32. Rumah Sakit

956 79 28
                                    

“Mau bagaimanapun dia tetap sahabat gue,”
—Rangga

•••••

Perban halus berwarna putih melingkar sempurna di kepala Rashila. Bercak-bercak berwarna merah mengotori seragam yang ia kenakan. Rashila diam tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. 

Kacau. Semua kacau. Itu yang ada di pikiran Rangga sekarang. Ia sama sekali tak menyangka akan berakhir menjadi seperti ini. Semua terjadi terlalu cepat, lalu sekelebat menghitam. Hanya gelap yang ada.

Bodoh. Meski semua terjadi secara tak sengaja, mengapa harus begini? Rangga tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Entah berapa banyak bulir air mata yang sudah jatuh dari pelupuk matanya. Ia kini hanya bisa memandangi tubuh Rashila yang enggan untuk bergerak.

Kemudian Rangga mengambil handphone Rashila. Ia mencoba mengabari kedua orang tua Rashila untuk memberitahu kabar putrinya. Namun sayang, baik ayah maupun ibu Rashila tak ada yang bisa dihubungi. 

Rangga sangat khawatir dengan keadaan Rashila. Bahkan, dirinya sendiri belum mengabari keluarganya. Akan tetapi, itu bukan masalah besar karena dirinya masih baik-baik saja. Tidak seperti Rashila yang sampai tak sadarkan diri. Ini semua memang salahnya.

Tak kuat lagi menahan rasa bersalah akhirnya Rangga memutuskan untuk keluar dari ruangan Rashila. Rangga ingin keluar sejenak untuk menenangkan hati dan pikirannya yang sudah kacau sedari tadi. Namun saat ia baru saja keluar ruangan, matanya menangkap sosok yang nampaknya ia kenal. Sosok itu sedang berjalan bersama wanita yang entah siapa namanya. 

Dengan langkah beringas dan tangan terkepal penuh, Rangga pun menghampiri sosok itu. Kemudian Rangga langsung saja menarik kerah baju rivalnya itu. "Lo yang namanya Haidar, kan?!" 

Haidar menepis tangan milik Rangga dan tidak terima dengan perlakuan kasar yang tiba-tiba ia dapatkan. "Maksud lo apa, ya?"

"Diem lo, Bajingan!" jawab Rangga dengan nada keras sambil menatap tajam mata Haidar. Kemudian Rangga mengambil ancang-ancang untuk memukul Haidar. Namun wanita yang semula di sebelah Haidar tiba-tiba menghalangi perlakuan kasar Rangga. 

"Stop! Ini rumah sakit kalian jangan ribut di sini. Emangnya lo ada masalah apa sama pacar gue?" 

Rangga tertawa sinis mendengar hal itu. "Oh, jadi cowok ini pacar lo? Bilangan sama pacar lo kalau dia udah bikin nyawa orang hampir melayang," balas Rangga dengan penuh penekanan.

Seketika kedua orang yang berada di hadapan Rangga mematung. Nampaknya mereka masih mencerna perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Rangga.

"Maksud lo nyawa siapa?" tanya Haidar yang tak mengerti dengan perkataan Rangga. Otaknya dipaksa berputar untuk menebak-nebak hal apa yang sebenarnya terjadi.

"Semua ini terjadi gara-gara lo," ucap Rangga sambil menggoyangkan tubuh Haidar. Sementara Haidar sendiri masih tak mengerti alur ceritanya. 

Haidar kini mulai kesal karena ketidakjelasan Rangga. "Apa yang salah dari gue? Apa yang udah gue perbuat?!"

"Rashila hampir mati karena lo," balas Rangga disertai air mata yang mengalir melalui pipinya.

Mendengar hal itu wajah Haidar berubah menjadi pucat. "Lo bilang apa barusan? Rashila? Lo pikir apa yang udah gue perbuat sampe dia mau mati, hah?! Lo udah gila? Gue yakin pasti lo orang yang buat Rashila hampir mati. Cowok brengsek kayak lo harusnya gue bunuh dari dulu. Lo nggak pantes hidup di dunia ini!" 

Rangga pun tak kalah emosi. "Gue nggak bunuh Rashila, tapi lo penyebab semua ini!"

Haidar kini semakin maju ke depan dengan kepalan tangan penuh. "Dasar lo cowok nggak tau diri! Lo bakalan mampus di tangan gue kalau sampe ada apa-apa sama Rashila."

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang