#Page: 17 - Tiba di Rumah

172 35 6
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Ya Allah mampukah aku untuk menghadapi segala badai yang menghadang dan menerjang secara memaksa ini? Tolong bantu aku untuk menjadi seseorang seperti batu karang yang berada di lautan yang dapat bertahan karena ombak dan juga gelombang yang terus menghantamnya.

Jangan sampai aku menjadi pohon dengan akar yang lemah. Saat angin datang akan roboh begitu saja. Atau akan menjadi seperti itu? Namun, aku akan segera bangkit untuk melawannya.

Perjalanan menuju rumah sedang dilakukan. Saat dalam perjalanan pikiranku entah ke mana perginya seperti kosong melompong. Sesekali memejamkan mata untuk mengumpulkan pikiran-pikiran positif.

Aku tak sanggup untuk melihat Ibu yang seperti sekarat saat ini. Mata serta mulut seperti enggan berkomunikasi dengan alam. Kami berangkat meninggalkan rumah sakit sekitar pukul lima sore dan perkiraannya benar akan tiba di rumah sekitar pukul 6 sore. Sesekali saat dalam perjalanan sudah terdengar kumandang adzan Maghrib.

Sesampainya di tempat tujuan, aku melihat banyak orang yang menyambut kedatangan Ibu. Alhamdulillah, Ibu memang orang yang berhati tulus dan mulia sehingga banyak orang yang menolongnya.

Kemudian orang-orang itu membantu untuk mengangkut barang-barang. Kak Asep dan lainnya menggendong Ibu untuk sampai di rumah. Sebagian orang lagi hanya ikut berparade di belakang, aku juga begitu.

Sesudah di rumah masih banyak orang yang menerima kedatangan Ibu yang tiba-tiba. Ibu segera dibaringkan di kasur yang telah dibenahi oleh Kak Dina dan dibantu oleh yang lainnya pula.

Semua orang hadir ikut berkumpul di ruangan dengan ukuran sedang. Namun, setelah iqomah berdendang para manusia itu bubar untuk melaksanakan kewajiban.

Aku juga mulai menjalankan sholat Maghrib secara bergantian. Lalu menjaga Ibu yang masih terbaring dengan segala penderitaannya. Aku tak sanggup melihat Ibu dengan berbagai selang yang melekat di tubuhnya saat di rumah sakit, tetapi tak sanggup juga harus melihat Ibu dengan lemah tanpa bantuan medis. Napasnya juga sudah tak normal.

Ibu, sadar dan bangunlah dari tidur panjangmu ini. Ibu masih tidak merasa puas untuk tidur seharian selama berminggu-minggu? Ibu sudah tiba di rumah sekarang. Bukankah tempo hari meminta untuk pulang ke rumah? ocehku dalam hati yang semakin rapuh.

Setelah pelaksanaan sholat Isya orang-orang yang berpamitan tadi kembali lagi. Karena akan diadakan pengajian yang dikhususkan untuk Ibu tercinta. Orang-orang berkumpul masih di ruangan yang sama. Lalu mulai mengambil Al-Qur'an dan membacanya.

Aku juga ikut berpartisipasi dalam pengajian tersebut, tetapi berdiam diri di kamar dengan dekorasi berwarna merah muda. Saat mengaji ingin sekali aku menumpahkan lautan air mata yang sedari tadi ditahan. Aku mencoba tetap bertahan di tengah kesunyian ini.

Semalaman suntuk orang-orang tak hentinya untuk membaca kitab yang mulia tersebut. Mataku memang terpejam, tetapi hati dan pikiran masih saja terjaga. Entah mengapa aku merasakan hal-hal yang sangat abstrak.

Di satu sisi ingin sekali aku tertidur di samping Ibu untuk malam ini. Tampaknya aku merasa kerinduan yang berat saat tertidur dibarengi dengan pelukan hangatnya. Entah kapan terakhir kali itu terjadi. Namun, mengurungkan niat. Aku malah tertidur di kamarku sendiri.

Aku tidak sendiri, ditemani anak kecil yang masih polos, Puput. Aku juga melihat kegelisahan tertera di raut wajahnya yang sedang terlelap dalam tidur. Posisi tidurnya selalu berubah-ubah, mungkin sedang mimpi buruk. Begitulah asumsiku.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang