Part 1 - Pria Aneh

9K 255 4
                                    

Hati-hati typo bertebaran...

Author pov
          Regina mulai membuka matanya saat merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Ia merasa ada sesuatu yang berat di perutnya dan angin dingin di leher sisi kanannya, ditambah rasa hangat yang menjalari sisi kanan tubuhnya. Regina menoleh ke kanan dan mendapati pemandangan tak biasa di sisinya.
          Wajah seorang pria yang tengah terlelap tersaji di depan matanya. Secara otomatis, matanya membulat melihat tangan kekar itu tengah melingkari pinggangnya dan wajah pria itu sangat dekat dengan wajahnya.
          Regina berusaha menyingkirkan tangan itu dari tubuhnya dengan perlahan, namun ternyata gerakan kecil itu membuat tangan itu melingkar semakin erat dan mata itu terbuka menampakkan mat cokelat gelap yang teduh. Gadis itu berusaha menganalisis apa yang terjadi pada dirinya saat. Yang diingatnya, ia tertidur selepas sholat ashar tanpa sengaja. Sebuah pertanyaan muncul di kepalanya sekarang 'mengapa pria ini bisa ada di sini?'
          "Lepas" ucap Regina dengan nada biasa saja.
          Pria itu tampak sedikit terkejut, tetapi kemudian menyeringai dan mengeratkan rengkuhannya di tubuh sang gadis.
          "Sedang apa Anda di sini Pak?" Regina masih bicara dengan nada normal dan suara yang pelan.
          "Akhirnya kamu bangun juga sayang"
          "Lepas atau saya berteriak" kali ini regina menaikkan intonasi dan volume bicaranya.
          "Silakan sayang. Tidak akan ada yang protes nantinya" ucap pria itu dengan percaya diri, sesaat kemudian pria itu menyeringai. "Ah, begini saja, berikan aku satu ciuman dan kamu akan kulepaskan," ucapnya sambil menunjuk pipinya dengan tangan kiri dan menaik turunkan alisnya yang tebal dan hitam.
          Regina tersenyum melihat pria itu dan pria itupun ikut tersnyum. Tak lama senyuman pria itu memudar berganti dengan ringisan tertahan dan diiringi senyum kemenangan di wajah Regina.
          "Aw..  Sakit sayang" ucap pria itu sambil mengelus perutnya yang jadi korban cubitan pedas milik Regina yang dilakukannya dengan sepenuh hati.
          Sementara Regina langsung bangun dari posisinya dan memakai simple hijabnya kemudian segera keluar kamar dan meninggalkan pria itu yang masih ada di tempat tidurnya.

Adnan pov
          Sore ini entah angin apa, aku sangat merindukan Regina. Ah, pegawaiku itu membuatku tak sabar untuk menemuinya segera. Aku terlalu tidak sabar menunggu hari Senin untuk sekedar mendengar sapaannya di kantor. Akhirnya kuputuskan untuk datang ke rumahnya setelah sholat ashar.
          Kukemudikan mobilku memecah jalan kota yang cukup ramai dengan senyuman yang tak berhenti mengukir di wajahku. Ayolah siapa yang tidak bahagia saat akan menemui kekasihnya. Ups, ralat. Calon istri yang lebih tepatnya. Iya, sekitar sebulan yang lalu aku telah melamar secara pribadi gadis ini pada orang tuanya dan tentu saja lamaran itu diterima. Aku benar-benar seperti remaja yang jatuh cinta kalau begini, tersenyum tidak jelas di sepanjang jalan.
          Tanpa terasa aku sudah sampai di depan rumah calon mertuaku. Setelah memarkirkan mobilku di pekarangannya yang asri, kuketuk pintu cokelat itu sambil mengucapkan salam. Tak lama keluarlah wanita paruh baya yang kuakui masih cantik di usianya sekarang sama seperti ibuku dengan senyuman lembut keibuannya yang membuat hatiku mnghangat.
          "Assalamualaikum bu" ucapku sambil mencium tangannya. Ck, jangan katakan kalau aku sedang cari muka sekarang. Ini memang kebiasaanku, selain aku menghormati beliau, aku juga sudah menganggap beliau seperti ibuku sendiri.
          "Walaikumsalam nak. Ada apa ya?" baik biar kujelaskan sedikit, bulan lalu aku dan kedua orang tuaku sudah melamar Regina dan sudah diterima oleh ibu dan pamannya. Iya bisa dibilang Regina adalah milikku sekarang, tinggal diresmikan secara agama dan hukum saja.
          "Masuk dulu nak." Kata Ibu Heni sambil membuka pintu lebih lebar. "Pasti kamu sedang mencari Regina kan?". Oh, calon mertuaku ini benar-benar pandai menebak isi kepalaku aku jadi curiga beliau memiliki Indra keenam seperti cenayang.
          "Benar Bu," ucapku dengan wajah bodoh sambil mengusap tengkukku yang tidak gatal.
          "Sebentar ya Ibu panggilkan dulu dia"
           Akupun duduk di sofa ruang tamu sambil mengamati ruangan ini. Walaupun ini bukan pertama kalinya aku kemari tapi baru kali ini aku memiliki kesempatan untuk mengamati ruangan ini. Kulihat di dinding tergantung beberapa figura, ada foto Regina saat diwisuda, fota adiknya yang masih kuliah dan jangan lupakan foto pernikahan ibu dan ayahnya. Ruangan ini sederhana namun sangat nyaman menurutku.
          "Reginanya lagi tidur nak" tiba-tiba Ibu Heni sudah datang saat aku tengah mengamati foto mereka.
          "Oh ya sudah enggak papa Bu" sebenarnya aku cukup kecewa sekarang.
          "Lebih baik kamu sendiri yang bangunin dia, mungkin kalau kamu yang bangunin dia mau bangun. Ini dia kamarnya" katanya sambil menunjuk ke arah pintu berwarna cokelat. "Ya sudah ibu ke dapur dulu" kemudian beliau pergi ke arah dapur meninggalkan aku sendiri di depan kamar ini.
          Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke kamar Regina. Ternyata kamarnya tidak seperti kamar gadis kebanyakan yang feminim dan dipenuhi banyak boneka. Kamar ini terkesan simple namun elegan dengan penataannya yang rapi. Bercat putih gading dengan gorden warna cokelat keemasan yang mengelayut manja di jendela kamarnya yang besar. Di salah satu sudut ada sebuah lemari dengan cermin yang besar di salah satu pintunya, sebuah kursi dan meja yang menyatu dengan rak buku dengan beberapa folder di meja itu, serta satu meja lain yang diisi oleh peralatan make up. Kurasa hanya ini yang menunjukkan kalau ini kamar seorang gadis, walaupun peralatan make up nya tidak sebanyak milik adik dan kakak sepupu perempuanku. Gadisku memang berbeda dengan perempuan kebanyakan. Oh iya,  aku kemari untuk membangunkan gadis yang sedang tertidur dengan lelap di kasurnya itu. Perlahan kudekati ranjangnya. Kuamati wajahnya yang sangat damai tidak seperti saat ada di kantor dengan teman-temannya yang selalu menunjukkan senyum dan tawa atau saat bertemu denganku yang menunjukkan wajah dingin dengan senyum profesional tidak seperti wanita lain yang akan memasang senyum genit padaku.
           Kududukkan diriku di sisi ranjang dan perlahan kuulurkan tangan kananku untuk mengelus pipinya. Baru kali ini aku melihatnya tanpa hijab yang selalu dipakainya kemanapun, saat ini ia hanya mengenakan kaos berlengan panjang dan celana training panjang. Kuakui, ia terlihat lebih cantik saat tidak berhijab.
         "Regina" panggilku dengan lembut.
          Ia hanya mnggeliat sejenak dan tetap pada tidur nyenyaknya. Kuulangi memanggilnya sampai tiga kali, namun ia tak kunjung bangun. Aha! Aku jadi teringat sesuatu yang dikatakan Arif, adiknya bahwa Regina sangat tidak suka dipeluk saat tidur dan dijamin ia akan kangsung bangun dengan keadaan marah. Sepertinya menarik untuk dicoba.  
           Kulancarkan aksiku dengan ikut berbaring di sebelahnya dengan posisi miring ke arahnya kemudian aku memeluknya dengan tangan kananku. Astaga, gadis ini bahkan lebih kurus dari yang kukira, selain tubuhnya yang mungil hanya setinggi 150 cm ternyata tubuhnya begitu ringkih. Kuhirup aroma tubuhnya yang tercium samar-samar oleh hidungku. Aroma yang sangat menenangkan dan membuatku mengantuk dan kuputuskan untuk ikut memejamkan mataku.
           Namun rasa kantukku tidak bertahan lama. Gadis itu menggeliat dan perlahan membuka matanya. Kueratkan rengkuhanku di pinggangnya yang ramping. Aku mulai menghitung dalam hati saat ia memelototkan matanya ke arahku untuk membuktikan perkataaan Arif. Jujur, aku merasa sangat gugup sekarang jadi aku bernapas dengan perlahan karena posisiku yang begitu dekat dengannya padahal aku sendiri yang menciptakan situasi seperti ini. Jelas saja! Aku adalah laki-laki normal yang sudah dewasa kalian pasti mengerti maksudku tanpa harus kujelaskan bukan? Sudahlah, lupakan! Aku penasaran dengan reaksinya saat ini. Pasti menyenangkan melihatnya marah dibandingkan wajah datarnya yang sudah biasa kulihat.
          "Lepas" katanya dengan suara pelan setengah berbisik.
            Oh sayang, kumohon jangan keluarkan suara seperti itu. Aku cukup kecewa dengan ekpresinya yang tidak sesuai perkiraanku. Tetapi kemudian, senyum jahilku terbit di wajahku dan mengetatkan tangnku di perutnya. Akupun tak tahu mengapa tubuhnya terasa sangat nyaman untuk dipeluk walaupun tubuhnya ringkih.
           "Sedang apa Anda di sini Pak? Lepaskan saya" katanya masih dengan nada dingin seperti tadi. Kau benar-benar membuatku penasaran sayang.
           "Akhirnya kamu bangun juga sayang" ucapku dengan lembut sambil menatap mata cokelat madu miliknya yang membuatku seolah tersesat di dalam tatapannya.
            "Lepas atau saya berteriak" kali ini suara lebih tinggi dari tadi. Kamu memang menggemaskan Regina.
             "Silakan sayang, tidak akan ada yang protes nantinya" kali ini ada ide brilian muncul di kepalaku. "Ah, begini saja, berikan aku satu ciuman dan kau akan kulepaskan" entah setan dari mana yang membisiku sampai aku mengucapakan hal aneh seperti itu.
           Aku ikut tersenyum saat gadisku tersenyum. Tetapi kemudian kurasakan cubitan di perutku.
            "Aw.. sakit sayang" ujarku sambil mengelus perutku dengan tangan kananku dan itu membuat Regina terlepas dari pelukanku dan kemudian berdiri. Ia mamasang hijabnya dan kemudian berlalu dari hadapanku.
             Kuikuti langkahnya dengan mataku, ternyata ia pergi ke dapur. Terlihatlah ibu Heni di sana sedang asyik dengan kompornya. Kuamati saja mereka di pintu dapur sambil mnyenderkan bahuku di dinding dan melipat tanganku di depan dada.
           "Akhirnya anak Ibu sudah bangun" kata Ibu Heni dengan senyuman yang terkembang.
            Regina tampak kebingungan dengan tingkah ibunya. Wajahnya seolah ingin mengatakan sesuatu dan kepalanya menoleh ke arahku.
            "Oh, nak Adnan. Tadi Ibu yang minta dia untuk bangunuin kamu soalnya Ibu sudah berusaha bangunin kamu tapi kamunya enggak bangun-bangun. Dan sekarang kamu sudah bangun kan karena dia yang bangunin kamu. Habisnya sih kamu tidurnya kayak orang mati enggak tau dunia"
            Regina hanya nyengir setelah mendengar Ibu Heni berkata seperti itu. Tak lama kemudian, ia berjalan melewatiku ke arah ruang tamu dan akupun ikut mengikuti langkahnya.

Tolong dikomen yaa..

Cinta itu Nyata : My Boss Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang