DELAPAN

25 3 1
                                    

"Come on in"

Anton mengajakku masuk dalam suite room bernomor 44 tersebut; mengarahkanku pada ruang tamu kecil yang sedikit kotor ulah beberapa kaleng bir. "Maaf banget kalo super kotor." ucapnya lagi sembari mengambil empat buah kaleng untuk dimasukkan dalam tempat sampah dekat situ.

"That's okay. Um, aku juga minta maaf karena gak ngenalin kamu karena, you know..." aku mengangkat tanganku untuk membuat sedikit gerakan di sekitar rambut.

"Ah, ya! Gue emang dulu gondrong, dan baru banget potong rambut. And lucky me, karena potongan baru ini bisa mengelabui para wartawan di bawah tadi." jelasnya sembari melepas jaket kulit dan menampilkan otot bisep yang sedikit menyembul dari kaos hitam bertuliskan What About No?

Aku memberanikan diri untuk duduk pada salah satu kursi sembari Anton berjalan kemari hanya untuk sekadar meletakkan jaket di sembarang tempat, mematikan AC dan membuka jendela cukup lebar sebagai jalur keluar asap rokok, mungkin?

"So, you finally dapat wawancara eksklusif."

"Yep." Anton kembali pada area ruang tamu dengan membawa dua kaleng bir merk lokal dan menyodorkan salah satunya padaku; aku menerima minuman tersebut dan langsung kuletakan di atas meja kaca selagi Anton meneguk miliknya sebanyak tiga kali, lalu "Buat dirimu senyaman mungkin, di sini gak ada siapa-siapa, kok. And now, if you let me, gue mau nelpon resepsionis dulu buat ngasih tau ke para wartawan di bawah kalau gue gak balik ke hotel dan menuju rumah."

"Can you do that? I mean, menurutmu mereka bakal pergi gitu aja meninggalkan hotel ini setelah, what, two or three hours nungguin kamu?"

Anton mengangguk santai setelah menyelesaikan satu tegukan bir. "Berita soal kemenangan gue di Road Race Asia harus naik besok, dan mereka bakal ngelakuin apapun untuk ngejar gue, termasuk meninggalkan hotel ini dan pergi ke rumah gue."

Aku menarik batang rokok terakhir dalam kotak rokok Dunhill putih kepunyaanku, lantas mengambil korek gas yang tergeletak begitu saja di atas meja dan membakar ujungnya. "Kamu tamu VIP ya di sini?" tanyaku ketika Anton ingin beranjak meninggalkanku.

"Lo beneran gak tau atau pura pura bego? Gue anaknya Pak Jaya or Mr. Jaya, yang punya Hotel Jaya, that's why my name is Anton Sanjaya." balasnya dengan membubuhkan senyum miring penuh sarkas di akhir kalimat; melanjutkan niatannya untuk menelpon resepsionis untuk mengusir teman teman seprofesi.

Aku menyiapkan senjata untuk wawancara super eksklusif selama Anton menyelesaikan obrolannya dengan resepsionis yang ternyata cukup lama tersebut.

Setelah sekitar delapan menit, Anton muncul dengan pakaian baru yang lebih santai; masih menggunakan kaos sebelumnya namun dengan bawahan yang berbeda. "Wow, mau langsung wawancara nih?" tanyanya sembari meletakan piring lebar berisikan berbagai macam buah yang sudah dipotong kecil kecil.

"Wow, kayaknya aku ngerepotin."

Ia tersenyum, lalu mengambil posisi duduk tepat di sebelahku; membuat sofa empuk berwarna cokelat kemerahan tersebut bergoyang sedikit. "Gue gak ada minum apapun selain bir, jadi ya maaf kalau agak gak nyambung; i mean snacknya buah, tapi minumnya bir." ucapnya diiringi kekehan tipis yang juga mengundang tawaku.

"Oke, question number one is...."

Aku membuka jurnalku ketika Anton melontarkan kalimat tersebut, "Um, karena kita situasinya non-formal gini, so aku nanya-nanya dengan gaya santai aja, ya." Anton mengangguk setuju. "Gimana rasanya menang Road Race Asia tiga kali beturut turut?"

Anton baru membakar rokoknya ketika aku mematikan batang rokok milikku; "Honestly, kalo dipertandingan pertama dan kedua, i was happy. Tapi untuk yang ketiga ini, gue bangga."

RERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang