22

1K 246 593
                                    

💎 Ashton 💎

Langit mulai remang, pertanda sore mulai menua. Awan mendung yang sejak tadi bergelantungan mulai merintikkan selapis gerimis tipis. Gue mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang sekiranya membuat perasaan gue tertarik. Dan mata gue tertumbuk pada pelataran depan stasiun.

Hari ini, gue sekeluarga akan berlibur beberapa hari ke luar kota, yaitu Bandung. Sebenarnya, gue terlalu malas untuk sekedar keluar kamar saat liburan kaya gini. Tapi, Mama tetep ngotot pengin pergi ke kota yang mendapat julukan Kota Kembang itu.

"Daripada kerjaan kamu cuma makan-tidur-makan-tidur doang waktu liburan, mending Mama ajak kamu liburan," kata Mama semalam. Beliau masih sibuk melipat beberapa pakaian yang akan dimasukkan ke dalam koper. "Nanti kita ketemu sama saudara-saudara kamu tuh. Emang kamu nggak kangen Teh Rena sama Mas Akbar?"

"Emang mereka juga pada main ke Bandung, Ma?" Gue memicingkan alis.

Mama bergumam dan mengangguk. "Kamu kangen, kan? Udah lama banget nggak ketemu mereka," ujar beliau. "Mama juga pengin ketemu terus kumpul-kumpul sama temen kuliah Mama di sana." Lanjutnya.

Let me tell you, Mama adalah salah satu lulusan dari sebuah perguruan tinggi negeri yang berkedudukan di Kota Bandung, beliau memilih jurusan Teknik Sipil. Menurut gue, Mama merupakan wanita yang cerdas dan mandiri. Nggak heran kalau Mama masih mendapatkan karier yang cemerlang, walaupun Papa udah ninggalin kita semua sejak gue kecil.

"Bengong mulu ya kamu, Ash. Udah buruan, beres-beres baju kamu sendiri ah." Kata Mama lalu keluar dari kamar gue. 

Well, ini sudah memasuki minggu ketiga semenjak gue putus sama Anaya. Sejujurnya, malam itu, gue nggak terlalu excited dengan liburan mendadak yang diadakan oleh Mama. Gue akui, gue memang butuh liburan. Tapi untuk sekarang, setelah gue baru putus dengan (mantan) pacar gue, rasanya gue kaya pengin di kamar terus. Rasanya mau ke mana-mana tuh masih mager banget.

Di malam yang sama setelah gue dan Anaya putus, gue meraih laptop dan mencoba menghubungi Luke dan Michael lewat sambungan video call. Gue benar-benar butuh orang-orang terdekat gue di saat-saat seperti ini. Kenapa Luke dan Michael? Karena gue nggak mungkin cerita sama Mama―mungkin gue belum berani―, sedangkan Ethan dan Julian masih sibuk ngurusin laporan buat diajuin ke himpunan mahasiswa.

Setelah berhasil melihat wajah Luke dan Michael di layar, gue segera menyapa mereka. Beberapa menit gue berbasa-basi dengan mereka, sampai akhirnya gue berani bilang kalau gue udah putus sama Anaya.

"Gue udah putus sama Anaya." Kata gue membuat Luke dan Michael terperangah.

Michael menganga, matanya melebar, lalu ia bertepuk tangan. "Akhirnya, lo diputusin juga, Ash."

Hal yang sama juga terjadi pada Luke, bedanya, dia hanya menganga. "Barusan banget putus atau gimana?"

Gue mengangguk. "Tadi siang." Gue mengacak rambut dan meghela napas.

"Nggak apa-apa, brother. Lo pasti nggak galau, kan udah ada yang satunya tuh." Alis Michael naik-turun, berusaha meledek gue.

"Ck, elo mah," gue berdecak sedikit kesal. "Gue tuh cuma nggak nyangka, ternyata gue sesedih ini."

"Wajar sih, Ash. Soalnya lo berdua udah pacaran tiga tahun. Walaupun lo udah punyaeh, umm, udah ada yang baru. Tapi, ya, tetep aja kan putus itu emang menyakitkan." Ujar Luke panjang lebar, sesekali ia mengelus dadanya secara berlebihan.

Tidak ada yang menyahut, hanya Luke yang bertumpu dengan tangan kanannya dan Michael yang kelihatannya masih sibuk melahap mie gorengnya. Mengacak rambut, gue meraih HP yang ada di samping gue dan memainkannya sejenak.

Tacenda | Ashton ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang