37. Ada Dua Hati

1.6K 95 54
                                    

“Jika aku mencintainya, lalu mengapa aku masih menyimpan rasa yang sama pada orang lain?”Rashila

•••••

Pagi-pagi Rashila sudah siap dengan seragam sekolahnya. Hari ini ia akan kembali bersekolah dan bertemu dengan teman-temannya. Adanya mereka membuat Rashila semangat bersekolah. Bersama mereka Rashila belajar arti persahabatan yang sesungguhnya. Bersama mereka juga hidup Rashila dapat dipenuhi tawa. Ya, meskipun tak semuanya berjalan dengan mulus. Namanya juga hidup pasti ada lika-likunya, bukan?

"Pagi, Shil!" sapa Randy saat Rashila baru saja memasuki kelasnya.

"Pagi," balas Rashila dengan ramah. Untung saja Nella belum datang, jadi ia tak perlu khawatir akan diterkam olehnya.

Setelah sapaan itu, tidak ada obrolan lebih lanjut antara mereka. Rashila berjalan melewati Randy kemudian menempati tempat duduknya. Randy pun kembali sibuk dengan urusannya bersama buku cetak Sejarah. Entah ia memang membaca buku itu atau hanya sekedar mengalihkan pandangan.

Seketika Rashila teringat dengan Haidar. Lalu, ia melirik ke arah bangku Haidar. Namun yang ia dapatkan hanyalah tas milik Haidar. Entah ke mana pemilik tas itu pergi.

Pasti lagi ke kelas Rahma, batin Rashila yang sok-sokan menebak. Sialnya, ia yang menciptakan pikiran itu, ia juga yang merasa kesal.

Ia menepis pikiran itu dan melupakan soal Haidar. Semenjak Haidar mengatakan hal-hal aneh, Rashila jadi sering memikirkan Haidar. Manusia menyebalkan itu dengan seenaknya membajak otak Rashila untuk terus-terusan memikirkannya.

"Cie udah sembuh," ucap Haidar yang tiba-tiba muncul dalam pandangan Rashila. Rashila sampai mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan ini hal ini memang nyata atau sekedar imajinasinya.

"Diajak ngomong malah bengong. Udah sarapan belum?" tanya Haidar dengan suara khasnya. Mendengar suara itu dapat dipastikan bahwa ini bukanlah sekedar imajinasi Rashila.

"Gue gak suka sarapan," jawab Rashila.

"Kenapa? Takut mules?" tanya Haidar lagi. Entah ada apa dengannya pagi ini, tetapi yang jelas seperti ada yang berbeda dari Haidar.

"Tuh tau," balas Rashila singkat.

Kemudian Haidar tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Ternyata bukan cuma gue doang yang mikir gitu."

Rashila sedikit bingung lalu bertanya, "Maksud lo, lo juga gak suka sarapan karena takut mules?"

"Hehehe, iya. Tadi pagi gue dipaksa sarapan dan terbukti langsung mules. Pagi-pagi gue langsung lari ke wc tau! Untung aja wc-nya kosong," ucap Haidar menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.

Rashila jadi tersenyum kecil mendengar hal itu. "Berarti sekarang lo baru balik dari wc dong? Bukan dari kelas Rahma, kan?"

"Bukanlah! Ngapain juga pagi-pagi gini gue ke sana," balas Haidar, "jangan ngomongin Rahma lagi ya."

"Kenapa?"

"Karena gue lagi sama lo. Jadi jangan ngomongin Rahma lagi, oke?"

Rashila diam sejenak. Ia sedang berusaha mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Haidar. Sekilas memang terdengar biasa saja. Namun jika jiwa overthinking terus berpendar, maka akan muncul kemungkinan-kemungkinan yang membuat Rashila semakin bingung.

"Lo waktu itu pernah bilang ke gue supaya ngikutin kata hati, kan? Sekarang gue bakal ngikutin kata hati gue," ucap Haidar lagi dengan pembawaan yang tidak seperti biasanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang