Pagi ini saat matahari bahkan baru saja menampakkan sinarnya, Revan melajukan motor sport berwarna hitam itu dengan begitu pelan menyusuri jalan yang masih terlihat sepi. Tentang kejadian semalam yang membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang, tentang semua kalimat menyakitkan yang ia dengar, dan tentang Regal yang terlihat kesakitan. Semuanya masih terngiang jelas, Revan bahkan beberapa kali terbangun hanya untuk memastikan bahwa seseorang di sana baik-baik saja.
Semalam saat tubuh Regal akhirnya terjatuh dan tidak sadarkan diri, Revan segera memanggil Reyna. Dengan raut wajah yang begitu khawatir, Reyna pun datang dengan penuh pertanyaan.
Lalu, mereka mengangkat tubuh Regal untuk terbaring. Reyna ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi tetapi ia urungkan, sebelum akhirnya ia mengambil tisu dan duduk disamping Regal sembari membersihkan darah yang ia lihat mengalir banyak melalui hidungnya.
Seperti baru kemarin ia melihat Regal dengan keadaan sama seperti ini, dan sekarang dengan banyak pertanyaan ia harus melihatnya sekali lagi.
Regal memang selalu membuatnya tidak tenang, bahkan jika memang hari esok masih ada itu akan sangat berharga baginya.Tanpa Reyna tahu, Revan yang saat itu berada disampingnya juga berdiri dengan perasaan yang sulit diartikan. Ia tidak ingin peduli, tapi didalam hatinya seolah ada duri yang mencabiknya tanpa tahu diri.
Iya, Revan juga kesakitan.
Mengapa sakitnya sama saat melihat orang yang serupa dengannya jatuh hingga tak berdaya? Bahkan mungkin ini jauh lebih sakit dibandingkan masa lalunya.
Semua kalimat Regal tentu saja sangat berdampak besar dipikirannya. Dari sana Revan bisa menyimpulkan bahwa memang ada luka tak kasat mata yang selama ini Regal sembunyikan, ada raga yang mati-matian ia pertahankan sekalipun itu kesakitan yang ia dapatkan.
Apa selama ini ia telah benar-benar egois? Ingin peduli, tapi ia justru kalah. Egonya jauh lebih besar.
Revan telah sampai di parkiran sekolah. Kali ini untuk pertama kali ia berangkat lebih pagi, waktu baru saja menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia memang sengaja berangkat pagi dengan alasan akan menemui sesorang untuk menjelaskan perihal hubungan mereka yang sejak saat itu terbilang renggang.
Sepertinya semesta memang sedang berpihak kepadanya, saat ia baru saja melepas helm full facenya dan hendak turun dari motor, seseorang yang ia nantikan akhirnya datang.
Seorang perempuan keluar dari mobil berwarna putih, didalamnya terdapat seorang supir, ia berjalan memasuki halaman sekolah dengan tas berwarna abu-abu yang ia gendong di bahu kanannya, dan gaya rambut yang selalu ia gerai, tak lupa satu jepitan lucu yang selalu menghiasinya. Membuat ia semakin terlihat cantik.
Saat langkah kaki itu perlahan masuk tiba-tiba ada seseorang mencekal tangannya dari belakang, membuat ia terpaksa berhenti.
"Bentar Ren, kita perlu ngomong." Dengan raut wajah malas Renata berusaha melepas tangan itu.
"Apasih Van, lepasin!"
"Gue enggak bakal lepas, sebelum lo jawab pertanyaan gue."
"Apa?!"
"Lo beneran marah sama gue soal waktu itu?" tanya Revan.
Renata akui, sejak pertengkaran itu mereka tidak pernah bertegur sapa. Ia sebenarnya tidak marah, hanya saja ia tidak suka dengan sikap Revan yang seperti itu. Egois dan menyakiti orang lain. Menurutnya sama seperti cerita didalam novel yang sering ia baca. Dan itu membuat Reyna merasa tidak terima, seolah ia telah benar-benar mengetahui bagaimana endingnya.
"Gue enggak marah, cuma gue enggak suka sama sikap lo yang kaya gitu." ucap Reyna.
"Kaya gitu gimana maksud lo? Please Ren, itu urusan keluarga gue, lo enggak perlu ikut campur apalagi sampai ngelibatin persahabatan kita." ucap Revan dengan tatapan memohon, seraya melepas tangan itu perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Regal
Fiksi RemajaRegal Benua Amalta : Pendiam✔ Lebih suka sendiri✔ Belum pernah pacaran✔ Tingkat pendiamnya menurun saat bersama sahabat✔ Tidak terlalu pintar✔ Senang menyimpan masalah sendiri✔ Mendadak nakal saat pikiran kacau✔ Satu hal...