#Page: 28 - Tahun Lalu dan Tuturanmu

124 11 6
                                    

📒 Selamat membaca 📒

Terkadang aku membenci sebuah perpisahan. Tak apa hanya perpisahan di dunia. Namun, apa jadinya jika perpisahan antara dunia dan akhirat.

Aku tidak bisa bertemu dengannya. Ada sebuah pembatas yang sangat luar biasa. Hingga dilarang untuk melewati dan memasukinya.

Kita diciptakan dari tanah. Lalu mengapa harus membencinya?

Kini aku sedang menyaksikan siaran televisi menunggu keputusan dari Menteri Keagamaan Indonesia. Hasilnya positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari Sidang Ishbat tersebut bahwa tanggal 1 Ramadhan jatuh pada 16 Mei 2018.

Otomatis malam ini semua orang yang beragama Islam akan melaksanakan sholat Tarawih ditempatnya masing-masing. Seusai menjalankan sholat Maghrib, aku buru-buru mempersiapkan alat sholat untuk dibawa ke masjid.

"Kak Ulfa! Biasanya kalau bulan puasa ada Ibu, jadi seru ya. Suka bikin rujak," celoteh Puput si anak tengil dan yang dimaksud Ibu olehnya yaitu Ibuku.

"Iya 'kan nanti bikin rujaknya," ucapku dengan intonasi sedikit dingin nan datar.

Sungguh aku tersentak dengan perkataan anak kecil itu yang masih mengingat kenangan indah di masa lampau bersama dengan Ibu.

"Ulfa! Ulfa!" teriak seseorang dari luar pintu depan rumah.

"Iya," ujarku sedikit berteriak juga.

Lantas aku membuka handel pintu dan ternyata itu nenek walaupun sebelumnya sudah menduga suara panggilan tadi.

"Mau shalat Tarawih tidak?" tanya nenek dengan napas memburu.

"Iya, mau." Segera aku berjalan ke rumah dan menggaet tas berisi mukena.

Terlebih dahulu berpamitan pada Ayah yang tengah menyesap kopi hitam pahitnya. Puput ikut serta bersamaku pergi ke masjid.

Jarak antara rumah dengan masjid tidak terlalu jauh dan tidak pula terlalu dekat. Kami melangkah beriringan dengan angin sunyi dari gelapnya malam.

Sesudahnya di masjid, kami bersalam-salaman untuk menyambung tali silaturahmi. Aku mengamparkan sejadah di barisan paling depan, nenek juga. Namun, dekat dengan tembok, sedangkan aku dan Puput berada di tengah-tengah.

Setelah melaksanakan ibadah wajib ialah shalat Isya. Kami para warga menjalankan sholat Tarawih berjama'ah dalam satu masjid dan kebetulan yang menjadi imamnya adalah Ustadz Wawan.

Kurang lebih satu jam kami menunaikan sholat Tarawih. Peluh keluar begitu saja dari berbagai penjuru mulai dari pelipis, punggung dan sebagainya. Di dalam masjid sangat panas mungkin karena masjid yang penuh diisi oleh para jama'ah dengan semangatnya membara.

Seusai sholat juga kami bersalaman lagi. Saat bulan Ramadhan tahun lalu aku masih diberi kesempatan menunaikannya bersama sang Ibu tercinta. Namun, kali ini jelas sangat berbeda dari biasanya.

Saat aku menoleh pada salah satu sisi, sesudah sholat Tarawih orang pertama yang disalami adalah Ibu. Namun, malam ini tidak. Ada orang lain yang merebut posisi tersebut. Aku menyentuh ujung mata dan di sana terdapat bekas air mata walaupun hanya sebatas air mata berkaca-kaca.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang