11. Perhatian Nyata

1.7K 149 81
                                    

“Aku berikan kamu perhatian kemudian akan muncul kasih sayang.”
—Randy

•••••

"Gue perhatiin dari kemarin lo murung terus. Ada masalah apa?" tanya Randy yang sedang ada di samping Rashila. Mereka kini sedang berada di gazebo sekolahnya.

"Cie perhatian," balas Rashila dengan senyuman kilas. Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada rumput di hadapannya. Sebenarnya ia sedang ingin sendiri. Namun tiba-tiba Randy datang begitu saja.

"Gue kan teman lo, wajar kan kalau gue peduli?"

Rashila menghembuskan napasnya perlahan. "Lo deketin gue nanti Nella marah. Mendingan lo ke kelas aja. Gue malas kalau harus berurusan lagi sama Nella."

"Tapi gue maunya di sini," balas Randy.

"Ngapain coba? Gue di sini bukan lagi sedih kok. Lo tenang aja ya. Gue cuma gabut aja, bentar lagi juga gue balik ke kelas."

"Gue mau temenin lo." Mendengar kalimat itu Rashila langsung menatap Randy. Ia tak menyangka kalau Randy bisa sepeduli ini padanya. Senyuman tulus juga ditampilkan oleh Randy.

"Nanti lo ikutan gabut lagi," kata Rashila yang sebenarnya menginginkan Randy untuk segera pergi. Ia sedang ingin sendiri.

Setelah melihat tahi lalat pada alis salah satu sahabatnya, dada Rashila serasa naik-turun. Berkali-kali ia mencoba terapi ala-ala ibu ingin melahirkan. Tarik napas panjang lalu hembuskan. Ia lakukan agar hatinya tenang. Itu juga alasan Rashila duduk di gazebo agar merasa lebih segar. Ia ingin merilekskan pikirannya. Ketika Rashila ingin sendiri, Randy malah mengacaukannya.

"Ngeliat muka lo terus gak bakalan bikin gabut," ucap Randy malu-malu.

Rashila agak terkejut.

Tapi ia tak begitu peduli.

Mau mengeluarkan jurus beribu gombal atau jutaan kalimat manis. Ia tak peduli. Hatinya telah terkunci untuk satu orang. Hanya Rangga. Sampai saat ini hatinya belum terbuka untuk siapa pun. Lagi pula ia tak mau terlalu kebawa perasaan dengan kata-kata Randy. Terkadang isi hati lelaki dan apa yang ia ucapkan berbeda. Ia sudah merasakan itu dan menjadi korban. Hingga sekarang Rashila masih terjebak di dalamnya.

"Lo cerita aja tentang masalah yang lagi lo pikirin. Gue siap dengerin kok," ucap Randy dengan tulus. Sepertinya ia benar-benar ingin tahu apa yang terjadi dengan Rashila.

"Dibilangin gue gak apa-apa. I am fine."

"Cewek kalo ngomong gak apa-apa pasti ada apa-apa. Tapi kalau lo gak mau cerita sekarang juga gak masalah. Lo bisa cerita ke gue kapan aja lo mau. Gue siap jadi pendengar yang baik. Kalau lo butuh sandaran juga gue siap."

"Sok-sokan kuat lu jadi sandaran gue. Nanti gue sandaran lo malah jatoh," canda Rashila. Ia ingin melupakan sejenak penatnya.

"Kuat dong! Badan lo kan kurus."

"Kurus begini tulangnya bikin nusuk. Nanti abis sandaran badan lo pada sakit lagi." Rashila mulai menampakkan senyumnya. Randy lega melihat hal itu.

"Ke kantin yuk! Gue traktir es jeruk. Mau ga?"

Tawaran Randy cukup menggoda. Di siang bolong seperti ini memang akan terasa segar sekali bila es jeruk mengalir di kerongkongannya. "Asal gratis mau dong!"

Mereka pun akhirnya meninggal gazebo dan menuju ke kantin. Rashila harap Nella tidak mengetahui sekarang Randy sedang bersamanya. Kalau tahu Nella pasti akan mengamuk lagi seperti banteng yang ingin menyeruduk kain merah. Belum lagi mulutnya yang kalau ngomong pedasnya kayak cabe. Kalau di kasih terasi enak kali ya buat jadi sambal. Untung Rashila juga punya ulti mulut rombeng ala kaleng. Yang kalau udah nyerocos bakalan kayak mercon. Jadi pertarungan antara Nella dan Rashila akan seimbang.

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang