Delapan

1.1K 217 175
                                    

Keadaan kelas Galenka kembali ramai seperti biasanya, jika tadi pagi hawa mendung menemani sekarang justru sebaliknya. Ralin kembali tertawa seperti biasanya, walaupun sebagian dari mereka paham, Ralin hanya tidak ingin lebih menghawatirkan teman-temannya lagi. Gadis itu kini tengah terbahak melihat kelakuaan Joo dan Dimas yang berdandan layaknya seorang perempuan. Dua cowok terusil di kelasnya itu mengambil secara diam-diam property yang ada di dalam ruang teater.

"Astaga Bang Joo, lo cocok banget kaya gitu," celetuk Rani yang tengah tertawa geli melihat kelakuaan temannya.

"Iyalah cocok, kalau malem kan nama Bang Joo jadi Jany," ujar Dimas sambil terbahak, cowok itu rupanya tidak sadar diri, padahal penampilannya tidak jauh berbeda dari Joo.

"Halah ngaca lo item, lo nggak jauh beda," jawab Joo membuat yang lainnya lagi-lagi terbahak.

"Keana ke mana, Len?" tanya Ralin, begitu tidak melihat Keana di kelas.

"Tadi si mau ke ruang teater katanya." Ralin menepuk keningnya, ini namanya kabar buruk. Jelas-jelas Keana ke ruang teater pasti di panggil salah satu seniornya.

"Kok bisa dapet kaya gituan? Di bolehin anak teater emang?" tanya Galenka sambil terkekeh. Dimas nyengir lebar. "Boleh dong, siapa dulu yang ngambil, Dimas."

Suara ribut dari luar membuat mereka yang ada di kelas menolehkan kepalanya. Di sana, Keana tengah sibuk menanyakan keberadaan Dimas dan Joo. Dimas yang tau dalam mode bahaya segera bersiap melarikan diri dari amukan Keana.

"Mampus Dim, ini kan ide lo," kata Joo sambil melepaskan semua property yang di kenakannya. Dimas sendiri sudah kepalang panik menyembunyikan semua barang jajahannya dari ruang teater.

"DIMAS!!! Balikin semua barang yang lo ambil dari ruang teater!" seru Keana sambil berkacak pinggang dari pintu kelas. Dimas mengaruk tengkuknya. "Kan gue ngambil bareng Bang Joo, kenapa Cuma gue yang di salahin?"

"Halah, paling ini semua ulah lo, kan? Ngaku lo item!"

"Enak aja lo nyalahin gue!"

"Emang bener, ini pasti ulah lo!"

"Engga!"

"Engga salah lagi, kan, maksud lo?!

"Emang!"

"Tuh, kan! Gara-gara lo gue di tegor Kak Pandu, bisa-bisa harapan gue buat jadi putri salju lenyap karena ulah lo!" seru Keana dengan raut wajah kesal. Yang lain hanya bisa memandang Dimas kasihan, sedangkan Joo sudah asik duduk manis menonton drama yang selalu berlangsung setiap hari.

"Halah, putri salju tuh cantik, lembut, nggak petakilan kaya lo!"

"Heh! Sadar diri lo, lo pikir gue nggak tau kalo lo abis mohon-mohon ke Kak Pandu buka audisi buat yang meranin jadi pangeran, pasti lo mau nyalonin diri, kan? Ngaku lo!" Dimas melotot, bagaimana gadis di hadapannya tahu?! Hancur sudah reputasinya.

"HAHAHA MAMPUS KETAUAN!" seru Joo sambil terbahak di tempatnya.

"Ngarang lo! Jelas-jelas itu gue lagi bantuin Bobi!" balas Dimas sewot, ia sendiri bingung ingin menjawab apa. Alih-alih mengaku, ia justru menjadikan Bobi sebagai umpannya.

Mata Keana memincing menatap Bobi yang tengah melahap somaynya.

"Emang bener Bob, apa kata Dimas?" Bobi membagi tatapannya antara Keana dan Dimas. Keana yang menatapnya dengan tampang mengintimidasi, sedangkan Dimas sudah melotot-melotot sambil mengerakan telunjuknya ke leher.

"Eh, Bobi! Malah bengong."

"Engga, engga. Gue nggak tau apa-apa." Dimas mengepalkan tangannya sambil memandang Bobi dengan penuh dendam.

GALENKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang