LIMA

31 4 0
                                    

"So you are a morning person now?"

Aku menoleh ketika mendengar suara berat dan menyenangkan tersebut; sedikit serak karena baru saja terbangun, mungkin ia cepat cepat bangkit untuk mencariku ketika tidak ia temukan di tempat tidurnya.

"Um, ya. Sebenarnya.... i can't sleep." balasku yang masih sibuk memotong kentang hingga berbentuk kotak kecil agar lebih mudah di makan nantinya; tidak berniat mengolahnya macam macam, hanya akan memanggangnya bersama bumbu dapur dan menghidangkannya bersama olahan daging dan telur setengah matang kesukaan Mas Duta.

Lelaki yang hanya mengenakan celana kolor motif pohon kelapa itu mendekat, lantas memberi kecupan singkat di pipi sebelum mengambil cangkir sebagai wadah kopi buatanku. "Gak bisa tidur? Setelah beberapa ronde-"

"Sorry kalau kopi buatanku gak seenak buatan istrimu, Ta. You know gimana hubunganku dengan kopi racikan." ucapku memotong kalimat Mas Duta; sengaja, tidak ingin ia mengarahkan pembicaraan pada sesuatu yang sudah semalaman kuhindari.

Mas Duta mengangguk, menyesap kopinya sedikit demi sedikit, kemudian membantuku menata sarapan kami pagi itu. "Ini kopi pertama yang lo buat setelah dua tahun hubungan kita. Of course, ini jadi enak banget! Bikinnya penuh cinta dan kasih sayang, right?"

Aku terkekeh; sampai di meja makan lebih dulu daripada Mas Duta yang memilih untuk membakar sebatang rokoknya. "Sarapan dulu lah, babe." usulku yang tentu saja tidak ia dengar. Dan menurut pengalamanku yang selalu menginap di rumah ini satu kali dalam seminggu; setelah ini ia akan mengecek ponselnya, mencari jadwal temu untuk hari ini dan lari terbirit birit tanpa mandi jika ada pertemuan pagi buta.

Tapi kali ini berbeda. Ia menerima panggilan dari seseorang yang tidak kutahu siapa; tapi dari gerak geriknya yang menyuruhku untuk diam sejenak, aku sadar bahwa si penelpon adalah istrinya.

"What? No! Apaan sih?!" ucap Mas Duta sedikit berteriak, membuat nafsu makanku hilang seketika; maksudku, aku sangat menyukai kentang, namun pagi ini, masakan kentang yang kubuat dengan sangat apik sama sekali tidak menghibur.

"Silahkan!" lanjutnya yang disambung dengan gerakan memutuskan panggilan.

"Istri gue tau."

"Tau apa?"

Mas Duta sedikit membanting ponselnya ketika hendak meletakannya di meja makan. Lantas lelaki yang selalu ingin tersenyum ketika melihatku itu menatapku lurus; tidak dengan kelembutan seperti biasanya. "This! Dia tau tentang lo, ada tetangga yang ngeliat lo masuk rumah ini. Ibu ibu rempong sebelah rumah, gue rasa."

"Lalu?"

Mas Duta kehilangan kata kata mendengar responku yang hanya semacam itu; seakan menganggap enteng ketegangan di wajahnya yang merupakan campuran marah dan gelisah. Tapi percayalah, hatiku sedang berdebar tidak karuan; seperti ingin berlari pulang sebelum ibu ibu rempong yang disebutkan Mas Duta melihat kepergianku.

"Dia otw pulang sekarang. Mau ngecek apa benar ada jejak jejak lo di rumah ini."

"Well, i guess, aku harus buru buru keluar." balasku yang lagi lagi membuat Mas Duta frustasi entah karena apa. Padahal situasi semacam ini sudah pernah kami lewati- sekitar delapan bulan lalu.

Aku bangkit dari kursi sembari membawa piring milikku; membuang seluruh isinya ke tempat sampah dan mencucinya cepat. "Reva..."

"What?!"

Mas Duta menarikku untuk mendekat, lantas menangkap kedua pipiku dengan tangannya yang besar; jika berada dalam situasi normal, mungkin aku akan memejamkan mata karena biasanya ia akan mengikatkan bibirnya dengan milikku. Tapi kali ini mataku terbuka lebar disertai pikiran 'aku harus pergi dari rumah ini sebelum Kiara- istri Mas Duta yang notabene adalah sepupu aku sendiri- pulang.'

"Reva, i love you. Maaf kalau harus seperti ini. I promise-"

"Stop it right there!" potongku yang membuat Mas Duta sedikit tersentak.

"What if.... what if i take no as an answer? Aku gak mau nikah, Ta."

Sentuhan Mas Duta menghilang begitu saja setelah kalimatku berakhir. Ia bahkan membuat langkah mundur sedikit demi sedikit dengan masih menatap ke arahku. "So this is over now?" tanyanya dengan nada suara lemah.

"It isn't, Ta. Kalau kamu satu visi sama aku; ngelakuin ini hanya untuk senang senang."

"But why, Re? Why?! I mean, we're adults; udah sepatutnya orang orang seumuran kita menikah, punya anak, dan berkeluarga. Lo ngapain aja di umur belasan atau dua puluhan kalau di kepala tiga ini masih mau senang senang? Well, mungkin di umur segini lo baru berhasil dapetin sex yang memuaskan tanpa komitmen apapun?"

"Stop!"

Aku melangkah menuju kamar Mas Duta untuk mengambil tas dan dress hitam milik Eca yang masih tergeletak di lantai; memasukkan benda tersebut ke dalam tas dan mencoba keluar rumah tanpa berbincang lagi dengan si pemilik rumah.

Namun Mas Duta berhasil menangkap pergelangan tanganku dan menahan agar sosokku tidak berhasil melewati pintu kamar, "Jadi lo baik baik aja dengan adegan sembunyi sembunyi seperti ini? Cuma mau senang-senang, kan?"

"No. Aku takut."

"So, problem solved. Kita nikah setelah urusan sama istri gue kelar." respon Mas Duta tanpa menghiraukan usahaku untuk melepaskan cengkramannya yang terbilang kuat.

Aku tau melawan dan bersikap keras pada Mas Duta akan membuatnya menjadi lebih keras. Jadi aku mencoba tenang dengan melakukan tarikan nafas panjang dan menghembuskannya lewat mulut sebelum menatap matanya, lalu mengatakan "Duta, i'm in love with you. Aku jatuh cinta saat pertama kali kamu senyum ke aku di resepsi pernikahan kamu, it was three years ago. Dan aku semakin cinta ketika tahu pernikahan kamu adalah strategi bisnis keluarga; terlebih ketika tahu bahwa Kiara lah yang mendapat untung besar dari pernikahan kalian. Aku tahu rasanya kesepian, dan aku mau menghibur kamu sejak aku sadar kamu adalah suami paling kesepian di dunia ini"

Benar saja, Mas Duta terkekeh dan melepaskan cengkramannya secara perlahan. "I still love you sampai detik ini. Tapi aku belum siap berkomitmen. Anggap saja hipotesa kamu benar; soal aku yang baru ngerasain sex dan sebagainya di umur tiga puluh ini. So, i'm sorry."

Aku meletakan salah satu tanganku pada leher Mas Duta, kemudian memberikan ciuman pertama yang kulakukan atas kemauanku sendiri; bukan karena Mas Duta yang memulainya lebih dulu atau ia menyuruhku untuk melakukannya. "See you di kantor, Mas."

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

TEXT FROM 'PIU':
Hari ini fitting baju bridesmaid. Gue jemput di kantor lo jam set 1. bye.

p.s: awas lo kagak ada di kantor pas gue jemput!!![]

RERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang