36. Hanya Benci

808 63 14
                                    

“Sekali benci selamanya akan tetap membenci,”

—Rashila

•••••

"Tante Erin, kenapa ada di luar?" 

"Eh, Haidar?"

"Maaf saya telat datang, Tante. Tadi ada urusan teater dulu. Yang lain masih ada di dalam, kan?" tanya Haidar sambil menunjuk ke ruangan Rashila. 

"Iya masih ada di dalam," jawab Erin, "oh iya, kamu nggak bareng sama Rahma?" 

Haidar menggaruk pelipisnya sejenak kemudian menjawab, "Rahma masih ada urusan, Tante. Jadi saya duluan ke sini."

"Oh gitu. Yaudah kamu masuk aja dulu. Barusan Tante habis telepon papanya Rashila," ucap Erin sembari mengembangkan senyumannya. Seakan mengisyaratkan semuanya baik-baik saja. Padahal hatinya sedang kacau karena terusik oleh rasa rindu. Bayangan suaminya terus melekat pada otaknya. Lalu secara tiba-tiba Haidar datang dan berada di hadapannya. Itu membuatnya sedikit terkejut.

"Oke, Haidar masuk ya, Tante!" 

"Iya silahkan. Tante masih mau di luar dulu," balas Erin.

Haidar pun menarik pintu dan masuk ke dalam. Namun, kedatangannya disambut dengan ekspresi yang kurang enak dari Randy. "Ngapain lo ke sini? Katanya ada latihan teater," ucap Randy seakan tak terima dengan kedatangan Haidar.

"Emangnya gue nggak boleh ke sini?"

"Nggak," kata Rashila sambil cemberut. Ia masih kesal dengan Haidar yang bersikap sok manis dengan Rahma waktu semalam. Untuk apa Haidar makan nasi goreng berdua bersama Rahma? Cih, dasar.

"Nanti kalau gue gak dateng lo malah kangen," goda Haidar sambil tersenyum menyebalkan. Rashila sok-sokan memalingkan wajahnya. "Siapa juga yang kangen? Lo kali yang kangen sama gue."

"Iya gue kangen," ujar Haidar, "kangen suara berisik lo."

"Ah, so sweet! Apa ini yang namanya gombal? Kapan ya gue bisa digituin? Nasib gue hanya sebatas diomelin kalau pulang lewat magrib," ucap Cia secara tiba-tiba dengan suara imutnya sambil menggigit jari.

Kemudian Adira menyahut, "Cinderella aja pulangnya tengah malem, masa lo cuma sampe magrib?"

"Cinderella terlalu cantik, Cia kan butek," celetuk Gina dengan entengnya. Mendengar celetukan itu jelas membuat Cia cemberut. Ia sangat paham kalau temannya yang satu ini memang senang meledeknya.

"Yang butek kan gue, kenapa lu yang repot?" sindir Cia kepada Gina.

Mendapatkan balasan seperti itu, nampaknya peperangan akan segera dimulai. "Heh, mulai belagu ya ini bocah! Jelas gue repotlah, mata gue jadi terganggu karena muka butek lo. Kalau cakep kan lebih enak dilihatnya."

"Halah, kalau gue cakep nanti lo iri."

"Secakep-cakepnya bocah nggak bakal ngalahin gue kali."

"Muka lo aja yang kayak tante-tante!"

Kemudian Cia dan Gina tak saling pandang. Keduanya saling bertolak belakang sambil menyilangkan kedua tangannya di hadapan dada. Melihat pertengkaran kecil ini membuat kepala Rashila pusing. "Kalau kalian ribut terus mending pulang aja," ucap Rashila dengan sedikit lemah.

"Udah sore juga, nanti kalau keburu magrib lo diomelin kan?" ucap Randy agar tidak ada keributan lagi antara Cia dan Gina.

"Beli kacamatanya jadi gak nih?" tanya Cia yang seketika ingat dengan janji yang diberikan oleh Gina. Katanya sepulang dari rumah sakit, Gina akan mengantar Cia untuk membeli kacamata ungu.

Miss LampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang