24. Tidak Ada Maaf

1.7K 127 81
                                    

Lupakan saja masa lalu dan mulai lagi yang baru.
—Meila

•••••


Jam istirahat kini sedang berlangsung. Dikarenakan Pak Jay yang ada urusan mendadak, remedial pun dilakukan setelah jam istirahat. Tentunya hal itu membuat semua siswa yang terkena remedial menghela napas lega. Setidaknya mereka bisa belajar sebentar walau akhirnya menyontek juga. Ya, setidaknya ada usaha.

Untung saja kali ini Rashila aman dan bebas remed. Jadi jam istirahat ini ia manfaatkan untuk tidur agar kepalanya tidak terlalu pusing. Ciri khas anak sekolahan yang tidur di kelas itu dengan menggunakan tasnya sebagai bantal dan tertidur di atas mejanya. Bukan berarti seluruh badan berada di atas meja. Hanya kepalanya saja.

"Ayo, buruan ke kantin gue laper! Sok kerajinan banget sih belajar segala. Paling nanti bakalan nyontek juga," ucap Gina kepada para sahabatnya yang sedang sibuk membaca buku untuk mempersiapkan remedial.

"Gue mau belajar sekali-kali. Takut dosa gue nyontek mulu," balas Ocha yang tiba-tiba berubah menjadi alim.

"Lo kalo mau ke kantin sendiri aja kali," balas Adira yang ikut-ikutan tertular virus kealiman dan malah menyuruh sahabatnya sendirian menuju kantin.

Gina tentu saja sebal. "Gue ke kantin sendirian makin keciri jomblonya. Anterin dong!"

"Udah minta, maksa lagi! Pergi sana ke kantin, gue nitip ciki gopean satu ya," kata Pipi sambil menulis sesuatu di selembar kertas. Entah itu sebagai bahan belajar atau contekan.

Gina langsung saja menjitak kepala Pipi. "Enak aja lo main nyuruh aja. Emang sekarang masih jaman ciki gopean?"

"Berisik! Lo kalo mau ribut jangan di sini. Gue pusing mau tidur," ucap Rashila yang terbangun dari tidurnya karena teman-temannya tidak mau diam alias berisik.

Tiba-tiba saja sebuah tangan halus menyentuh bahu Rashila dari belakang. Tanpa perlu menyebut nama, bahkan Rashila sudah mengetahui si pemilik tangan itu.

"Gue minta maaf, Shil,"

Perkataan Meila langsung menggema di telinganya dan membawanya pada kejadian kemarin. Hatinya terasa perih dan sakit ketika mengingat itu. Matanya sudah memanas, tapi ia tahan agar tidak tumpah.

"Sori gue gak butuh permintaan maaf dari lo," balas Rashila.

"Ini semua salah gue. Gue mohon maafin gue, Shil,"

Rashila tersenyum miring. "Jadi sekarang lo udah sadar, kalau yang lo lakuin itu salah? Kemaren emang lo kemana aja?"

Meila berniat ingin memeluk Rashila. Namun sayangnya Rashila menghindar. Sahabatnya yang lain tidak mengerti apa yang telah terjadi pada Rashila dan Meila. Mereka kebingungan dan nampaknya akan ada bom yang sebentar lagi meledak.

Meila memasang wajah sedihnya. "Gue kemaren mau minta maaf sama lo dan ngejelasin semuanya. Tapi lo keburu emosi."

Tak segan-segan Rashila langsung bangkit dari bangkunya dan mendorong bahu Meila. Tubuh Meila pun tidak seimbang dan akhirnya jatuh. Rasa pusing Rashila seketika hilang karena rasa kecewanya yang lebih besar. "Apa yang perlu dijelasin lagi hah?! Lo pikir penjelasan dari lo akan merubah segalanya. Semuanya itu udah terlalu jelas. Inget satu hal, kertas yang semula bersih kemudian kecoret dan diberi tipex gak akan sebersih dulu. Sama kayak hati gue yang udah kecewa banget sama lo. Rasanya percuma nerima maaf dari lo."

Melihat tubuh Meila yang jatuh ke lantai membuat Gina emosi. Ia sedikit tidak suka dengan cara Rashila yang main kasar. "Lo kalau gak mau maafin Meila, gak usah ngedorong juga. Jangan main kasar." Gina pun membantu Meila untuk bangkit.

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang