21. Pelukan Hangat

1.4K 122 45
                                    

“Sebuah kehangatan tercipta karena adanya kasih sayang.”
—Randy

•••••

Haidar jadi tidak tega melihat Rashila yang menangis hingga air matanya bercucuran. Ia ingin mengambil ember untuk menampungnya, tapi sayang tak ada ember di dekatnya. Jadi lebih baik ia tarik paksa saja pergelangan tangan Rashila. Ia tarik Rashila ke meja awal mereka datang ke cafe ini untuk membereskan buku terlebih dahulu kemudian pulang.

Hari ini untung Haidar membawa motor yang masih terparkir di sekolahnya. Ini juga hari bersejarah karena baru hari ini Haidar rela mengeluarkan bensin lebih hanya untuk mengantar seorang cewek yang nangis termehek-mehek karena seorang cowok bajingan.

"Udah, Shil, lo jangan nangis mulu. Abis nangis gue jamin lo langsung pilek. Sekarang aja ingus lo udah nyebar ke mana-mana. Lo mau ngaca dulu ga? Biar lo bisa liat muka buluk lo yang makin buluk," ucap Haidar yang sedang memasukan bukunya ke dalam tas sambil sesekali melihat wajah mengenaskan Rashila.

Tiba-tiba saja tangan kurus Rashila melingkar pada tubuh Haidar. Rashila memeluk Haidar. Haidar sendiri sampai mengerjapkan matanya beberapa kali seakan tak percaya apa yang telah diperbuat oleh Rashila.

Seorang gadis bawel menyebalkan yang selama ini senang sekali menganggu telinga Haidar telah berubah menjadi sangat rapuh. Haidar sendiri tak menyangka Rashila bisa sesedih ini. Rasanya mustahil mulut rombeng Rashila kini menangis berlinang air mata.

Haidar pun tidak bisa menolak pelukan Rashila. Yang ia lakukan adalah membalas pelukan Rashila dengan sehangat mungkin. Haidar tau dirinya sedang sangat dibutuhkan sebagai pelampiasan kesal Rashila. Entah mengapa Haidar tidak merasa keberatan untuk membalas pelukan itu. Ia merasa sedikit senang karena mungkin pelukan ini dapat meredakan tangisan Rashila.

Namun, baik Rashila maupun Haidar tidak menyadari ada seseorang yang memperhatikan mereka dari arah pintu masuk.  Dia memegang sebuket bunga mawar di tangan kanannya. Kemudian bunga itu terlepas dari tangannya, sehingga bunga itu tergeletak di lantai. Orang itu kemudian pergi dengan rasa kecewa.

"Gue mau pulang," ucap Rashila dengan pelan yang masih berada dalam pelukan Haidar. Reflek Haidar pun melepaskan pelukannya.

"Ya.. yaudah, ayo, pulang! Dari tadi juga gue udah ngajak lo buat pulang," balas Haidar dengan sedikit salah tingkah. Kemudian Haidar mengaitkan tas gendongnya, begitu pula Rashila. Mereka bangkit dari kursi dan berjalan keluar cafe. Sebuket bunga mawar merah yang tergelak di lantai begitu saja membuat Haidar sedikit penasaran. Haidar pun mengambilnya.

Ada kertas kecil yang diselipkan namun nama pengirimnya tidak begitu jelas karena basah terkena air. Akan tetapi, nama orang yang ditujunya masih dapat terlihat. "Ini buat lo, Shil," kata Haidar sambil memberikan bunga itu kepada Rashila.

"Hah? Ini dari lo?" tanya Rashila bingung tak mengerti.

"Idih ngarep! Bukan dari gue. Gatau tuh dari sapa, tapi di sini tertulis nama lo," jelas Haidar yang tampak ogah-ogahan.

Rashila hanya menatap bunga itu sekilas. "Buang aja. Gue gak suka bunga."

"Jahat banget lo. Barangkali aja ini dari penggemar rahasia lo. Kasian kalo lo main tolak gitu aja. Dia beli bunga juga pake duit kali bukan pake daun. Hargain usahanya," jelas Haidar sok-sokan bijak.

"Bodo, ah! Cepetan pulang aja, males gue lama-lama di sini."

Haidar pun hanya menghela napas kemudian mengangguk. Namun saat baru saja menarik pintu keluar angin kencang langsung menerpa wajah mereka. Hujan ternyata masih turun dengan deras.

Haidar memperhatikan langit kelam itu dan petir pun menyambar. "Yah, hujan gede begini, Shil. Terus pulangnya gimana? Gue kan pakenya motor. Gak punya jas hujan lagi."

Rashila berdecak kesal. Hari ini benar-benar hari yang menyebalkan. "Aduh, pake hujan segala! Bodo amat, ah! Gue pokoknya pengen cepet-cepet nyampe rumah terus peluk guling. Capek gue dinistain mulu."

"Lo mau maksa pulang?"

"IYAA!"

"Sekarang aja lo udah pilek gara-gara nangis. Apalagi kalo hujan-hujanan. Bisa-bisa lo demam kali. Bahkan bukan cuma lo yang kena demam, gue juga bisa ikutan kena. Gausah nekat, tunggu reda dulu aja."

Rashila menghentakkan kakinya. "Ah, lo, cowok cemen banget! Cuma hujan air doang, bukan api."

"Lo pikir Avatar?"

"Apaan, sih. Gue lagi gak pengen bercanda."

"Oke, oke! Ayo pulang sekarang. Pokoknya kalo nanti lo sakit jangan salahin gue. Itu derita lo," balas Haidar kemudian berjalan menerobos hujan untuk menuju ke parkiran sekolah mengambil motor. Rashila hanya mengekor di belakang.

Saat sampai di parkiran sekolah, Haidar langsung mengambil kunci motornya di saku. Kemudian ia nyalakan, Rashila pun langsung duduk di jok belakang.

"Gue cuma ada helm satu. Mendingan lo aja yang pake. Biar lo aman, sekalian nutupin muka jelek lo itu," ucap Haidar sambil menyerahkan helmnya. Walaupun agak kesal dengan ucapan Haidar, Rashila terima saja helm itu. Bagaimana pun juga tersirat sebuah perhatian dari Haidar. Rashila hanya bisa tersenyum kecil.

Motor pun akhirnya melaju. Berkendara di tengah hujan deras pun Haidar lakukan hanya demi mengantar pulang gadis menyedihkan yang baru saja patah hati. Bahkan, sebelum mereka berpacaran. Miris.

"Pegangan nanti jatoh," ucap Haidar mengingatkan Rashila agar tetap aman. Daripada pusing memikirkannya, Rashila langsung saja mengaitkan kedua tangannya.

"Gue bilang cuma pegangan bukan meluk,"

"Diem!"

"Cih, modus!"

Sebenarnya tidak masalah Rashila mau memeluknya atau bagaimana. Haidar juga merasa sedikit senang. Dengan kecepatan standar Haidar mengendarai motornya. Bersama butiran air hujan ia membelah jalanan pada keindahan senja yang tertutup awan hitam.

Rambutnya seketika basah terguyur air dari langit. Wajahnya terkena terpaan ribuan butir air. Bibirnya semakin lama semakin menunjukkan kedinginan. Sepuluh jari tangannya mulai mengeriput. Seragam yang ia kenakan pun tentunya sudah basah kuyup. Haidar harus menahan semua ini sampai tiba di rumah Rashila.

Entah mengapa Haidar jadi sedikit peduli dengan perasaan kacau yang melanda Rashila sore ini. Ya, hanya sedikit.

"Lo kedinginan ga, Shil?" tanya Haidar sambil terus melajukan motornya. Sesekali ia memperhatikan melalui pantulan spion.

"Pake nanya lagi. Dingin lah, tapi lanjut aja terus. Bentar lagi juga sampe rumah gue," balas Rashila. Tanpa ia sadari lingkaran tangannya itu semakin menguat sehingga menciptakan kehangatan tersendiri bagi Haidar.

•••••

Author Note
Maap kalo ada typo:)

Maap kalo aneh.

Tapi yang nulis juga weird girl sih maklumin aja kalo emang tulisannya begini:v

Vote and komen yaaa;)

Btw sekarang ini aku sedang mabok mtk. Masa coba tadi gurunya ngadain tes, satu per satu ke depan terus ngerjain soal. Abis gitu ditanya-tanyain sama gurunya, kenapa bisa nulis gini, ini rumusnya dari mana, gimana bisa dapet angka segini, kenapa ini dikali bukan ditambah?

Plis, yang sebenernya jadi guru itu aku atau Ibu? Kenapa Ibu repot banget nanya ini-itu?

Eh, iya, baru inget! Pasal satu guru selalu benar. Apabila guru salah kembali lagi ke pasal satu.

Nah, kan authornya gaje! Biasa jam segini itu jamnya gabut untung besok libur, eh tapi ada kerpok. Omegat dunia persekolahan secape ini:'/

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang