#Page: 04 - Kebahagiaan Sementara

452 90 42
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Angin dan embun menyapa saat awal hari. Mentari mulai condong dari tempatnya bersembunyi hingga cahayanya memandikan seluruh penjuru dunia. Sangat hangat yang dirasakan.

Seperti biasanya aku mempraktikkan rutinitas pagi dengan baik dan benar.

Ibuku masih dengan keadaan beberapa hari lalu malar-malar semakin memburuk nan parah. Sampai-sampai membuat lukisan rasa pedih dan perih akibat melihat pemandangan yang menyedihkan itu.

Ibu berada di ruang tengah. Untuk saat ini ada beberapa tetangga dekat dan kerabat jauh datang menjenguk. Jadi, aku memutuskan untuk tenggelam sejenak ke dalam osean fantasi.

Saat ini aku tengah berada di ruangan berukuran 2 meter × 2 meter. Lapak yang sangat nyaman serta tenang. Apa pun yang aku lakukan terekam oleh ruangan itu.

Tiba-tiba ponsel yang kupunya bergetar bahkan mencabik-cabik kehampaan. Isyarat ada sebuah permintaan telepon yang harus disambut. Ternyata itu adalah salah satu rekan seperjuanganku.

Aku pun merampas gadget itu dengan tangan gesit lalu kugeserkan tombol hijau ke arah kanan seraya mengalihkan pandangan menatap langit yang cukup terang sampai-sampai harus menyipitkan penglihatan.

"Assalamu'alaikum," sahutku dengan intonasi antusias.

"Wa'alaikumsalam," ujar Devi sepertinya menaruh senyum di sana.

"Ulfa!" Panggil seseorang masih di sana membuat memekak telinga.

"Iya. Ada apa?" jawab sekaligus tanyaku dengan tuturan kalem.

"Ulfa, apa kabar? Aku kangen," ungkap seseorang dengan suara berbeda pula.

"Alhamdulillah baik. Kangen aku atau sama yang lain?" godaku mencoba membuat lelucon klasik.

Ternyata sambungan telepon itu disambungkan dengan tiga kawan terkasihku.

Aku, Devi, dan Anila serta Sila bersekolah dengan bangunan yang sama walaupun berbeda kelas. Kami juga menjejakkan kaki di salah satu ekstrakurikuler yang tersedia di sana.

Kami bersatu dalam satu visi dan misi yang sama yakni pergi ke Korea. Terdengar seperti mustahil, tetapi lihatlah apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Akan ada keajaiban yang tak terduga.

"Ulfa, kerja casual yuk!" ajak Devi dengan semangat menggelora.

"Sepertinya aku tidak akan mendapatkan izin dari orang tua," sambatku sembari menundukkan kepala.

"Apa aku bilang? Ulfa tidak akan diberi izin," celetus Anila menduga yang ternyata memang benar adanya.

"Yahhh ... kalau aku jadi kerja casual tidak ada teman untuk pulang bareng," keluh Sila sepertinya dia mengerucutkan bibir.

"Maaf ya. Lagi pula Ibuku sedang sakit, jadi harus menjaganya," curhatku tiba-tiba di tengah percakapan.

"Sakit apa?" tanya Anila mungkin penasaran.

"Maag kronis-nya kambuh," ucapku sambil berjalan menuju kasur.

"Semoga cepat sembuh." Doa Sila untuk Ibuku.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang