Empat

1.2K 318 390
                                    

Saat ini Galenka tengah di interogasi habis-habisan oleh teman-teman sekelasnya. Mereka bertanya layaknya seorang wartawan. Galen hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal mendengar rentetan pertanyaan itu.

"Galen, kok lo bisa sama Alaska si?!"

Galenka hanya bisa menutup wajahnya dengan tangan, pusing, ada yang salah memang dengan dekatnya dia sama Alaska?

"Tau nih, lo nggak di apa-apain sama dia, kan?"

"Lo masih sehat, kan? Ngga ada yang lecet?"

"Galen, ih! Kok malah diem, si?!"

"Galeeeen!"

"Aduh, kalian ini kenapa, si?" Galenka tersenyum geli menatap wajah penasaran teman-temannya. "Alaska baik, kok. Buktinya sampe sekarang aku nggak kenapa-napa. Lagian dia ga senyeremin yang kalian kira."

"Wah, kayanya otak lo udah ke cuci, nih." Keana mengelengkan kepalanya.

"Kalian tuh yang otaknya udah ke cuci orang-orang tukang gosip, huh."

"Yeh, salah sendiri mukanya datar mulu, nggak pernah senyum, padahal kan senyum ibadah," kata Keana di angguki yang lainnya.

"Yauda ah, seterah kalian aja."

"Ah, nggak asik nih" Galenka hanya menggelengkan kepalanya melihat semua temannya kini membubarkan diri.

"Bang Joo!!" teriak Galenka, begitu melihat Jovan Pamungkas berjalan memasuki kelas. Cowok itu langsung cengengesan sambil menggaruk tengkuknya.

"Eh dede Galen, ada apa nih?" jawab Joo sambil menghampiri Galen.

"Nggak usah pasang tampang polos itu! Abang belum bayar denda karna telat ngembaliin buku." Galenka menatap Joo dengan pandangan galak yang di buat-buat.

Sekedar info, Joo ini salah satu murid di kelas Galen yang paling tua, umurnya udah delapan belas tahun, jalan ke sembilan belas. Dia udah dianggap Abang mereka di kelas ini, makanya kebanyakan bahkan hampir semua murid di kelas Galen manggil Joo Abang. Joo sempet nggak naik kelas, itu karena dia emang seneng banget keluyuran nggak jelas waktu lagi ujian, dia juga sering bolos, makanya sampe sekarang di umurnya yang udah tua masih aja kelas sebelas.

"Gemes." Joo malah mengacak-ngacak rambut Galen, membuat sang empu menatapnya kesal.

"Abang ih!"

"Yang pinjem novel kan sepupu Abang, kok Abang yang di salahin?" tanyanya dengan muka memelas.

"Ya tetep aja, perantaranya kan Abang! Besok nggak bayar, Galen suruh semua anak Garuda buat telanjangin Abang!!" Joo melotot mendengar ucapan Galenka. Cowok itu langsung menatap Galen dengan muka memelas lagi.

"Yaampun Len, kamu jahat banget, satu sekolah kan penggemar kamu, Abang bisa jadi ikan asin nanti," ucap Joo memelas.

"Makannya bayar!"

"Iya-iya." Joo membalikan badannya berjalan lesu ke arah tempat duduknya. Sedangkan Galenka hanya tertawa melihat Joo berbalik dengan muka memelas. Itu semua bukan hal baru, Joo dan Galenka memang begitu dekat, semua ucapanya walaupun terkesan kasar tapi hanya candaan semata.

"Besok gue pinjem novel yang kemaren dipinjem Kak Ratu dong," ucap Keana.

"Oke, besok kebetulan jadwal Kak Ratu ngembaliin buku."

"Diskon ya, Len." Keana tersenyum, senyum yang jelas ada maksud di dalamnya.

"Iya-iya, buat kamu setengah harga aja," balas Galen sambil mengeluarkan buku catatannya.

"Lo emang temen gue Len!" Keana memeluk Galen sekilas sambil tersenyum lebar.

"Disebut temen kalau ada butuhnya aja nih." Galen terkekeh sedangkan Keana hanya nyengir lebar.

***

"WOI! ULANGAN!!" Dimas, si jangkung dengan kulit bagai kecap bango itu teriak, bikin satu kelas heboh seketika.

"Demi apa, demi apa?"

"Ulangan apaan, anjir!"

"Ngibul aja lo, item!" teriak Keana sewot.

"Yeh! Udah dikasih tau malah ngatain lagi! Dasar, pendek!" Dimas balas tak kalah sewot. Jadi deh mereka malah rebut. Sedangkan Galenka sibuk ngitungin penghasilannya di bulan ini. Seratus, dua ratus, tiga ratus, empat ratus, mata Galenka berbinar, bulan ini banyak yang menyewa novelnya.

"Woi! Bu Betaaaa! Masukin bajunya cepetan!" kali ini Joo yang teriak sambil berlari dari luar kelas. Cowok itu tampak ribet sendiri mengenakan dasi dan gesper secara mendadak.

"Yaelah, emak lo ngapain lagi si, bang?" keluh Dimas sambilmemasukan bajunya dalam celana.

"Siapa yang atributnya tidak lengkap? Cepat menghadap saya di ruang BK!" Bu Beta berkacak pinggang di depan kelas. Pastinya dengan pengaris yang selalu menemaninya ke mana-mana.

"Sekarang, Bu?" celetuk Joo. Bu Beta melotot garang, membuat Joo nyengir lebar sambil menyiapkan kuda-kudanya untuk segera berlari.

"JOVAN!!"

"Saya di sini bu, nggak usah teriak gitu," keluh Joo sambil mengusap-usap telinganya. Bu Beta masih terus menatap penampilan Joo dari atas sampe bawah. Matanya semakin melotot begitu melihat sepatu yang di kenakan cowok itu.

"Siapa yang suruh kamu pake sepatu warna putih ke sekolah?!"

"Mami saya, bu," jawab Joo masih di sertai senyum konyolnya.

"Kamu pikir ini sekolah ibu kamu?! Cepat lepas sepatunya!" Joo cemberut, memasang wajah semelas mungkin agar sepatu kesayangannya tidak di ambil.

"Jangan dong bu, ini sepatu mahal loh."

"Kamu pikir saya perduli?!" Joo menekuk wajahnya, lalu mulai berlari begitu Bu Beta lengah.

"JOVAN!!"

"Sini, Bu! Kejar saya, itung-itung bantu ngurusin badan." Joo nyengir lebar, Bu Beta makin melotot, sedangkan yang lainnya sudah ngakak sambil mengangin perutnya.

"Jangan harap kamu bisa lepas dari saya, ya!" wah, bahaya nih. Tatapannya udah siap banget nerjang mangsa. Matanya menatap Joo dengan sorot kelaparan, tangannya sudah terangkat mengacungkan pengaris panjang yang tebalnya bikin kamu meringis duluan sebelum terpukul.

Jovan memang hobby cari mati.

***


Kira-kira masih mau lanjut gak?? Yay/nay?

GALENKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang