Dua puluh tujuh

503 68 52
                                    

Panas.

Matahari sedang bermurah hati menunjukan dirinya sepagi ini. Setelah upacara bendera yang membuat beberapa murid pingsan, atau bahkan mungkin pura-pura pingsan saking tidak kuatnya. Kini, semuanya berhamburan begitu upacara dinyatakan selesai.

Kebanyakan dari mereka langsung berlari secepat mungkin ke arah kelas yang berbeda dari biasanya. Berharap duduk sebangku dengan orang yang tepat selama UTS berlangsung.

"Kelas kita sebelahan, ayo!" Ralin merangkul Galenka sambil tersenyum mengejek menatap ke arah Keana.

"Kelas lo jauh, bareng Dimas aja tuh." Ralin menaik turunkan alisnya jail.

"Ogah! Mending gue sendiri, bye!" Keana berbalik dengan cepat sambil menghentakan kakinya.

Tidak sampai satu meter gadis itu beranjak namun, kini sudah kembali berbalik dengan wajah yang di tekuk. Mengundang kedua sahabatnya untuk menyemburkan tawa mereka.

"Bareeeeeng," rengek Keana sambil merentangkan tangan.

Ralin terkekeh sambil menyambut uluran tangan Keana. Mereka berjalan bersisihan sambil sesekali terbahak. Entah karena Keana, keisengan Ralin atau justu kepolosan Galenka.

"Oke, kita pisah. Semangaaaat!" Ralin memeluk kedua sahabatnya singkat sambil tersenyum lebar.

"Semangat!"

"Semoga kali ini peringkatnya nggak di pajang di mading!" Keana teriak cukup kencang menghadirkan tatapan dan juga jawaban dari mereka yang berada di koridor.

"Aamiin!"

***

Galenka melangkahkan kakinya ke dalam kelas sambil tersenyum lebar. Cukup ramai dari kelas sepuluh dan juga dua belas. Galenka sedikit bersyukur karena hampir mengenal mereka semua walaupun tidak hapal semua namanya.

Galenka menatap kartu ujiannya sambil mencari tempat di mana ia akan duduk. Dalam hati ia berharap akan duduk di tempat yang cukup strategis. Dan senyumnya semakin lebar begitu ia melihat namanya berada dibaris ke dua dari belakang.

"Duduk sama siapa?" tanya Galenka sambil menoleh ke belakang tepat ke arah cowok yang tengah membaca bukunya.

Cowok itu mengangkat kepalanya sambil tersenyum tipis. "Sama anak kelas sepuluh." Galenka mengangguk mengerti sambil balas tersenyum.

"Keana ke mana, ya? Belakangan ini udah jarang ikut teater." Galenka kembali menoleh menatap kakak kelasnya, Pandu. Salah satu cowok yang membuat Keana mati-matian ikut eskul teater padahal kemampuan ektingnya membuat siapapun tersenyum miris.

"Katanya si mau keluar, kak. Tapi belum tau jadi apa nggak." Pandu mengangkat sebelah alisnya, sedikit terkejut. Pasalnya Keana merupakan salah satu anggota eskul teater yang cukup bersemangat setiap ada latihan.

"Kenapa? Kirain gue dia sesuka itu sama teater, soalnya semangat banget kalo latihan." Galenka tersenyum sambil mengaruk tekuknya. Bagaimana ya kalo kakak kelasnya ini tau Keana masuk teater hanya berniat mencari perhatian kakak kelasnya itu saja.

Galenka menggelengkan kepalanya. "Nggak tau kak, nanti biar aku tanyain." Pandu mengangguk sambil tersenyum tipis. Galenka kembali membalikan badan sambil menatap ponselnya.

"Pagiii, cantik~" tanpa perlu menoleh pun Galenka tau siapa yang menyapanya dengan sebutan 'cantik' seperti itu.

"Hai." Galenka tetap menolehkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Deven yang tengah duduk di sebrang mejanya sambil nyengir.

GALENKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang