah.

"Siap kok, cuma agak takut kalau mungkin Ibunya Mas ngga suka sama aku". Ucapnya saat kami berjalan bersisian. Hey bagaimana mungkin Ibu tidak menyukai gadis ini. Mustahil.

"Ngga usah mikirin hal-hal yang mustahil ya, percuma". Balasku sambil mengelus puncak kepalanya yang tertutup kerudung cokelat muda.

"Mana mungkin aku ngga kepikiran Mas, kan belum tahu kenyataannya. Masih banyak kemungkinan keluarga Mas ngga suka sama aku". Ucapnya yang justru membuatku gemas bukan main.

"Besok aku jemput jam 9 ya, kita kerumah Ibu buat buktikan betapa sukanya beliau sama kamu". Ucapku yang belum sempat dijawabnya karena Ibu Khadijah buru-buru muncul dihadapan kami.

"MasyaAllah bidadari siapa ini cantik sekali". Sapa Ibu Khadijah yang langsung menghampiri Najwa dengan mata berbinar. Tuh kan dari tadi aku selalu diabaikan karena kehadiran Najwa.

"Bidadariku lah Bu". Sahutku saat Najwa menyalami Ibu Khadijah yang kemudian melirikku geli.

"Namanya Najwa, cocok ngga sama Fakhri?". Tanyaku saat menyalami beliau.

"Cocok sekali, jangan lama-lama ya pendekatannya. Banyak setan di dunia". Ucap Ibu Khadijah sambil menuntun Najwa kearah sofa diruanganya.

"Doakan ya Bu, besok kami mau minta restu ke orang tua kami". Ucapku yang kemudian mendapat tatapan bertanya dari Najwa. Nanti aku kasih tahu ya sayang. Hahahaha

"Wah jadi ini Ibu yang pertama dipertemukan dengan Najwa? Kehormatan sekali Ri..". Ucap Ibu Khadijah sambil sesekali mencuri pandang ke arah Najwa dan selalu tersenyum setelahnya.

"Ayo silakan di minum dulu, nanti Ibu ceritakan keburukan calon suamimu ini". Lanjut Ibu Khadijah yang kemudian membuat Najwa mengangguk dengan senyum dan rona merah di pipinya. Astaghfirullah, ke KUA sekarang boleh ngga sih. Wkwkwk

Setelah bercerita banyak hal, tentang keburukanku kalau kata Ibu Khadijah--yang sebenarnya tidak ada satupun hal buruk tentangku yang terucap--kami pun mengumpulkan semua anak-anak untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah dengan Pak Ismail, suami Ibu Khadijah yang menjadi imam.
Seusai sholat berjamaah, kamipun berdoa bersama dan dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan nasi box yang tadi aku bawa. Kemudian setelahnya, Ridho mengumumkan apabila anak-anak membutuhkan alat tulis baru agar datang ke koperasi panti. Karena kebijakan dipanti ini memang tidak langsung membagikan barang-barang yang diberikan para donatur, melainkan menempatkan semuanya di koperasi. Baru apabila ada anak yang membutuhkan, boleh mengambil disana.

Sekitar pukul 15.00, aku dan Najwa pamit dari panti. Rasanya waktu berlalu begitu cepat dan aku sudah harus mengantarkan Najwa kembali ke rumah.

"Ayah dan Ibu sudah pulang dari Bandung?". Tanyaku saat kami sudah berada didalam mobil.

"Kata Ibu masih di perjalanan pulang,  sebentar lagi sampai rumah. Kenapa Mas?". Tanya Najwa sembari memasang sabuk pengaman dan kemudian melihat kearahku.

"Aku mau ketemu ya". Ucapku sambil melajukan mobil meninggalkan pelataran panti dengan santai. Dan Najwa malah langsung membulatkan mata terkejut. Kenapa? Kan aku yang mau ketemu. Hahaha

"Sekarang Mas? Habis ini pas antar aku pulang?". Tanyanya memastikan dan aku mengangguk sebagai jawaban.

"Iya, cukup dengan tadi kamu bilang suka aku. Itu udah jadi keberanian terbesar buat memintamu dari Ayah mertua secepatnya". Jawabku melemparkan senyum santai ke arahnya. Dan dia langsung mengalihkan pandangan untuk kemudian menghubungi seseorang dengan ponselnya.

"Bu sudah dirumah?". Sapa Najwa setelah menjawab salam dari seseorang di seberang sana.

"Mas Fakhri mau ketemu Bapak dan Ibu habis ini". Ucapnya dengan nada agak khawatir?

"Iya sekalian antar Nana, Mas Fakhri juga mendadak bilangnya Bu, Nana juga ngga tahu". Ucap Nana sembari melirikku sekilas yang ku balas dengan senyum santai ala kadarnya. Padahal sebenarnya deg degan juga. Kalau Ayah Najwa killer gimana ya? Duh..bismillah demi dapat bidadari ini secepatnya. Wkwk

"Iya Bu. Assalamualaikum". Balas Najwa sebelum menyimpan kembali ponselnya kedalam tas.

"Bilang apa Ibu?". Tanyaku sambil melihat kearahnya yang saat ini tampak kebingungan.

"Mendadak sekali, Ibu mungkin tidak sempat menyiapkan suguhan soalnya baru pulang dari rumah Teteh". Jawabnya menatapku dengan rasa bersalah?

"Suruh Ibu santai saja, lagian aku ngga mau minta makanannya, cuma mau minta anaknya". Ucapku yang sukses membuat Najwa mencibir pelan dan aku yang tertawa melihat Ia merona.

"Mas...". Panggilnya ragu yang hanya ku balas dengan gumaman.

"Keluargaku kategori kelas biasa sekali Mas, kalau nanti kamu berubah pikiran setelah berbicara dengan Bapak dan Ibu. Jangan sungkan bilang ke aku ya Mas. Aku pasti terima keputusan kamu". Ucapnya yang langsung membuat senyumku luntur seketika. Apa-apaan dia berkata seperti itu? Demi apapun Na, aku tidak suka mendengar hal seperti itu.

"Jangan ulangi lagi ya perkataan seperti itu, Mas mu ini ngga suka dengarnya". Ucapku sambil mengusap puncak kepalanya yang kini tertunduk dalam dan dia mengangguk dengan satu tetes air mata jatuh ke pangkuannya. Mau peluk belum boleh ya?

TBC

Vote yaa, thanks sudah mampir

Dutunggu Bab selanjutnya

Semoga suka ya

Cinta dari, Deean


Kuasa-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang