#Page: 14 - Menginap Lagi

153 39 14
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Entah mengapa malam ini terasa begitu berbeda. Malam yang sangat gelap gulita. Bulan purnama dan bintang kecil tampaknya tak ikut berbaur di antariksa sana. Angin yang menyusup dari celah-celah yang dapat dimasukinya sehingga terasa begitu menusuk sampai ke tulang rusuk.

Aku memutuskan untuk menginap kembali di rumah sakit untuk malam ini. Ini merupakan menginap untuk kedua kalinya. Aku merasakan ada yang sangat berbeda pada saat ini, tapi tak tahu menahu apa itu.

Aku mulai menenggelamkan kepala dengan dasar bantalan jaket yang dibawa tadi siang. Aku berusaha untuk memejamkan mata dan pergi ke alam bawah sadar.

Rupanya aku sudah berhasil memasuki dunia tidur dan sekarang waktunya untuk bergegas membuka mata kembali karena adzan Subuh sudah membangunkan.

Aku mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat fardhu. Seusainya tak kurang melantunkan ayat-ayat Allah dan berdoa sekhusyuk mungkin.

Matahari sudah menegurku agar melihat cahaya kentaranya dan burung-burung kecil sudah berhamburan dari sarang untuk mencari sarapan pagi. Seperti aku juga butuh asupan makanan karena sejak sore kemarin tidak memasukkan kudapan lain.

"Ulfa, sarapan dulu," suruh nenek yang juga menginap kembali.

"Iya," jawabku pendek.

"Sekalian nenek juga mau sarapan. Bawa nasi dan minumnya di dalam nakas itu," ucap nenek seraya menunjuk pada nakas yang dimaksud.

Dengan gerakan wajar tanganku membuka nakas tersebut dan menyabet misting nasi dan sebotol air mineral. Lalu aku dan juga nenek melangkah keluar ruangan karena jika makan di dalam akan kena teguran dari dokter yang terkadang marah-marah tidak jelas.

Kami membelokkan arah jalan ke kiri lalu lurus lagi dan terakhir berbelok ke kanan. Kami berada di belakang luar ruangan tempat Ibu berbaring sekarang. Ternyata di sana juga ada banyak orang. Mereka tengah melakukan menghirup udara segar, sarapan seperti kami juga, atau merokok.

Sebetulnya aku belum terlalu lapar, tetapi harus memaksakanya karena tak ingin penyakit maag yang diderita juga ikut kambuh seperti Ibu.

Saat makan sesekali kami menyelinginya dengan percakapan sederhana dan juga tertawa sebentar. Lalu terdengar suara orang mendorong sesuatu mengarah pada saat kami makan saat ini.

"Innalillahi wa'ina ilahirojiun. Pagi-pagi sudah ada yang meninggal," tutur nenek dan pandangannya menuju pada pembaringan di dalamnya ada pula manusia yang ditutupi kain.

"Innalilahi wa'ina ilahirojiun." Mulutku juga ikut mengucapkan kalimat isthirja.

Semoga saja Ibu tidak bernasib seperti itu. Karena aku menyakini bahwa Ibu akan sehat kembali, batinku berbicara pelan, pelan sekali.

"Kemarin waktu nenek menginap di sini juga ada dua sampai tiga orang meninggal dunia dan dimasukkan ke dalam ambulans," jelas nenek seraya menyuapkan sesendok nasi.

Lantas aku hanya mengangguk sebentar sebagai respon. Tak terasa satu kotak nasi yang dimakan berdua telah habis tanpa menyisakan sedikit pun. Selanjutnya aku menegak air minum dengan puas dan diikuti oleh nenek kemudian.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang