9

1K 268 322
                                    

💎 Anaya 💎

Meja makan dengan enam kursi ini baru diisi empat orang, satu kursi masih kosong. Meski hanya berempat, suasana di meja makan itu terasa semarak. Dua kakak-beradik laki-laki itu, Ashton dan Harry, mengobrol tanpa henti seolah sudah tahunan tak bertemu―walaupun Harry yang lebih sering mengoceh. Ibu mereka, Tante Anne, sesekali menimpali atau ikut tertawa bersama.

Terdengar suara pintu depan terbuka, dan seseorang memasuki ruang makan, duduk di kursi kelima.

"Eh, ada Kak Anaya." Lauren, adik perempuan Ashton, menyapa gue dengan senyuman khasnya.

"Maaf ya, semua. Aku telat dateng makan malem bareng, soalnya tadi harus ngurus proposal sama anak OSIS." 

"It's okay," Tante Anne tersenyum sambil menuangkan air putih ke gelas anak gadisnya. "Kak Anaya punya oleh-oleh tuh buat kamu."

"Oh, ya? Apa, Kak Nay?" Tanya Lauren sambil meminum air putih itu pelan-pelan.

Gue melirik Tante Anne, ragu untuk bicara. "Oleh-oleh biasa sih. Kemarin aku sama temen-temen abis main ke Malang," kemudian gue mengambil paper bag yang tadi gue bawa. "Nih, ada sedikit Strudel, sari apel, sama keripik buah buat kamu." 

"Khusus buat elo tuh, gue aja nggak dikasih." Ashton menambahkan dengan senyum simpul.

"Wah, ini mah banyak banget!" Sahut Lauren kegirangan. "Makasih ya, Kak Nay!" Katanya lalu memeluk gue dari samping.

"Iya, sama-sama, Lauren."

Malam ini, gue dapet undangan makan malam dari Tante Anne. Ini bukan kali pertama gue makan malam sama keluarganya Ashton. Kalau dihitung, ini udah ketujuh kalinya selama gue dan Ashton pacaran. 

Seperti biasa, semua anggota keluarga menikmati masakan Tante Anne. Gue bisa lihat Harry yang nambah satu porsi makan malam, belum lagi Lauren yang terus-terusan memuji Deep Mozzarella buatan ibunya. 

"Sering-sering dong, Ma, bikin Deep Mozzarella." Kata Lauren.

"Jangan cuma waktu ada Kak Anaya doang." Cibir Harry yang kelihatannya sudah jera menambah satu porsi nasi dan rendang.

Tante Anne tertawa ringan. "Makanya, Anaya sering-sering dong makan bareng kita-kita. Ya nggak?"

Gue melempar pandangan pada ketiga orang itu. "Bisa diatur kok, Tante. Tenang aja."

Iseng, gue melirik ke arah Ashton yang duduk berhadapan dengan gue. Malam ini, Ashton nggak banyak bicara. Dia asik ngobrol sama Harry di awal, itu aja karena Harry yang ngajak ngobrol terus dan nggak ngebiarin Ashton untuk menutup mulutnya. Kalau Harry diem, Ashton juga ikutan diem, nggak berusaha mencari topik. Itu merupakan pemandangan yang sedikit aneh bagi gue karena biasanya Ashton nggak setenang ini.

Menjelang larut malam, gue kembali masuk ke mobil Ashton karena gue sudah harus pulang. Setelah berpamitan dengan Tante Anne, Lauren, dan Harry, gue memutuskan segera memenuhi permintaan Ibu, segera pulang.

Gue punya kesibukan baru sekarang. Selama perjalanan, gue hanya memperhatikan Ashton dan sikapnya yang sedikit aneh, menurut gue. Di mobil Ashton juga nggak cerewet kaya biasanya, dia nggak ngajak gue ngomong. Gue mengamati jalan raya, nggak macet kok. Karena biasanya, kalau jalanan udah mulai macet, Ashton bakal diem dan berkonsentrsi penuh ke jalanan. Tapi malam ini, Jalan Colombo lancar lancar aja. 

"Diem diem bae," Celetuk gue, berusaha membuka sekaligus mencairkan suasana. "Aku mau cerita deh. Kemarin—"

"Ceritanya nanti aja ya. Aku lagi konsentrasi nyetir, Nay."

Tacenda | Ashton ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang