16 ::: Luka yang tetap ada

8.6K 727 112
                                    

Diamku seolah hanya terpaan angin lewat saja. Semuanya seakan sia-sia. Harapan itu satu persatu mulai hilang, dan hanya tergantikan dengan rasa lelah yang selalu diselimuti kata untuk menyerah.
-Regal Benua Amalta-

Perlu kamu tahu, harapan tak akan pernah hilang jika kata menyerah tak pernah hadir dari lisan ataupun hati.
-Reyna Atha Amalta-

Nakal itu juga perlu, kalo enggak buat apa gunanya jadi cowok? Nggak ngerti nakal kayak gimana? Dandan banci aja noh. Simple kan?
-Revan Benua Amalta-

***

"Dek, k-kamu--" Reyna masih saja tak percaya dengan ucapan Regal, dirinya berusaha untuk tetap memastikan bahwa semoga saja yang dikatakan adiknya itu salah.

"Kak, Regal mohon jangan kasih tau bunda ataupun Kak Revan." Ucap Regal memohon.

"Dek, kakak sama sekali enggak percaya." Mata Reyna yang hampir menangis pun segera ia tahan.

"Jangan nangis, Kak. Regal enggak suka. Kemarin waktu dokter ngasih tau ini Regal juga kaget sama seperti kakak. Tapi sebisa mungkin Regal berusaha untuk tetap terima, karna bagaimanapun enggak ada yang mau penyakit ini ada, Kak. Semuanya ada tanpa dugaan." Kata Regal.

"Tapi seenggaknya kamu bilang sama kakak setelah itu." Balas Reyna.

"Maaf kak kalo Regal harus bohong. Karna Regal tahu, ada dan tidaknya penyakit ini juga enggak bakal bisa meluluhkan dua hati yang tidak pernah bisa menganggap." Ucap Regal dengan air mata yang ingin mengalir.

"Tapi hal itu nggak berguna buat kakak, Dek. Bagaimanapun kamu itu adek kakak, kalaupun kamu nggak dianggap sama bunda ada kakak disini, kakak juga nggak bakal tega ngelihat kamu harus sakit setiap hari sendirian." Kini air mata Reyna mengalir begitu saja.

"Kak, Regal mohon jangan nangis. Semua akan baik-baik saja, nggak perlu ada yang dikhawitirin. Kalaupun ada, Regal tahu itu bentuk kasih sayang dari Tuhan buat Regal."

"Dek, kamu harus sembuh. Kakak pastiin kamu akan sembuh, sayang." Reyna kemudian memeluk Regal dengan penuh kasih sayang untuk meyakinkan bahwa adiknya itu tidak akan pergi dan selalu ada bagaimanapun keadaannya.

Bahkan buat percaya untuk sembuh pun sulit, Kak. Karna bagaimanapun, semua itu tetap akan sama. Hanya rasa sakit yang ada. Rasa sakit yang entah kapan hilang? Bahkan aku serasa ingin membawanya kedalam terpaan angin yang jauh dari langkah kaki, dan pastinya tak akan pernah kembali.

***

Saat ini matahari telah beranjak dipertengahannya, itu tandanya siang hari datang meninggalkan pagi hari yang cerah. Dan saat ini juga rencana Revan untuk pulang kerumah akan segera terlaksana. Diruangan serba putih itu nampak seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah sang bunda. Disana tentu ada Revan yang sudah terlihat baik-baik saja dengan memakai kaos yang diselimuti dengan jaket serta dipadukan celana trining warna hitam.

Setelah persiapan pulang selesai, mereka pun berniat beranjak keluar dari ruangan tersebut. Namun tiba-tiba sebelum melangkah, dari balik pintu ada Reyna yang datang menghampiri mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tanpa aba-aba Reyna pun langsung berbicara mengenai Regal terhadap bundanya dan Revan, tetapi tidak untuk memberitahu penyakit itu, karna meski begitu Reyna juga mengerti apa yang yang diperintahkan Regal untuk tidak memberitahu siapapun tentang semua ini, ia akan mencoba untuk mengerti meskipun itu terlihat sulit. Dan tujuan awal Reyna datang kesini memang hanya untuk memberitahu kepada sang bunda bahwa ia membawa Regal kesini.

Tentang RegalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang