19

1.4K 110 10
                                    


*Devin situations*
 
Laki-laki dengan rambut hitam dan alis mata tebal, serta pemilik lesung pipi itu duduk di balkon kamarnya. Ia memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu.
 
Ratusan hari ku mengenalmu,
 
Ratusan alasan kamu berharga,
 
Ratusan hari ku bersamamu,
 
Ratusan alasan kamu cahaya,
 
Hingga akhirnya, ia mendengar lagi suara seseorang yang saat ini tidak ingin ia dengar.
 
"Devin, turun! Papa mau bicara sama Kamu," sorak seseorang di lantai bawah.
 
Devin yang tak ingin berdebat dengan papanya memutuskan untuk mengacuhkannya.
 
"Devin!" pekik papanya lagi.
 
Kemudian ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
 
"Apin sayang. Keluar sebentar nak. Papa kamu mau ngomong," ucap bundanya Devin lembut.
 
Devin paling tidak bisa mendengar suara bundanya memelas dan sedih seperti itu. Laki-laki itu tidak pernah membentak bundanya. Ia terpaksa beranjak dari balkon tempat nyamannya.
 
"Devin gak mau berdebat sama Papa, bunda," ucap Devin lembut.
 
"Udah, dengerin Papa kamu dulu," bunda Devin menarik lembut tangannya turun dari lantai atas.
 
"Kamu ini ya. Orang tua mau ngomong itu-"
 
Devin memotong ucapan Papanya.
 
"Papa mau jodoh-jodohin Devin lagi? Devin bukan anak lahiran zaman dulu Pa, yang harus dijodoh-jodohin segala," sorak Devin yang masih berada di samping bundanya.
 
"Tapi ini yang terbaik untuk kamu Devin!" ucap papanya.
 
“Yang terbaik untuk aku atau terbaik buat papa?!” ucapnya menimbulkan keheningan.
 
"Lagi pula Rasyel itu kan satu sekolahan dengan kamu!" Papanya menambahkan lagi.
 
"Rasyel itu anak gak baik Pa, Devin lihat sendiri dia jahatin temannya!” ucap Devin.
 
"Dia jahatin temannya atau temannya yang kegatelan sama kamu!" sahut Papanya tak mau kalah.
 
"Apa Papa bilang?" kini mukanya memerah, nafasnya naik turun tak tahan menahan amarah.
 
Bundanya yang sedari tadi di samping Devin hanya bisa diam mendengar perdebatan antara ayah dan anak ini. Sesekali ia mengusap punggung Devin menyuruh sabar.
 
"Zieva itu anak baik-baik Pa. Rasyel tuh yang kegatelan sama Devin!" pekik Devin kemudian pergi dari rumah.
 
Laki-laki itu beranjak dari rumah untuk mencari udara segar. Berlama-lama di rumah membuatnya semakin hari semakin frustasi dengan sikap papanya yang berubah akibat ulah Rasyel.
 
Di taman ia duduk dan mendapat telepon dari Rasyel. Ia tak berniat mengangkat panggilan itu. Namun, Rasyel berusaha berulang kali. Devin mengalah, ia mengangkat panggilan itu.
 
"Selamat ya sayang, Aku bangga kamu bisa menang olimpiade," ucap Rasyel.
 
"Jaga ya omongan lo! Jangan pernah panggil Gue dengan sebutan itu," ucap Devin.
 
"Loh kenapa? Kamu kan jodoh aku," sahut Rasyel tertawa.
 
"Diam lo!" bentak Devin.
 
"Devin, kalau lo terus-terusan bentak gue kayak gini. Gue gak segan-segan bikin Zie celaka!" pekik Rasyel yang terdengar di layar ponselnya.
 
"Lo pikir Gue takut? Gue akan jaga Zie setiap saat!" Devin tak mau kalah.
 
"Lo nantangin gue? Lo mau lihat Zie kayak dulu lagi? Haha, gampang Dev!” Rasyel masih tertawa dengan ucapannya.
 
"Gue heran. Ada ya orang sebusuk Lo?" ucap Devin.
 
"Terserah lo deh Dev. Gue udah bilang ya. Gue gak tanggung jawab kalau Zie masuk rumah sakit lagi," ucapnya.
 
Devin terdiam sesaat.
 
"Ya kalau Lo mau ikutin yang gue mau, gue bakalan urungin niat gue,” ucap Rasyel.
 
"Apa yang lo mau?" tanya Devin.
 
"Jauhin Zie. Jangan deketin dia lagi. Di sekolah, di mana aja. Kalau sampai gue lihat lo deket lagi dengan cewek itu. Lihat aja apa yang bisa gue lakuin," ucap Rasyel kemudian menutup panggilan itu.
 
"Dasar cewek egois" sorak Devin mengacak rambutnya frustasi.
 
 
Sepulang sekolah, Devin masih mengingat-ingat ucapannya pada Zieva. Ia tidak mau bersikap seperti itu pada Zie gadis itu. Di sisi lain, ia sangat menyayangi first girl nya. Namun, ia tak mungkin membuat wajah ceria gadis itu berubah murung lagi.
 
Ia tak mau meninggalkan mataharinya. Ia sangat takut untuk kehilangan kedua kalinya.
 
"Aghh," Devin mengacak kasar rambutnya.
 
"Apa yang harus gue lakuin!" Devin berbicara dengan dirinya sendiri.
 
Suara ketukan pintu berbunyi.
 
"Apin sayang, makan dulu," ajak bundanya.
 
"Devin gak lapar," sahut Devin.
 
Bunda Devin masuk ke kamarnya.
 
"Devin, kalau kamu kayak gini terus nanti bisa sakit. Bunda jadi sedih," ucap bundanya.
 
"Papa gak bisa mengerti Devin. Bunda tau kan Rasyel itu kayak apa. Dia egois bun," Devin tak henti-hentinya curhat pada bundanya.
 
"Iya bunda tahu. Makanya, kamu harus bisa yakinin Papa kamu, dengan cinta kamu itu," sahut bundanya mengusap rambut Devin dan tesenyum.
 
Devin memeluk bundanya.
 
                                            ***
           “Andai kamu tahu,” ucap laki-laki itu samar.
 
"Zie, maafin Aku, Aku gak bermaksud cuekkin kamu. Beri aku waktu untuk buat Rasyel sadar. Zieva semoga kamu gak murung dan penuh ketakutan lagi kayak dulu," gumam Devin di atas motornya.
 
Ia tak tega melihat gadis itu dari kaca spion yang berdiri mematung. Dia paling tidak kuat melihat Zie seperti itu. Ingin rasanya ia memberi tahu.
 
           Devin mengikuti Zieva diam-diam setelah mendengar bahwa gadis itu akan ke toko buku. Dari kejauhan ia melihat wajah sendu itu sambil menelusuri rak di toko buku. Zie melihat ke arahnya dan menggelengkan kepala. Devin pergi setelah itu.
          
Devin bertemu dengan sahabatnya, Rasyid.
          
“Tega banget lo buat anak perempuan orang sedih,” ucap Rasyid.
 
“Siapa?” balasnya.
 
“Zieva lah. Lo sendiri kan yang bilang dia itu cinta pertama lo,” sahut Rasyid.
 
           Kemudian Devin ber-oh ria.
 
“Lo kenapa sih Dev? Berubah gini,” tanya Rasyid.
 
“Ga kenapa-napa,” balasnya singkat.
 
“Aduh, jangan kayak cewek deh lo. Kalau ada masalah bilangnya gak papa terus. Gue sahabat lo, gue tahu lo,” ucap Rasyid.
 
“Gue di jodohin,” balas Devin singkat.
 
“Buset! Masih SMA juga,” ucap Rasyid tak percaya.
 
           “Udah gak ngerti lagi gue sama jalan pikiran bokap gue, Syid,” ucapnya.
 
“Ya tinggal lo tolak lah, emangnya sama siapa sih?” tanya Rasyid penasaran.
 
           “Rasyel,” balasnya.
 
           “Hah serius? Kok bisa?” tanya Rasyid semakin penasaran.
 
           “Terus gimana?” tanyanya lagi.
 
           “Dia ancam gue buat jauhin Zie,” ucap Devin.
 
           “Gila! Parah tu orang. Jadi ini alasan lo, Dev,” ucapnya.
 
        * * *
 
"Devin pergi dulu Ma," ucap Devin keluar rumah.
 
"Sarapan dulu Pin," sahut Mama.
 
"Devin gak mau sarapan sama Papa yang maksain kehendaknya sendiri," balas Devin kemudian pergi dengan motornya.
 
Setibanya di kelas. Devin sudah ditunggu oleh sahabatnya, Rasyid.
 
"Sabar ya Dev. Gue akan bantuin Lo," ucap Rasyid mengusap punggung Devin.
 
"Makasih Syid," balas Devin.
 
"Gue udah ceritain semuanya ke Mecca," ucap Rasyid.
 
"Apa? Lo ember banget sih, kalau semuanya tahu, Zieva bisa celaka,” sahut Devin menatap sahabatnya itu.
 
"Tenang, Gue udah bilangin Mecca untuk gak bilang dulu ke Zieva," balas Rasyid.
 
Devin memutuskan untuk pergi ke kantin memantau keadaan Zieva. Namun sosok yang ingin dilihatnya tidak ada di tempat itu. Sementara kedua sahabat gadis itu ada di sana. Devin menghampirinya.
 
"Sabar ya Dev. Kami akan coba bantuin Lo," ucap Mecca.
 
"Zie di mana?" tanya Devin.
 
"Gak sekolah. Sakit," sahut Shena.
 
"Ini nih, yang Gue takutin. Dia belum tahu masalahnya aja, cemasnya udah kayak gini sampai sakit, Gue gak mau lihat Zie sedih," ucap Devin sendu.
 
"Nanti Gue bakal jenguk sama Shena," Kata Mecca.
 
"Jaga dia baik-baik ya. Jangan buat dia sedih," sahut Devin kemudian ia pergi.
 
                                            ***
 
           Rasyel mengaja Devin ketemuan di sebuah kafe. Ia ingin menyampaikan permintaan maaf pada laki-laki itu. Saat itu, keluarganya ditimpa masalah yang sangat besar.
 
“Devin Gue minta maaf,” ucapnya.
 
“Gue sadar Gue salah, gue nyesel Dev. Gue egois. Gue jahat sama sahabat Gue,” ucap gadis itu, kini matanya berkaca-kaca.
 
“Gue kehilangan papa karena ulah gue. Papa masuk penjara,” ucapnya kemudian tangisnya pecah.
 
“Gue cuma minta sama lo buat jaga sahabat Gue baik-baik. Gue yakin, lo yang terbaik buat sahabat Gue,” ucapnya.
 
           Devin menatap Rasyel iba. Ia tidak tega melihatnya bersedih. Rasyel adalah anak tunggal yang sangat manja pada kedua orang tuanya. Ia ditimpa masalah yang besar bagi dirinya.
 
Devin tahu betul bagaimana keadaan Rasyel saat ini. Papanya masuk penjara karena ulahnya sendiri. Memakan obat-obatan terlarang demi menghilangkan pikiran di benak papanya tentang kemauan putri semata wayangnya. Kini, Rasyel sadar. Semua yang ia inginkan, belum tentu bisa ia dapat. Rasyel menyesali perbuatannya. Begitu juga dengan Papanya Devin. Mereka sudah kembali akur seperti dulu.
 
"Maafin Papa Nak. Papa menyesali peruatan papa,” ucap Papa Devin memeluk anaknya.
 
"Devin kenal Papa. Devin gak benar-benar marah sama Papa. Devin sayang Papa. Tapi Pa," ucap Devin.
 
"Ada satu hal yang perlu Devin bilang, Zie bukan seperti yang ada di pikiran Papa," ucap Devin lagi.
 
"Iya, Papa tahu. Bunda juga udah jelasin semuanya ke Papa," Sahut Papa.
 
"Anak kita udah gede ya Ma," ucap Papa mengacak rambut Devin.
 
Devin bahagia semuanya kembali seperti dulu. Ia percaya, semua jalan hidupnya, sudah di atur sebahagia mungkin oleh Tuhan.
 
          

Satu Hari Bahagia [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang