#Page: 08 - Aku Kira 'M'

282 58 10
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Semenjak adzan Ashar berkumandang melalui toa masjid, Ayah bersiap-siap berencara akan melakukan perjalanan menuju RSUD Santika. Tempat selama ini Ibu bermalam dengan didampingi oleh saudara laki-lakiku, yang akrab dipanggil Wahyu.

Ayah juga memanggul tas dengan kadar standar yang bermuatan beberapa potongan busana untuk Ibu yang telah dipesan oleh Kak Dina.

Ayah enyah meninggalkan gubuk ini sekitar pukul 15.30 WIB. Wahyu membonceng Ayah menggunakan motor tanpa gigi yang dimilikinya. Dengan sekali tancapan gas motor itu melaju dengan kecepatan rata-rata dan dengan mulusnya roda itu menggelinding di atas jalanan beraspal.

Mungkin Ayah tiba di sana kurang lebih pukul 16.30 WIB karena perjalanan yang dimakan cukup lama yaitu 60 menit.

Karena jam besuk untuk sore ini dibuka pada pukul 5 sore, maka Ayah dan Wahyu harus menunggu terlebih dahulu.

Namun, kira-kira pada pukul 19.30 WIB Ayah dan Wahyu sudah menginjakkan kakinya di tanah kawasan kampungku ini. Entahlah. Aku tak tahu menahu apa yang terjadi di rumah sakit sana.

Dengan langkah cepat, secepat kereta api ekspress, Ayah melangkah menuju pintu kembar rumah ini. Lantas menggedor-gedor pintu yang terkunci dengan nafsu yang tak terkendali seraya berteriak memanggil asmaku.

Aku yang berada di dalam rumah itu bersama dengan nenek serta kakak dari ayah, Uwa Eti, merasa terperanjat dengan hal tersebut.

"Iya, sebentar!" teriakku dari dalam rumah.

Dengan jejakan kaki yang aku percepat lalu membuka kunci pintu serta handelnya, kugerakkan dan pintu terbuka selebar dunia.

Kemudian Ayah sedikit berlari menghampiri dan mendekapku sembari berpesta dengan isakan tangis yang tidak dimengerti apa maksudnya.

"Ibu, Ulfa! Ibu!" tukas Ayah dengan suara tak terlalu jelas.

"Apa Ayah?" tanyaku untuk memperjelas perkataannya.

"Ibu!" timpalnya dengan suara lantang seraya menggulingkan badan di atas ubin tak beralaskan apa pun.

"Ibu kenapa?" tuturku dengan ekspresi sulit diungkapkan dengan kata-kata.

"Kenapa dengan Ibunya Ulfa?" Nenek ikut menghebos atas pernyataan Ayah yang kurang jelas.

Tolong! Tolong pikiranku! Tolong kendalikan! Jangan sampai menjurus pada dugaan-dugaan yang negatif. Ibu baik-baik saja. Tidak terjadi hal-hal yang akan membuat jantungku berdegub kencang.

"Coba jelaskan apa yang terjadi sebenarnya," tanggap Uwa Eti menambah penasaran dalam benaknya.

"Astagfirullahaladzim! Astagfirullahaladzim!" Nenekku mengucap kalimat istighfar seraya menuju pintu keluar entah pergi ke mana.

Aku tak mempedulikannya dan masih ingin mendengarkan penjelasan-penjelasan fakta yang konkrit. Ayah masih saja berguling-guling dengan menggerung menyeru nama Ibu.

"Sadar. Istighfar. Jangan seperti itu," saran Uwa Eti pada Ayah sambil mendekatinya.

"Ayah, Ibu kenapa?" ujarku sembari menggoyang-goyangkan bagian tubuh Ayah.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang