Embusan napasku melayang di udara. Tak terlihat, tetapi aku bisa merasakannya. Mobil ini dipenuhi oleh hawa panas beserta keringat yang menjalar keluar dari dalam tubuhku. Memang, sengaja kumatikan mesin mobil dan tak kunyalakan pengatur suhu. Meskipun kuturunkan jendela, tetapi tidak sepenuhnya udara dari luar dapat menembus masuk ke dalam teritori ini. Aku tidak membukanya secara menyeluruh, hanya sebagian kecil agar aku tak kehabisan oksigen di dalam mobil.
Memang, sedikit aneh, padahal hari sudah malam. Namun, keringatku terus bercucuran.
Rencana kami akan dilaksanakan dalam waktu yang tak begitu lama. Informan Alex memberitahu lokasi perampokan selanjutnya tanpa keterangan waktu yang jelas, membuatku dan Alex terpaksa menunggu lama, menguji keberuntungan kami di malam hari. Sedangkan Wijaya sengaja memosisikan diri untuk duduk pada bangku di depan minimarket, berpura-pura sedang menikmati kopi hangat yang sengaja disediakan oleh minimarket sambil mengotak-atik ponselnya.
Beberapa minggu setelah rencana kami buat, pada akhirnya kami akan mengeksekusinya.
Kakiku sudah baikan, aku mulai bisa berlari meskipun tak kulakukan secara intens—mencegah hal yang buruk terjadi. Selain itu, sebagai bentuk keyakinanku untuk melaksanakan rencana ini, aku mulai berolahraga, mencoba meyakinkan mereka bahwa aku memiliki kemampuan fisik yang tidak dapat dianggap remeh, termasuk dalam melakukan tindak kejahatan. Aku harus mempersiapkannya.
Semilir angin meniup daun-daun di pepohonan, membuat suasana gelap terasa semakin menjadi-jadi. Sebuah minimarket dua puluh empat jam berada di hadapan kami. Cahaya putih berkilauan pada atap minimarket, menandakan bahwa tempat itu memang sedang buka. Pintu kaca memperlihatkan dua orang pegawai kasir yang sedang menata sekumpulan bungkus rokok yang dipajang sedemikian rupa sehingga terlihat apik dan menarik.
Biarpun sebenarnya kami dapat memarkirkan mobil lebih jauh, tetapi kami tak ingin mengambil resiko itu. Jarak antara mobilku dan minimarket mungkin sekitar enam atau tujuh besar rumah yang berada terletak di sisi jalan. Sengaja kuparkirkan mobil di depan rumah seorang warga, mencoba berkamuflase sehingga jika seandainya pun para perampok itu merasakan sesuatu yang janggal mengenai keadaan yang ada saat ini, aku harap mereka tak mencapai konklusi bahwa kami sedang menunggu mereka.
Rencana yang kami buat cukup sederhana. Wijaya berperan sebagai eksekutor sedangkan aku dan Alex sebagai support seandainya terjadi hal yang tidak kami inginkan. Begitu mereka muncul, Wijaya hanya perlu menarik diri, menjauh dari target tetapi tidak begitu jauh. Menunggu mereka semua beraksi, dan sebelum detik keenam puluh, Wijaya hanya perlu melumpuhkan beberapa di antara mereka, membuat serangan kejutan dan kuharap itu dapat membuat mereka panik. Malam yang gelap tentu menjadi nilai tambah bagi Wijaya, karena mereka tidak dapat melihatnya dengan jelas, sedangkan dengan penerangan yang ada di minimarket itu, aku yakin Wijaya dapat mengunci targetnya dengan sempurna.
Seandainya terdapat kesalahan, maka aku dan Alex hanya perlu keluar dan membantu Wijaya, bersiaga untuk menembak seandainya memang diperlukan.
"Ini pertama kalinya informan kami mengetahui lokasi perampokan mereka selanjutnya," beritahu Alex padaku di sela-sela kebosanan kami. Ia mendongak, melihat ke atas, tetapi entah memperhatikan objek apa karena kurasa tak ada benda yang dapat diidentifikasi olehnya selain penghalang sinar matahari yang tak digunakan. "Biasanya kami kesulitan untuk mengetahui lokasi perampokan mereka selanjutnya."
"Sebuah keberuntungan, mungkin?"
"Sangat beruntung," timpalnya. Dan aku harap keberuntungan ini tak berakhir sampai di sini saja. Setidaknya, aku tetap membutuhkan hal itu seandainya ikut tergabung ke dalam kawanan perampok yang menjadi incaranku sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Roy : 60 Detik dalam Kematian [SELESAI]
Mystère / ThrillerLuka yang diterimanya membuat Roy tak dapat beraktivitas seperti biasanya. Namun, Wijaya--rekan kerjanya--memberitahukan kejanggalan yang terjadi pada sebuah kasus yang diikutinya. Seorang aparat kepolisian ditemukan menjadi mayat. Secarik kertas be...