16. BVP

2.7K 409 56
                                    

"Selama ini Pak Alex berusaha membantu Anda, Pak. Pak Alex mencoba mengikuti alur pemikiran Anda. Beliau pada akhirnya merasakan kejanggalan yang ada, sama seperti yang Anda rasakan. Bahkan, ketika Pak Alex tahu bahwa Anda berusaha melepaskan kasus itu dari divisinya, Pak Alex berusaha mendukungnya, berbeda dengan kebanyakan rekan kerja. Setidaknya itu yang saya tahu ketika terakhir saya mengontak Pak Alex."

Ucapan Wijaya itu benar-benar tak dapat kulepaskan dari ingatanku. Aku tak pernah berpikir bahwa selama ini Alex berusaha membantuku secara diam-diam.

===

Kini, kedua matanya menelisik, merajut berbagai benang kebencian dan kemunafikan menjadi satu. Bahkan, tampaknya lelaki itu telah tak peduli dengan hidupnya. Dia tersungging, kemudian melipat kedua lengannya dan sengaja dipangkukan di depan dadanya. Wajahnya sumringah, sungguh membuatku kesal—mungkin juga Guntur jika seandainya dia ada di sini. Si brengsek itu tidak mengakui perbuatannya, tapi secara langsung aku tahu apa yang ia katakan.

"Benar. Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Ruangan ini seolah menjadi saksi bahwa memang ada sesuatu yang tak beres, melingkupi duniaku—pekerjaanku. Seorang polisi membunuh polisi bukanlah hal yang wajar. Tolol, bagaimana jika masyarakat tahu? Sungguh, aku benar-benar ingin menghardiknya, menanamkan wajahnya, melemparkan kepalanya ke atas meja dengan sangat keras hingga mematahkannya. Apalagi dengan sunggingan bibirnya yang tampak sombong. Lebih buruk dari lelaki bertopi itu.

Sebelumnya, penyelidikanku yang tiba-tiba cukup membuahkan hasil. Seperti yang kuketahui sebelumnya, pintu garasi itu, biarpun bukan benda dengan suara terberisik yang dapat ditemukan, tetapi aku yakin siapapun yang mendengarnya—jika sedang berada di dalam rumah Alex—pasti terbangun. Minimal membuka mata dan menyadari bahwa pintu garasi itu dibuka oleh seseorang. Apalagi dengan masuknya mobil Alex dan kembali ditutupnya pintu itu, membuat kebisingan akan semakin parah. Dengan tak sadarnya istri Alex akan suara itu, maka dapat kupastikan jika sesuatu mendorongnya untuk meninggalkan alam sadarnya. Obat bius—tepatnya obat tidur—adalah satu benda yang paling logis untuk menjelaskan situasi.

Tentu, pada awalnya aku mencoba berpikir positif. Namun, dengan tak melihatnya obat-obatan yang mungkin dikonsumsi oleh istri Alex, maka dugaanku seseorang membuatnya mengonsumsi obat yang sama tanpa ia ketahui. Jelas, hal itu benar-benar terjadi. Ketika aku mengonfirmasi seluruh dugaanku, bahkan perempuan itu memberitahu bahwa ia merasa mengantuk setelah makan malam.

Siapapun pasti berpikir bahwa hal itu adalah hal yang biasa. Maksudku, siapapun bisa mengantuk setelah makan malam, tetapi kurasa tak akan separah itu sehingga istri Alex tak menyadari kepulangan Alex. Bahkan, ia pun mengaku bahwa anaknya telat masuk sekolah karena ia tidur terlalu lelap sehingga tak dapat membangunkan anaknya sepagi biasanya, yang memberikan informasi baru: anaknya pun mengalami hal yang sama.

Aku yakin perempuan itu tak akan memberikan obat tidur pada masakannya sendiri. Jadi, dugaanku yang lain seseorang memasukannya ke dalam makanan, dan sialannya pemikiranku itu akan kontradiksi dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Malam itu, istri Alex hanya berdua dengan anaknya yang bahkan umurnya baru mencapai umur sepuluh tahun. Tentu, mereka tak akan melakukannya. Dugaanku berlanjut pada hal yang lain—air minum.

Di Indonesia, kebanyakan orang mengonsumsi air minum dari kemasan galon. Murah dengan kapasitas yang besar, mungkin itu alasannya. Yang lebih mengejutkan—tidak terlalu mengejutkan untukku—Teman Alex—Fandi—yang melakukannya di malam yang sama tepat ketika Alex dibunuh. Membantu seseorang untuk mengganti galon dan mengisi ulang airnya untuk dikonsumsi tentu merupakan perbuatan baik, siapapun tak akan menyangka bahwa satu rahasia brengsek tersembunyi di baliknya, begitu pula dengan Alex dan istrinya. Sialan, memang.

Detektif Roy : 60 Detik dalam Kematian [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang