Nia menoleh ke arah pintu kamar yang sedang terbuka lebar ketika kakiku tanpa sengaja menyenggol gelas kaca yang diletakan di lantai saat akan pergi meninggalkan rumah Uyan.
"Rere?" dan terhenti ketika perempuan yang sebelumnya berada di atas tubuh Uyan tersebut mencoba mengejarku dengan berbalut selimut.
Aku membalikkan badan dengan mata berkaca, "Udah gila ya kamu?!" teriakku; semakin marah ketika melihat sosok Nia yang benar benar sadar, karena Nia adalah Nia- perempuan yang sulit mabuk walau telah menghabiskan berliter-liter alkohol.
"Julian did it first." ucap Nia dengan pembelaan singkatnya yang justru memancingku untuk melakukan sebuah pukulan pada kepalanya. "Dan kamu dengan begonya nerima itu? Kamu sinting, sumpah!"
Nia terlihat seakan tidak bersalah; ia hanya takut pada sesuatu yang tidak dapat kutebak. Jadi sebelum ia merasa bahwa apa yang dilakukannya bukan bagian dari dosa, aku memperjelasnya; "Kamu itu tunangan abangnya Uyan!"
"I...I...I'm sorry."
Entah mengapa aku menjadi satu satunya yang terisak di situ; seakan menanggung beban kesalahan yang di buat Nia dan Uyan ditambah kejadian di Hotel Jaya beberapa menit lalu. Can you believe that? Aku mendapatkan kejutan bertema seksual dua kali dalam kurun waktu kurang dari satu jam. Well done, Revalina! Beginilah rasanya mencapai kepala tiga!
"Re, um...aku pake baju dulu, then i'll explain anything you want to hear." ucap Nia setelah aku menghapus air mataku beberapa kali.
"No!" Aku melangkah untuk mengambil kaos milik Uyan di atas sofa yang mungkin saja dibukakan oleh Nia saat mereka melakukan pemanasan beberapa saat lalu, lantas mengenakannya cepat setelah membuka tank top robek hasil perbuatan menjijikan yang dilakukan Anton. "Aku turut bahagia karena Uyan akhirnya berhasil bercumbu denganmu- well, kelihatannya more than just 'bercumbu', dan aku gak mau terseret lebih dalam lagi ke dalam lubang dosa kamu. Kamu yang melakukan, dan kamu yang harus nanggung itu. I wish you tell Uyan when he's sober, and look how happy he is." Ponselku berdering cukup keras setelah menyelesaikan kalimat cukup panjang tersebut hingga kurasa berhasil membangunkan Uyan.
"Nia, you there?" ucap sahabat lelakiku tersebut.
Aku melirik layar ponsel yang menampilkan nama Mas Duta, lantas kembali menatap Nia dengan tatapan what are you doing? i mean, Uyan terdengar sedang turun dari kasur dan akan melangkah keluar ruangan untuk mencari pasangan seksnya malam itu yang notabene merupakan lawan bicaraku. "Um, Re..."
"I won't tell anybody. I promise." ucapku tanpa perlu mendengar keseluruhan kalimat yang akan diucapkan Nia.
Seseorang muncul dari arah kamar Uyan; menatapku sejenak dengan keadaan setengah sadar dan kemudian melambaikan tangan disertai senyuman, "Oh, hai, Rere."
"Ugh!"
---
"Halo?" ucapku saat menerima panggilan Mas Duta yang kedua kalinya setelah meninggalkan rumah Uyan; meninggalkan Nia untuk berberes dan mengurus Uyan yang tengah mabuk tersebut entah dengan cara apa, karena kau tahu, hanya hal hal sederhana yang ada di pikiran orang mabuk, seperti seks, tidur, seks, tidur, dan hal tersebut kelihatannya sudah mewakili kalimat bahagia.
"Halo, Mas Duta?" ucapku lagi ketika dirasa tidak mendapat respon.
"Oh, halo. Re?" Mas Duta terdengar panik. "Re, Nina kena begal di deket kantor. Dia sempet diperkosa dan keadaannya sekarang memprihatinkan sekali."
Aku masih mendengarkan dengan posisi tubuh yang tiba tiba mematung. "Sekarang udah otw rumah sakit pake mobil Darma. Kita ketemu di sana, ya. I'll text Nina di bawa ke rumah sakit apa." lanjut Mas Duta sebelum memutuskan panggilan secara sepihak dan membiarkanku tergeletak di jalan depan rumah Uyan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
RERE
General FictionRere- Revalina panjangnya- baru saja berulang tahun yang ke 30. Ia membeli kue ulang tahunnya sendiri, lantas bersiap untuk menaburkan harapan di atas lilin yang sedang menyala. Beberapa detik setelahnya, ia terburu buru untuk cepat meniup tiga lili...