Lima

1.3K 284 232
                                    

Rabu, entah mengapa selalu jadi hari favorite bagi Galenka. Langitnya yang cerah, senyumnya yang ceria, di tambah tumpukan buku dengan bau khas yang membuat Galenka memejamkan matanya rapat, menghirup bau buku usang yang begitu menggoda untuk segera ia baca. Matanya menari-nari di sekitar rak, menatap satu persatu buku yang sekiranya ingin ia baca. Ia berjalan ke rak ujung, ingatannya justru tertuju pada cowok jangkung dengan wajah sedatar papan pengilesan. Seminggu lalu, ia menemukan cowok itu tengah berbaring di saat seharusnya ia mengerjakan hukuman.

Ah, Galenka jadi tersenyum geli. Bisa-bisanya ada orang yang tidur lesehan di ubin perpustakaan. Ngomong-ngomong tentang cowok itu, Galenka belum melihatnya lagi selama seminggu ini. Mungkin cowok itu sibuk belajar karena udah kelas XII. Mungkin.

Sepertiinya dugaan Galenka meleset. Begitu sampai di rak paling ujung, yang di lihat justru orang yang tergeletak di lantai dengan buku Sastra yang menutupi wajahnya. Ah, cowok itu lagi. Galenka tersenyum geli. Perlahan langkah kakinya sampai di samping cowok itu.

"Di hukum, lagi?" Tanya Galenka setelah duduk bersila di lantai.

"Menurut, lo?" Galenka tersenyum. Kali ini dugaannya benar, cowok ini pasti tidak tertidur. Hanya memejamkan matanya, mangkir dari tugasnya merapihkan tumpukan buku.

"Kali ini mau aku bantuin?"

"Gue kapok jadi Korban PHP lo." Alaska mendengus, lalu merubah posisinya menjadi duduk menghadap Galenka.

Galenka terkekeh, manis. Itu yang pertama kali melintas di pikiran Alaska begitu melihat gadis dengan rambut di kepang itu tertawa di hadapannya.

"Kali ini serius, aku bisa bantu kamu nyusun buku-buku itu di sana." Tunjuk Galenka di bagian rak tengah.

"Oke, lo di sana, gue di sini." Galenka tersenyum sambil mengangguk. Lalu ia mulai mengerjakan pekerjaaannya. Ah, ralat. Ini semua pekerjaan Alaska.

Setengah jam berlalu, Galenka sudah selesai. Sedangkan Alaska sedang nguap lebar.

"Kok belum selesai? Padahal banyakan punya aku, loh."

"Capek." Huh, lagi-lagi itu alasannya.

"Yauda lanjutin! Aku tungguin sambil baca ini." Alaska mengangguk malas.

Galenka mulai membuka bukunya, hanyut dalam setiap deretan kata di setiap lembarnya. Galenka senang membaca, tapi tidak untuk pelajaran sekolah. Galenka juga sama seperti yang lainnya, selalu mengantuk setiap membuka halaman demi halaman buku pelajaran.

Sepuluh menit, dua puluh, tiga puluh. Alaska belum juga selesai. Galenka menutup bukunya, lalu bangkit.

"Kamu masih lama? Aku kebelet pipis," ujar Galenka.

"Nggak, lo ke toilet aja. Gue bentar lagi masuk kelas."

"Yauda, aku duluan, dah!"

Alaska menatap punggung yang perlahan mulai mengecil itu. Ada senyum tipis di wajahnya. Ah, sepertinya kehadiran Bu Beta akan di kalahkan dengan gadis itu, pikirnya konyol.

Alaska cepat-cepat menyelesaikan tumpukan terakhir buku-buku tersebut. Lagi-lagi setiap hari rabu ia datang terlambat. Sama seperti minggu lalu, minggu ini di tugaskan merapihkan buku-buku yang ada di rak.

Capek. Alaska duduk selonjoran sambil menyenderkan badannya di rak buku. Matanya terpejam, senyum Galenka justru terbayang di benaknya. Kacau, batin Alaska.

Ia mengetuk-ngetukan jarinya di lantai. Alaska menoleh, mendapati kertas dengan bentuk bintang. Tanggannya perlahan terulur mengambil kertas tersebut. Ini kertas yang tadi di pegang Galenka. Kecil, berbentuk bintang. Alaska berniat melemparnya, namun ia urungkan. Jari-jarinya perlahan membuka lipatan kertas tersebut. Rupanya ada tulisan di dalamnya.

GALENKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang