Sebelas.

2K 408 59
                                    

Bukan hal aneh mendapati Taeyong hyeong duduk tak banyak tingkah di hadapan TV. Dengan outfit berupa kaus besar dipadu padan celana training. Didampingi toples camilan camilan manis kanan-kiri.

"Ada pertandingan aseball hyeong?"

Anggukan didapat. Mata Taeyong tak bergerak barang sesenti dari layar TV kala menjawab adiknya yang baru pulang kerja. Pertandingan yang ditontonnya sedang di tengah seru.

Jeno kesal mencebik. Kedua tangan terlipat rapi di depan badan. Sebuah keluhan meluncur mulus dari bibir tertekuk. Lebih seperti rengekkan bak anak kecil.

"Aku paling tidak suka hyeong di saat begini! Hyeong selalu menyabotase TV sendiri demi nonton olahraga-lempar-tangkap-pukul-bola-kemudian-lari itu dan mengabaikan aku!"

Taeyong merasa harus tertawa saat itu. "Olahraga-lempar-tangkap-pukul-bola-kemudian-lari? Hanya kau manusia di dunia ini yang menyebutnya begitu, Jeno ya."

"Hyeong harus mulai tobat jadi fan fanatik."

Taeyong berpaling kepadanya, satu alis terangkat. Nada mencemooh. "Kata seseorang yang duduk di sini tengah malam, harap cemas dan meneriakan jeritan lengking begitu tim sepak bola favoritnya mendapat penalti⚊"

"Teriakanku tidak melengking, hyeong!"

Jeno kabur menerjang dapur dengan langkah kesal menghentak setelah berteriak melengking sekaligus melempar jaket. Jadi terlihat jelas siapa yang mengelak tadi, bukan?

Lima menit. Selain bunyi TV ada tambahan bunyi yang Taeyong dengar kemudian. Sebut saja bunyi alat masak berbenturan dari sana. Kemungkinan besar si adik sedang berikhtiar membuat sendiri sesuatu untuk dimakan. Entah jadinya nanti layak atau tidak dikonsumsi.

Balik beralih ke layar, Taeyong menyaksikan Jaehyun saat ini bertugas jadi pitcher. Angka 14 merah besar terlihat jelas di punggungnya yang bidang. Si atlit nampak menghembuskan napas setelah ambil posisi.

Jeno mengempaskan diri di sofa samping, lembar roti tawar ada di tangan. Akibat menyerah membuat makanan layak lain walau sudah mengacak isi dapur sebagian.

"Siapa yang bertanding? Necent Heroes?"

"Iya. Diam."

"Chill, hyeong." Jeno menggigit besar roti. Mengunyah sekaligus bicara. "Sepherthinyha mherheka akhan khalah."

Taeyong menembakkan tatapan maut. Dia benci mendengar siapapun bicara sambil menguyah. Adiknya bukan pengecualian. Apalagi ini menyumpahi hal jelek pada tim dukungannya.

"Habiskan saja sana makananmu."

Jeno angkat bahu dan kembali melahap roti tanpa rasa. Kali ini sambil main ponsel. Tidak niat ikut nonton karena tak paham sama sekali olahraga yang di sukai sangat hyeong nya itu.

Ketika pertandingan mencapai akhir, Taeyong bersandar rileks lagi ke sofa. Dia cukup puas melihat usaha yang tim favoritnya lakukan. Cukup bagus sampai bisa membawa pulang kemenangan lain.

Sejak dulu, Taeyong selalu jadi penggemar olahraga baseball. Dia menikmati setiap pertandingan. Tapi kali ini, sesuatu tentangnya yang menonton Jaehyun setelah kenal langsung pribadi sang atlet, memberi kesan berbeda jauh. Lebih mendebarkan dan exciting saja.

"Hyeong kenapa suka nonton baseball sih? Menurutku pertandingannya terlalu lama dan membuat bosan."

Taeyong melirik Jeno sambil mengambil remote dan mengubah-ngubah channel TV.

"Suka saja. Itu membawa nostalgia zaman dulu, saat aku dan ibu nonton bersama."

"Benar juga. Selain hyeong dan ibu, semua di keluarga kita kan lebih suka sepak bola. Sekarang ibu masih suka tidak, ya?"

Speed Dating [19/?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang