Empatbelas.

1.8K 371 59
                                    

Taeyong menonaktifkan ponsel sengaja terhitung sejak kemarin. Enggan menjawab panggilan Jongin hyeong terutama, yang diyakini hanya akan menyudutkannya agar cerita mengenai 'kencan' Taeyong di malam sebelumnya.

Dia ingin santai-santai. Kebetulan hari ini tak banyak yang mesti dikerjakan di bengkel berhubung suplai spare part belum tiba. Minho hyeong memulangkan para pekerja setelah tengah hari.

Begitu sampai rumah, yang dilakukannya adalah mandi berendam, makan, nonton TV sampai bosan, lalu iseng membuka-buka koran yang ditinggalkan Jeno di atas meja.

Ada banyak iklan lowongan kerja ditandai. Juga, iklan tempat tinggal disewakan⚊

Taeyong termenung sebentar. Memikirkan kemungkinan Jeno berniat pindah.

Apa adiknya itu tidak nyaman? Taeyong memang benar sering mengeluh, cerewet, mengomel ini itu, tapi dia tidak pernah keberatan menampung Jeno. Justru senang ada orang lain di apartemen ini yang menemani dan bisa dia ajak bicara. Apa adiknya tidak berpikir sama?

Dia langsung ke kamar untuk ambil ponsel. Benda persegi canggih itu baru dia nyalakan dengan maksud ingin menanyakan kapan Jeno pulang, karena mereka harus bicara, tapi nyatanya sebuah panggilan masuk mendahuluinya.

'Taeyong!'

"Chungha? Ada apa?"

'Ten mabuk!'

Taeyong duduk tegak, matanya yang lebar mengarah ke jam di dinding. "Tapi sekarang baru jam dua."

'Aku tahu! Dia bilang hubungannya dengan Yoojin oppa baru berakhir. Aku mengajaknya bertemu saat makan siang. Dia menceritakan semuanya lalu setelah itu mulai minum gila-gilaan! Kau tahu sendiri dia! Aku tidak bisa menghentikannya!"

"Oh ya ampun." Taeyong menggelengkan kepala, sudah berdiri. Menuju lemari untuk ambil baju ganti. "Di mana kalian?"

'The Sense7. Aku ada meeting penting. Klienku sudah menelpon tiap lima menit, menanyakan kapan aku datang. Tapi aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja di sini.'

"Aku kesana, tunggu lima menit."

'Terima kasih, Tae. Aku berhutang padamu.'

Taeyong mengakhiri panggilan dan menyelipkan ponselnya di saku belakang. Dia mengganti baju, memakai jaket dan mengambil kunci rumah juga mobil dari tempat penyimpanan, terburu menuju ke pintu depan, turun.

"Hyeong mau kemana?"

Dia berpapasan dengan Jeno di depan toko donat, tapi tidak berhenti. "Kita bicara nanti, Jeno ya. Temanku mabuk."

"Hah? Tapi sekarang baru jam dua!"

Suara terkejut Jeno bergema, membuat Taeyong tertawa. Kenapa respon mereka sama? Darah Lee rupanya menjadikan dia dan Jeno lebih mirip dari seharusnya.

Letak The Sense7 itu dekat, cukup dengan berjalan sebentar. Tapi dia tetap bawa mobil karena tahu harus mengantar Ten pulang sekalian nanti.

Di The Sense7, hanya butuh semenit untuknya menemukan yang dicari. Karena Chungha melambai, memanggil namanya keras dari jauh.

Taeyong bergegas mendekat pada dua sahabatnya itu.

"Taeyongie~"

Ten mengangkat lengan ke udara, menyapa heboh Taeyong sekaligus menyuruhnya mendekat. Dia lebih mabuk dari yang Taeyong kira. Begitu sampai, Taeyong saja langsung dipaksa menerima pelukan erat Ten.

"Ten, kau baik?"

"Aku baik-baik saja~" Dia mengibaskan tangan remeh. Mengajak Taeyong duduk di sampingnya, memberinya gelas penuh minuman namun isinya harus tumpah karena kecerobohan. Ucapan tadi tentang dia baik-baik saja sungguh jauh dari kenyataan. "Aku senang kau datang~ Ayo~ ikut merayakan ini bersamaku~"

Speed Dating [19/?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang