#Page: 23 - 100 Hari

129 22 0
                                    

📒 Selamat Membaca 📒

Semakin aku melebarkan senyum di kedua sudut bibir, semakin terasa pedih hati ini seperti dicabik-cabik. Bagaimana bisa aku membuat pernyataan bahwa aku baik-baik saja sekarang? Nyatanya setiap akan terlelap dalam tidur akan membuat aliran sungai kecil yang menjalar di kedua pipi membuatnya basah nan dingin.

Tangisan yang dikeluarkan mampu ditebak dengan cara mengetes bagaimana cairan bening itu berwujud. Jika tangisan itu hangat, maka tangisan itu mampu diartikan sebagai tangisan bahagia. Namun, jika tangisan itu dingin, maka mampu diartikan sebagai tangisan kepedihan.

Kadang kala aku bertanya pada diriku sendiri tentang kondisi saat ini.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanyaku pada diri sendiri bak orang gila.

"Aku baik-baik saja," jawabku dan menyelinap sedikit rasa ragu.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanyaku untuk kali kedua.

"Aku baik-baik saja," tuturku semakin melemah nan bergetar dahsyat.

Balasannya tetap sama bahwa aku baik-baik saja untuk sementara waktu. Namun, entah untuk ke depannya. Aku belum memprediksi hal tersebut.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanyaku tanpa menyerah.

Wahai diriku, jawab pertanyaan tersebut dengan jujur dan dari hati nurani yang paling dalam. Jangan membuat sebuah pernyataan palsu.

"Aku tidak baik-baik saja," ujarku penuh penekanan yang sangat lugas.

Aku baru menyadari bahwa diriku saat ini sedang dalam kondisi yang buruk. Aku merasa tak memiliki pasokan gairah hidup yang cukup dan merasa itu semua sudah direnggut begitu saja.

Hari Sabtu, tanggal 14 April 2018, memperingati Ibu untuk keseratus hari. Aku mulai terbiasa dengan kesendirian tanpa belaian seseorang dengan julukan 'Ibu'. Aku tak mampu memendam rasa rindu yang berkepanjangaan.

🍁 Flashback On 🍁

Peristiwa ini terjadi satu hari sebelum Ibu meninggal.

Aku sedang berada di kamar dengan jendela kembar yang menghadap langsung ke gunung. Lalu indera pendengarku menangkap sebuah sumber bunyi yang berasal dari pintu dan itu disebut ketukan pintu. Ada seseorang melakukan tindakan tersebut.

Aku berjalan gontai untuk memegang handel pintu dan membukanya selebar mungkin. Aku menemukan seorang pelakunya dengan iringan kedua sudut bibir tertarik ke atas dan itu disebut senyuman anggun.

Kak Dina datang dan memasuki keindahan yang terpancar dari ruangan aku bersemayam. Kak Dina duduk bersimpuh di tikar lalu mengajak berbincang-bincang ringan.

"Kemarin Kak Dina mimpi kedatangan Ibu kamu," cakap Kak Dina mulai membuka percakapan.

"Mimpi apa?" tanyaku sedikit penasaran dengan ceritanya.

"Saat Kak Dina sedang istirahat kerja memutuskan untuk tidur sebentar karena sangat mengantuk sekali. Kak Dina tidur di tempat yang sedikit sepi lalu menyatukan dua kursi untuk berbaring," omong Kak Dina sebagai prolognya.

Sampai Jumpa di Surga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang