Dua puluh satu

578 87 129
                                    

Tidak terasa akhirnya perlombaan basket tingkat kota telah tiba. Hampir seluruh siswa-siswi berbondong-bondong datang bersama teman-temannya. Tentunya dengan pakaian dan dandanan semenarik mungkin, berharap ditempat yang ramai ini setidaknya ada satu dua orang yang melirik ke arahnya. Ya, berharap tidak ada salahnya, kan?

Pertandingan kali ini diselengarakan di SMA Ganesa. Hari ini merupakan babak penyisihan yang terakhir sebelum final yang diadakan minggu berikutnya.

Galenka, Ralin dan Keana pun ada disana. Seharusnya Galenka dan Ralin ada bersama beberapa anak jurnaslistik yang lain, walaupun mereka berdua masuk dalam divisi writer, tapi disetiap perlombaan besar beberapa divisi digabungkan menjadi satu. Ini semua karena ulah Keana yang tidak mau ditinggal sendirian, gadis itu terus merengek melalui telpon hingga larut malam. Ralin yang paling malas dengan tingkah Keana memilih menyerah lalu mendial nomor telpon Langit yang merupakan ketua jurnalistik. Cowok itu sempat menanyakan alaskannya, tapi Ralin langsung memohon maaf dan mematikan telpon secara sepihak.

"Gila! Rame banget anjir," Keana berdecak kagum.

Ketiganya beriringan menuju tempat duduk yabg telah di isi oleh teman-teman satu sekolah.

"Alaska mana?" Ralin berujar sambil mengedarkan pandangannya.

"Gatau."

"Engga ngabarin emang?" Galenka mengelengkan kepalanya. Sebetulnya tadi pagi-pagi sekali ada pesan masuk dari nomer cowok itu, tidak panjang hanya ucapan selamat pagi yang membuat Galenka langsung menyetujui keinginan Keana untuk menonton pertandingan basket tanpa ikut dengan anak-anak jurnalistik.

"Eh itu, tuh! Udah mau mulai kayanya." Keana berseru heboh. Seluruh penonton pun mendadak bersorak, apalagi kebanyakan yang menonton pertandingan kaum hawa.

"Gila, gila. Anak Ganesa emang keren-keren banget." Ralin terkekeh mendengar ucapan Keana. Gadis itu memang paling semangat datang ke tempat-tempat seperti ini, apalagi yang banyak cowok gantengnya.

Galenka mengerdarkan pandangannya, seketika senyumnya langsung mengembang begitu melihat Alaska ada di tengah-tengah lapangan. Seperti menyadari keberadaan Galenka, Alaska menoleh, cowok itu memejamkan matanya sambil mengatakan sesuatu tanpa bisa Galenka dengar. Ketika mata cowok itu terbuka, senyum kecil terbit di wajahnya, disertai dengan suara peluit menandakan pertandingan segera dimulai.

Galenka tidak paham tentang olahraga, baik futsal atau pun basket. Yang ia tau hanya mengiring bola dengan kaki atau melempar bola memasuki ring dengan melompat karena tubuhnya yang kecil.

Ada perasaan bahagia didalam dadanya begitu Alaska berkali-kali mecetak point. Rambut cowok itu sudah basah oleh keringat, tapi Galenka justru menyukainya. Entah kenapa Alaska jadi tampak berbeda.

"Gila! Ganteng-ganteng banget, deketin gue kek satu!" lagi-lagi Keana histeris sendiri.

"Jadi lo maunya sama siapa, sih?" Ralin berujar dengan raut wajah malas.

"Sama yang ganteng si yang jelas."

"Sadar diri kek!"

"Sirik!"

Galenka terkekeh kecil tanpa ikut campur antara perdebatan kedua sahabatnya. Tangannya melambai begitu Alaska melihat ke arahnya, yang di balas cowok itu dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.

Pertandingan semakin sengit, apalagi ketika waktu tersisa lima puluh detik dan point kedua tim seri. Galenka menangkup kedua tangannya, berharap Alaska dapat mencetak point lagi untuk memenangkan pertandingan kali ini dan lanjut ke babak final minggu depan.

Sepuluh detik terakhir, bola basket ada ditangan Alaska. Pekikan terdengar di mana-mana, raut wajah tegang disekitarnya membuat Galenka meremas jari-jari tangannya. Ia memejamkan matanya sejenak. Sampai akhirnya sorakan terdengar. Alaska kembali mencetak point yang terakhir di detik terakhir pula. Seluruh teman-temannya berhamburan memeluk Alaska, terutama Raka yang terlihat sangat senang. Alaska terkekeh, membuat Galenka ikut melebarkan senyumnya. Ia belum pernah melihat Alaska bisa tertawa seperti itu bersama teman-teman sesama jenisnya, senyum Galenka semakin lebar begitu tubuh Alaska diangkat dan di bawa kepinggir lapangan.

GALENKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang