#Page: 22 - Pelukan Samar

141 24 2
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Hanya hujan setelah kau pergi. Gerimis berubah menjadi hujan deras dan aku membayangkan dirimu. Aku merasa hati ini menjadi sakit. Ada saat di mana seseorang tak dapat dihibur dengan kata-kata.

Aku duduk melamun sembari menatap ke luar jendela. Bahkan menutup mata sebagaimana saat lelah. Sebagian dari kesadaranku justru menjadi semakin jelas.

Sebenarnya aku tak berniat ingin melupakanmu. Namun, saat aku mengingatnya kembali hati ini akan terasa remuk begitu saja. Beberapa hari yang lalu, setiap malam dalam bunga tidur akan didatangi oleh sosok yang sering aku panggil "Ibu". Di saat itu pula berharap mengidap penyakit amnesia dadakan.

Lalu aku memutuskan untuk menceritakan kisah mimpi ini pada sahabatku. Mungkin aku akan mendapatkan sekadar solusi yang mampu melenyapkan mimpi tersebut.

"Assalamu'alaikum. Anila bagaimana kabarmu? Maaf mengganggu ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." Aku mengetik dalam sebuah pesan yang dikirim ke Anila.

"Wa'alaikumsalam. Aku baik-baik saja di sini. Ada apa ceritakan saja padaku?" tanya Anila, membalas pesanku.

"Belakangan ini aku bermimpi kedatangan Ibu terus. Aku tidak sanggup lagi menahan ini semua. Aku benar-benar merindukannya seperti berharap ingin amnesia saja saat ini." Aku mengetik sebuah pesan sambil diiringi tangisan yang membeludak.

"Itu tandanya Ibu kamu sedang ingin berjumpa denganmu. Pasti sedang merindukanmu juga. Bertahanlah. Jangan berpikiran yang aneh-aneh seperti itu," cakap Anila begitu bijaksana nan berwibawa.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak ingin menderita dengan hal ini. Tolong aku!" seruku dengan perlakuan memelas.

"Nenekku berkata seperti ini 'apa makanan kesukaan Ibumu? Lalu hadiahkan secara khusus dengan membaca surah Al-fatihah, Al-Falaq, An-Nass, dan Al-Ikhlas. In Sya Allah tidak akan terbawa mimpi lagi.' Begitu katanya. Coba saja, siapa tahu mujarab," jelas Anila sedikit memberikan solusi terbaiknya.

"Terima kasih banyak, Anila. Aku akan mencobanya," timpalku seraya menyeka air mata yang terus saja menerobos dinding lemah ini.

Makanan kesukaan Ibu? Aku kembali teringat oleh saran yang diberikan Anila tadi. Tak membutuhkan waktu lama, aku cukup mengingat makanan kesukaan Ibu. Daya pikirku tertuju pada nama buah-buahan. Belimbing. Ya, Ibu memang menyukai itu. Kebetulan di dalam kulkas sedang ada buah yang dimaksud.

Aku segera melangkah dengan pijakan sedikit dipercepat. Aku mengambil beberapa buah belimbing dan membawanya ke kamar. Kemudian duduk bersila dengan di hadapan ada sebuah piring berisi buah belimbing. Lantas mulai melakukan ritual sesuai dengan saran dari Anila tadi.

Matahari sudah diselimuti dengan awan putih dan bersiap mengucapkan perpisahan di sore hari. Senja pun sudah mengisi dan menghias di angkasa dengan warna kemerah-merahan unggulannya.

Sungguh aku tidak mempunyai maksud untuk melupakan sosok figur seorang Ibu di dalam benak dan pikiran. Buktinya aku masih mengingat buah kegemaran Ibu dan hari ini juga tepat 40 hari Ibu tinggal di dalam alam kubur.

Seperti adat kebiasaan di sini akan mengadakan kegiatan tahlil yang dipimpin oleh Ustadz Wawan. Seusai sholat Isya, kegiatan tersebut sudah dimulai. Banyak orang yang datang untuk menghadirinya.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang