"Rasa sakit, sudah berkurangkah kamu hari ini? Jika belum katakan padaku, maka aku akan menjawab, bahwa sesungguhnya 'Aku lebih punya Tuhan yang tahu segalanya' termasuk saja tahu cara untuk mengakhirimu. Tapi jika bertambah, kamu cukup diam saja. Karna sebetulnya diam mu adalah cara untuk menyadarkanku betapa indahnya kehidupan yang sebenarnya."
[
Regal Benua Amalta]-Si pemilik harapan yang tak pernah diharapkan-
|Tentang Regal|
HARI telah sampai dibatas senja, namun tak ada dia hari ini, karna mendung lebih dulu menggelayuti langit bagaikan malam. Regal maupun Reyna tengah berada ditempat yang sudah mereka rencanakan tadi siang. Yaitu makam sosok Ayah yang sangat mereka rindukan. Regal berjongkok dan mulai menyentuh nisan itu dengan nama yang sudah tertera, nama yang sangat ia nantikan kehadirannya kembali meski sangat mustahil, nama yang selama ini ingin sekali bisa ia ajak untuk sekedar bercerita tentang hidupnya, dan nama yang jelas selalu ia rindukan kapanpun dan selama apapun waktu mengiringnya dalam dekapan rasa sakit.
Sebenarnya saat ini Reyna tidak tega jika harus mengantarkan Regal kemakam Ayahnya, karna apa? Ia tidak mau melihat Regal semakin rapuh saat berada didepan makam dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang mampu mengoyak hatinya lebih dalam melalui bibirnya itu.
"Assallamualaikum Ayah," Regal berucap sambil menyentuh nisan tersebut.
"Gimana Ayah disana? Bahagia enggak? Kalo menurut Regal udah pasti bahagia, disana enak nggak yah? Kalo iya besok Regal susul deh, tapi enggak sekarang." Regal tersenyum lalu melanjutkannya.
"Karna kalo sekarang Regal masih belum siap, Regal masih pengen disayang dulu sama bunda, jadi Ayah yang sabar ya, besok kalo udah waktunya pasti Regal kesana kok, Regal bakalan ketemu Ayah lagi. Tapi sebelum itu juga Regal harus pamit dulu ke bunda, biar pas udah waktunya nanti bunda enggak nyariin Regal." Kalimat Regal terhenti saat Reyna tiba-tiba menyentuh bahu Regal. Ia sangat tidak suka jika perkataan Regal sudah mulai ngelantur. Maka dari itu ia berusaha untuk menghentikannya.
"Dek, jangan ngomong gitu." Reyna berucap dengan nada lembut.
"Enggak apa Kak. Biar Ayah disana tahu." Balas Regal mulai keras kepala.
Reyna memilih tidak menjawab perkataan itu, ia diam membebaskan Regal dengan segala isi hatinya. Mungkin adiknya memang benar-benar merindukan sang Ayah.
Saat sudah tahu tak akan ada jawaban dari Reyna, Regal melanjutkan kalimatnya seakan-akan memang benar Ayahnya mampu mendengarkannya.
"Oh iya yah, besok lusa bunda ulang tahun. Rencananya sih Regal mau Kak Revan sama Kak Reyna bisa merayakan pestanya supaya bunda bahagia, pasti kalo Ayah masih ada makin seru deh, nanti makin lengkap juga. Tapi sayangnya udah nggak bakal bisa, Ayah udah bahagia dulu disana. Regal jadi iri pengen cepet-cepet kesana juga. Tungguin Regal ya, Yah." Kalimat itu tiba-tiba berhenti.
Selang beberapa detik sepertinya Regal sempat merasakan sesuatu dibagian kepalanya. Tentu saja rasa sakit. Apalagi jika bukan?
Reyna tampak mulai panik dengan perubahan sikap Regal. Saat sudah seperti ini bisa dikatakan mungkin penyakit Regal akan kambuh seperti biasanya. Reyna berusaha untuk tetap tenang, ia tidak mau jika adiknya akan melihat bahwa dirinya sedang ketakutan.
Regal mulai mengernyitkan keningnya dan diam-diam juga mulai menyentuhnya, kenapa rasa sakit itu datang tiba-tiba? Tidak bisakah berhenti sebentar saja? Regal juga ingin merasakan kesenangan tanpa harus mikir rasa sakitnya yang semakin kesini jelas semakin sakit, ia juga ingin seperti remaja lainnya, hidup dalam kesenangan tanpa ada beban sedikit apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Regal
Ficção AdolescenteRegal Benua Amalta : Pendiam✔ Lebih suka sendiri✔ Belum pernah pacaran✔ Tingkat pendiamnya menurun saat bersama sahabat✔ Tidak terlalu pintar✔ Senang menyimpan masalah sendiri✔ Mendadak nakal saat pikiran kacau✔ Satu hal...