#Page: 06 - Insiden Abnornal

403 72 15
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Malam ini terasa begitu dingin dengan rindu yang menyebabkan sepasang tangan ini memeluk angin. Ini masih tentang malam yang terlalu dingin untuk dibicarakan. Tentang sepi yang tak pernah bosan memeluk kesendirian.

Tampaknya bulan dan bintang sedang dilanda keletihan untuk menerangi petang ini. Pepohonan juga sudah terlelap dalam tidurnya. Sementara, aku masih telanjang mata dengan terjaganya malam.

Burung Sirit Incuing terus saja mengalunkan suaranya yang menulikan telinga. Konon katanya orang-orang kuno mempercayai bahwa jika terdengar suara Burung Sirit Incuing akan ada seseorang yang meninggal dunia. Selama suaranya masih terdengar, maka belum ada mangsa yang didapatnya.

Ini zaman modern mengapa harus mempercayai hal-hal berbau aneh seperti itu. Lantas aku hanya menganggapnya sepele.

Ini malam pertama saat aku ditinggalkan Ibu pergi ke rumah sakit. Di sana masih ada Kak Dana yang masih menjaga Ibu ditemani dengan kakak ipar lalu satu saudaraku.

🍁 Flashback On 🍁

Peristiwa ini terjadi satu hari sebelum Ibu menginap ke rumah sakit.

Ini sudah malam. Terlihat dari luar malam sana rembulan membiaskan cahayanya pada pucuk pohon cemara yang berada di sekitar rumah.

Nenek menyuruh untuk menelepon menantunya yang bertempat tinggal di daerah Sumedang. Lantas bibiku, Bi Erni, hanya mengangguk dan melaksanakan perintahnya.

Mencari nomor diantara deretan nomor yang lainnya. Dapat. Lalu menekan tombol panggilan. Masih belum terdengar dari sahutan di seberang telepon.

"Assalamu'alaikum," salamnya membuat sambungan telepon terhubung.

"Wa'alaikumsalam," jawab salam dari nenekku dengan tegasnya.

"Ada apa menelepon malam-malam begini?" tanya Om Andri keheranan dengan tujuan telepon ini.

"Ini keadaan Ibunya Ulfa sudah semakin tak keruan. Ke rumah sakit sudah, tapi masih begini saja. Coba cari cara lain dari ustadz-ustadz yang berada di kawasan sana." Nenekku mulai menyampaikan tujuan dari peneleponan ini.

"Ya sudah saya akan cari-cari dulu. Nanti saya kasih kabar kalau sudah ada," timpalnya berupaya mencari solusi yang terbaik dari solusi baik yang ada.

"Iya. Ditunggu kabarnya. Assalamu'alaikum," ujar nenek tampak keresahannya sedikit berkurang.

"Wa'alaikumsalam." Telepon pun terhenti begitu salam itu diucapkan.

Adik dari Ibu terlihat tengah mengalunkan Kalimah Allah. Aku belum tertidur walaupun rasa kantuk semakin hinggap di sepasang kelopak mata ini. Kedipan mata pun dirasa sangat lamban.

Kini aku memutuskan untuk tidur di samping Ibu setelah kejadian mengucapkan kalimat aneh itu. Sesekali aku mengelus-elus puncak kepala Ibu yang sudah lengket karena sudah lama tidak dikeramas.

Tiba-tiba kedua mata Ibu melotot seolah-olah akan melompat dari kelopak matanya dan tertuju ke arah atas. Mulutnya seperti mengunyah-unyah sesuatu, tetapi tak ada makanan di dalamnya. Deruan napasnya sangat berbeda dari adatnya.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang