Senin, hari yang paling dibenci anak sekolah pada umumnya. Pertukaran antara hari libur ke rutinitas padat yang begitu singkat terasa sangat menyebalkan. Tidak ada tanda-tanda semangat dalam jiwa gadis itu, terkecuali hari libur.
Seperti biasa, pagi itu ia sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Tak lupa untuk sarapan bersama keluarga. Ia berangkat dengan Rehan hari itu karena kebetulan papa dan mamanya sedang bertugas di luar kota.
“Ayo Kak, nanti aku telat nih,” sorak Rehan padanya yang sedang menyalakan motor.
Gadis itu menghela napas dalam, sebenarnya ia takut naik motor bersama adiknya. Ia cemas jika terjadi sesuatu yang tidak bisa diprediksi di jalanan nantinya.“Pagi Zie, tumben datangnya lama?” Gak kayak biasanya,” sambut Shena.
“Iya, aku bareng Rehan, Papa sama Mama lagi gak ada di rumah, jadinya lama,” balas Zie.
Selang beberapa menit, bel tanda dimulainya pelajaran pertama bunyi. Zieva menarik napas panjang mengingat pelajaran pertama adalah pelajaran fisika yang menurutnya membosankan.
Juno yang duduk di samping Tryan bersuara sebelum guru fisika datang.
“Pagi yang menenangkan adalah pagi yang damai tanpa kecemasan,” celetuknya.
Tiba-tiba, salah seorang guru muda masuk ke ruang kelasnya.
“Pagi anak-anak,” seorang guru masuk ke kelas itu.
“Pagi Bu!” balas murid serentak kemudian mendadak tenang.
“Kelas ini jam pelajaran fisika kan sekarang?” tanya guru itu lagi.
Seluruh siswa di kelas itu tampak menyimpan tanda tanya besar di kepala masing-masing, mereka saling lirik satu sama lain. Hal ini karena guru muda itu tidak pernah mengajar dan bahkan baru pertama ini terlihat. Semua tampak tersenyum dan menebak-nebak, bisa saja gelar killer nya bu Azyura berakhir sampai di sini dan digantikan dengan guru muda nan cantik itu.
“Iya, Bu!” sahut Mecca paling semangat.
“Hari ini, bu Azyura berhalangan hadir, jadi bu Azyura menitipkan tugas pada Ibu,” ucap guru cantik itu.Tampak rasa bahagia dari seisi kelas XII MIPA 2. Seperti sudah tradisi anak sekolah yang girang ketika mendengar gurunya berhalangan datang. Apalagi yang tidak hadir guru mata pelajaran yang tidak disuka. Ada yang tersenyum sambil melirik teman sebangkunya, ada yang mengucap syukur bisik-bisik, dan ada juga yang spontan bersorak Alhamdulilah tanda bahagia.
“Sekretaris, tolong ibu catat soalnya ya, ketua amankan kelasnya, ibu pamit,” kata penutup dari guru muda itu sebelum pergi meninggalkan kelas yang penuh ribut.
“Haelah, kayak tulus aja si ibu pakai pamit segala,” celetuk Juno yang mampu membuat seisi kelas tertawa.
Zie dan sahabatnya bergegas menjawab soal fisika agar segera selesai. Zie termasuk salah satu anak yang ketika melihat soal fisika rasanya seperti kalah tempur duluan. Ia bilang, fisika itu rumit. Namun, soal demi soal dapat terselaikan ketika berdiskusi bersama Shena teman sebangkunya yang jago fisika.Usai mengerjakan tugas fisika, gadis itu mengeluarkan novel best seller milik penulis ternama yang sedang viral. Ia bisa saja hanyut dalam cerita yang dilukiskan oleh penulis dalam cerita. Namun, suara menganggu yang datang dari Tryan membuat Zie berhenti membaca novelnya.
“Gue salin dong tugas lu,” ucap Tryan sambil mengambil cepat layaknya seorang jambret pada buku milik Zieva.
“Astagfirullah, Setan!” ucap Shena ketika Juno tidak sengaja menyenggol tangannya dan membuat tulisan rapinya sedikit berantakan akibat coretan tak disengaja oleh teman kelasnya itu.
“Parasit banget sih ini anak. Udah toxic, ganggu lagi. Kalau gak niat sekolah mending cabut aja noh ngamen di lampu merah, cocok sama passion lu!” Balas Mecca blak-blakan.
Merasa tidak terima dengan kata-kata pedas sahabat Zie, Tryan melempar tugas fisika itu ke Mecca. Untung saja cepat diraih oleh Mecca.
“Ambil tuh, dipikir cuma si cupu aja yang pintar di sini kali ya, Thania kan ada,” sahutnya berpindah tempat ke arah bangku Thania si cantik bintang kelas. Tania yang dipuji-puji oleh Tryan dengan senangnya memberikan tugas fisikanya pada Tryan.
Jam fisika berakhir, saatnya pelajaran kesukaan anak cowok dimulai. Mereka segera ke lapangan dan berbaris. Kali ini, pelajaran olahraga di lapangan utama isinya tidak hanya kelas XII MIPA 2 saja namun digabung dengan kelas lain yang juga belajar olahraga karena olahraga kali ini diganti dengan guru muda pengganti.
“Ganteng banget bapak itu! Jadinya gak papa pak Andi gak datang, bisa cuci mata,” celetuk Mecca.
“Astagfirullah,” Shena menggelengkan kepala mendengar perkataan Mecca dan dibalas dengan cengengesan khas Mecca.
Pelajaran kali ini begitu menyenangkan karena guru muda itu hanya meminta muridnya untuk pemanasan dan setelah itu bermain basket bersama. Zie dan ketiga sahabatnya membuat lingkaran untuk belajar mengoper bola basket.
“Zie, tangkap!” sorak Rachel pada Zie.
Dengan gaya bak pemain basket, Zie mengarahkan tangannya dan menangkap bola basket itu dari Rasyel. Hingga lemparan kelima, sebuah bola basket tepat mendarat di kepala gadis itu. Telinganya seketika berdenging dan membuat penglihatannya sedikit kabur.
Brukkk!!
Badan itu jatuh setelah beberapa detik memegang kepala akibat benturan tadi. Sahabat Zieva dengan sigap membawanya ke UKS. Perlahan gadis itu sadar ketika diberikan aroma minyak angin oleh anak UKS. Terdengar dari luar, debat kusir dan amarah Mecca yang memuncak.
“Awas aja lo kalau terjadi apa-apa sama Zieva, gue tandain lo ya!” ucap Mecca.
Zie yang mendengar percakapan dari bilik UKS bertanya-tanya. Ia berpikir bahwa kejadian ini ulah Tryan dan Juno karena alasan tugas fisika tadi.
“Udah, masuk yuk. Kasian Zie sendiri,” ajak Shena menghentikan pertengkaran itu.
“Berhenti! Gak usah ikutan masuk, balik sana!” usir Mecca pada orang yang menjadi alasan Zie terbaring di ruangan UKS sekolah untuk pertama kalinya.
“Lo udah enakan Zie? Gak sakit kan? Masih ingat gue kan?” Mecca bertanya dengan nada khasnya sambil memegang kening sahabatnya itu.
“Masih kok,” balas Zie tersenyum mendengar pertanyaan konyol itu.
“Itu yang tadi siapa ya? Kok kalian marah-marah?” tanya Zie pada ketiga sahabatnya.
“Dia yang gak sengaja melempar bola basket ke ke arah lo, Zie,” balas Shena.
“Anak basket inti, XII MIPA 4,” sahut Rasyel.
“Dia, anak basket populer di sekolah, sering ikutan lomba juga. Kalian gak kenal?” lanjut Rasyel.
“Enggak,” balas ketiga sahabatnya serentak.
“Besok deh, kalau ketemu lagi gue kasih tau,” sahut Rasyel lagi.
Sampai pada hari berikutnya, kepala bagian belakang gadis itu masih sedikit terasa sakit karena kejadian kemarin. Mama yang sudah pulang dari dinas luar kota mengatakan kalau kepala Zie tidak apa-apa, hanya efek benturan bola saja.
Pagi ini, Zie datang seperti biasanya. Ia sampai di sekolah dan melihat Mecca yang juga datang lebih awal. Sekarang, hanya ada Zie dan Mecca di kelas yang masih sunyi. Mecca terlihat asik dengan telepon genggamnya. Seperti teringat sesuatu, Mecca berhenti memainkan ponsel dan pergi menghampiri tasnya. Terlihat ia sedang mencari sesuatu dalam tasnya itu. Tampak ada sesuatu yang ia genggam.
“Nih Zie” kata Mecca memberikan amplop berwarna biru yang ia ambil tadi.
“Untuk aku?” tanya Zie meletakkan novelnya.
“Iya, dari Rasyid,” sahut Mecca lagi.
“Bukan surat dari Rasyid, temannya nitip,” ucap Mecca kembali memainkan handphone nya.
“Teman siapa? Ngaco kali si Rasyid,” balas Zie mulai serius.
“Ini untuk lo Zie, lihat nih ada tulisan, Zieva Ranaya,” sahut Mecca menunjuk bagian bawah amplop biru itu.
“Apa ya isinya, Ca?” tanya Zie sekali lagi yang semakin penasaran, lebih rumit dari fisika.
Mecca hanya mengangkat bahunya pertanda tidak tahu. Ketika Zie ingin membuka surat itu, tangan Mecca menghalangi.
“Jangan, kata Rasyid, temannya itu nyuruh lo buka di rumah aja,” bisik Mecca saat yang lain sudah semakin banyak berdatangan.Bel pulang berbunyi. Zieva bergegas keluar dari ruang kelas dengan sedikit berlari kecil karena cuaca yang mulai mendung. Dari kejauhan ia melihat Rasyid dengan tim basketnya. Matanya melirik satu per satu diantara gerombolan cowok tinggi itu, mungkin saja ada salah satu dari mereka. Iris matanya mendapati sosok tegap melihat ke arahnya, namun penglihatannya tidak jelas karena jarak pandang dan air rintik yang mulai turun membasahi jalan. Suara klakson mobil mengejutkan dirinya ketika mulai maju pada langkah ketiga untuk melihat lebih jelas sosok laki-laki tersebut. Zieva kembali ke belakang dan berlarian masuk ke dalam mobil agar seragamnya tidak basah karena hujan.
Rintik hujan begitu damai terdengar. Suara jatuh rintikannya seperti musik relaksasi yang setiap hari gadis itu dengar di setiap malam ia duduk dekat jendela kamarnya. Tidak cukup waktu lama, ia dan papanya sampai di rumah.
Zieva menaruh tasnya di meja belajar. Tangan dingin gadis itu mengambil amplop biru dari tas dan perlahan membukanya untuk menjawab semua keingintahuannya. Ia membaca bagian bawah yang ditunjuk Mecca tadi, untuk Zieva Ranaya, kata-kata itu memperkuat pertanda bahwa amplop biru itu benar ditujukan untuknya. Ia mulai membuka dan mendapati secarik kertas di dalamnya.
Maaf jika surat ini terlalu kaku. Sejujurnya, ini kali pertama aku menulis surat kepada puan, terkecuali bunda-ku. Zieva Ranaya, maaf jika lancang. Aku diam-diam mengetahui namamu saat aku dan Rasyid masuk ke kelasmu. Ku dapati nama ini di denah tempat duduk kelasmu. Surat ini aku tulis sebagai permintaan maaf padamu. Apa kepalamu masih sakit? Aku harap sekarang sudah membaik. Sekali lagi, maaf- Devin Anggara.
Ya, gadis itu membaca surat panjang itu sampai akhir meskipun inti suratnya hanyalah permintaan maaf dan doa. Sosok laki-laki itu ternyata bernama Devin Anggara. Rasyel mengatakan bahwa sosok itu adalah pemain basket populer dan bodohnya, ia tak mengenalnya. Mungkin alasannya karena Zieva tidak pernah ikut serta menonton pertandingan basket yang penuh sorak sorai supporter di sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari Bahagia [SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilZieva Ranaya, gadis manis yang selalu berpikir kehidupan SMA menyebalkan. Masa SMA gadis itu hanya ditemani oleh ketiga sahabat yang ia punya. Tak ada hari-hari spesial dalam hidupnya sebelum ia mengenal sosok laki-laki yang mampu mengubah dirinya. ...