12

1K 263 653
                                    

💎 Ashton 💎

Gue nggak nyangka, makan malam sederhana satu minggu yang lalu membawa perubahan yang cukup besar buat gue dan Lita. Malam itu, gue benar-benar mengajak Lita untuk makan malam. Sebenernya, kami cuma makan malam biasa di salah satu restoran yang letaknya di Jalan Malioboro. Jadi, menurut gue ini masih biasa aja.

Tapi, pemikiran awal gue udah meleset. Gue yang tadinya menganggap makan malam ini biasa aja, akhirnya menolak mentah-mentah pemikiran tersebut. Semakin lama gue menghabiskan waktu dengan cewek keturunan Padang dan Jakarta yang satu ini, semakin gue terlarut dalam suasana hangat yang dia bawa.

"Makan lo banyak juga," Lita terkikik. "Tapi gue heran deh, badan lo tetep bagus gini. Gue kagum sama lo haha." Puji cewek itu.

"Makasih," sahut gue sambil tersenyum lebar, tak mampu menyembunyikan rasa senang dan bangga yang seketika menyeruak di hati. "Rajin-rajin olahraga aja."

Lita menyuap sesendok rainbow cake dan menggeleng, "Males amat. Lo tau sendiri gue orangnya mageran."

"Pantes kerjaan lo minta tebengan gue mulu."

Ia mengangguk-anggukkan kepala bersemangat. "Betul sekali, Pak!"

Yang paling gue suka dari Lita adalah cara dia bicara, dia terbuka dan apa adanya. Mungkin orang biasa bilang dia blak-blakan, tapi, ya gue setuju dengan yang itu. Toh dengan blak-blakan, gue semakin bisa mengenalnya lebih dalam sebagai seorang teman.

"Anaya apa kabar?" Tanya Lita. "Anaya beruntung banget punya pacar kaya lo. Pasti dia bangga." Katanya.

Gue menelan ludah. Tidak tahu harus bagaimana menanggapi itu semua. Bangga? Oh, ya? Gue bahkan nggak yakin kalau sekarang Anaya masih bangga sama gue.

"Gue tuh kaya...pengin ada di posisi Anaya gitu," sambung cewek itu lagi, sambil mengedarkan pandangan ke arah lukisan yang ada di sini. "Bisa nggak ya, Ash?"

Gue menelan ludah lagi. Mengingat-ingat perkataan Lita malam itu—entah bercanda atau enggak—membuat konsentrasi gue buyar di kelas Kesehatan Lingkungan. Belum lagi, gue dapet kelas siang karena tadi pagi dosennya berhalangan hadir. Rasanya tuh, mata gue berat banget kalau udah siang.

"Sekian dulu dari saya, terima kasih. Selamat siang." Akhirnya, Pak Danang mengucapkan kalimat penutup yang ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa. 

"Terima kasih, Pak!" Balas kami hampir serempak.

Menggendong ransel dengan malas, gue akhirnya bisa keluar dari kelas membosankan dan bikin ngantuk siang ini. Saat hendak melangkahkan kaki ke taman, mengehampiri Luke yang katanya mau mampir ke rumah, tiba-tiba Bang Jason nyamperin gue. 

"Ashton!" Serunya seraya mendekat.

"Kenapa, Bang?" Tanya gue dengan nada sok bersemangat, padahal aslinya gue udah males.

"Besok pagi ada rapat di kafe belakang kampus, mau pada bahas kaderisasi*. Dateng ya."

"Yah, kok pagi, Bang?" Protes gue.

"Soalnya besok sore sampe malem gue sama anak-anak nggak bisa, kita ada forum angkatan."

Mengangguk pasrah, karena gue merasa nggak punya pilihan selain mengiyakan perintah dari senior gue yang bertamapang garang ini. Gue nggak menjadikan rapat sebagai masalah, sebenernya yang jadi masalah adalah besok pagi gue udah ada janji sama orang lain. Dan janji itu udah gue sepakati dari jauh-jauh hari.

"Gimana? Lo bisa dateng kan, Ash?" Bang Jason menepuk pundak gue, memastikan.

"Gue usahain bisa, Bang."

Tacenda | Ashton ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang